Petrus Abelardus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 55:
 
=== Sikap batin ===
Salah satu pemikiran Abelardus di bidang [[etika]] atau [[moral]] adalah tentang kemurnian sikap batin.<ref name="Simon"/> Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" ({{lang-la|Scito te ipsum}}), yang ditulis tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.<ref name="Simon"/> Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.<ref name="Simon"/> Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk; bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap [[Dosa (Kristen)|dosa]].<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. ''Petualangan Intelektual''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.</ref>
 
Menurut [[Paus Benediktus XVI]] ajaran Abelardus dalam hal ini menimbulkan kerancuan, karena ia bersikeras hanya memperhitungkan niat atau intensi (sikap batin) sebagai satu-satunya dasar untuk menjelaskan tindakan moral yang baik atau jahat sehingga mengabaikan makna obyektif dan nilai moral dari tindakan, hasilnya adalah subyektivisme yang berbahaya.<ref name="NCR">{{en}} {{citation |url=http://www.ncregister.com/site/article/st._bernard_and_peter_abelard |title=St. Bernard and Peter Abelard |publisher=National Catholic Register - EWTN News, Inc. |date=13 November 2009}}</ref> Dengan kata lain ajaran Abelardus tersebut mengarah kepada: penilaian baik atau tidaknya perbuatan seseorang hanyalah tergantung pada orang itu sendiri. Menurut Paus, aspek yang demikian sangat relevan dewasa ini, dimana kebudayaan seringkali ditandai dengan suatu kecenderungan yang berkembang menuju relativisme etika, yaitu ketika seseorang menyatakan: Setiap saat, hanya "aku" yang memutuskan apa yang baik untukku.<ref name="NCR"/>
Baris 69:
Bagi Bernardus, iman didasarkan atas kesaksian dalam teks [[Alkitab]] dan ajaran para [[Bapa Gereja]]. Dengan demikian, Bernardus merasa sulit untuk setuju dengan Abelardus dan, secara umum, dengan mereka yang mengandalkan kebenaran iman pada penelitian kritis melalui akal budi — suatu penelitian yang menurutnya menimbulkan bahaya besar: [[intelektualisme]], yang merelatifkan kebenaran, dan mempertanyakan kebenaran iman sendiri. Teologi bagi Bernardus hanya bisa bertumbuh dalam [[doa kontemplatif]], oleh persatuan afektif antara hati dan pikiran dengan [[Tuhan]], dengan hanya satu tujuan: untuk menumbuhkan pengalaman yang hidup dan akrab dengan Allah; suatu bantuan untuk mengasihi Allah secara lebih.<ref name="NCR"/>
 
Menurut Paus Benediktus XVI, penggunaan yang berlebihan akan ilmu [[filsafat]] dalam doktrin Abelardus akan [[Trinitas]] sangatlahsangat rapuh dan berbahaya rapuh, demikian juga pemikirannya akan Allah. Di bidang moral (teori [[pengaruh moral]]), ajarannya samar-samar, karena ia bersikeras hanya mempertimbangkan sikap batin sebagai satu-satunya dasar untuk menjelaskan tindakan moral yang baik atau jahat, sehingga mengabaikan makna obyektif dan nilai moral dari tindakan, hasilnya adalah subyektivisme yang berbahaya. Tapi sang Paus mengakui pencapaian besar Abelardus, yang telah berkontribusi bagi perkembangan teologi skolastik, dalam cara yang lebih matang dan berbuah selama abad-abad berikutnya. Dan beberapa wawasan Abelardus tidak boleh dianggap remeh, misalnya, penegasannya bahwa tradisi-tradisi agama non-Kristen sudah mengandung beberapa bentuk persiapan untuk menyambut penerimaan akan Kristus.<ref name="NCR"/>
 
Paus Benediktus XVI menyimpulkan bahwa "teologi hati" St Bernardus dan "teologi akal budi" Abelardus menggambarkan pentingnya diskusi teologis yang sehat, terutama ketika pertanyaan yang diperdebatkan belum didefinisikan oleh [[magisterium]], dan ketaatan yang [[rendah hati]] kepada otoritas Gereja. St Bernardus, dan bahkan Abelardus sendiri, senantiasa mengakui tanpa ragu-ragu akan kewenangan magisterium. Abelardus menunjukkan kerendahan hati dengan mengakui kesalahan-kesalahannya, dan Bernardus mempraktekkan kebajikan besar dengan menerima rekonsiliasi. Paus menekankan, dalam bidang teologi, harus ada keseimbangan antara prinsip [[arsitektonis]] — yang diberikan melalui pewahyuan dan yang selalu menjaga kepentingan utama prinsip-prinsip tersebut — dan prinsip penafsiran yang diusulkan oleh filsafat (yaitu, dengan akal budi), yang mana memiliki suatu fungsi penting, tetapi hanyalah sebagai sebuah alat. Ketika keseimbangan tersebut rusak, refleksi teologis menghadapi risiko dirusak oleh kesalahan; jika demikian maka adalah tugas [[magisterium]] untuk melaksanakan layanan yang dibutuhkan demi kebenaran, untuk itulah ranah tanggung jawabnya.<ref name="NCR"/>
Baris 76:
Abelardus mengarang beberapa buku berikut:<ref name="Wellem"/>
* ''Sic et non'' (Ya dan Tidak) yang ditulis tahun 1122.
 
* ''Historia Calamitatum'' (Sejarah Nasib Malang)
 
* ''Introductio ad Theologia'' (Pengantar ke dalam Teologi)
 
* ''Theologia Christiana'' (Teologi Kristen)