Junaid al-Baghdadi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia |
|||
Baris 1:
Islam adalah
agama yang banyak menekankan pada masalah spritualitas namun Islam juga agama
yang memiliki tujuan mulia sebagai ''rahmatan lil ‘alamîn,'' karenanya untuk
menjalankan misi meberikan keselamatan bagi seluruh umat manusia maka sudah
menjadi keniscayaan bahwa Islam juga harus tampil sebagai agama hukum atau ''syari’at.''
Kedua sisi dari ajaran Islam ini nampaknya menjadi satu kesatuan yang tidak
bisa dilepaskan dari tokoh sufi yang satu ini.
Al-Junayd
ibn Muhammad ibn al-Junayd Abu Qâsim al-Qawârîrî al-Khazzâz al-Nahawandî
al-Baghdadī al-Shâfī’ī,<ref>Oman Faturahman, ''Ithaf al-Dhaki Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim
Nusantara'' (Jakarta: Penerbit Mizan, 2012)h. 256.</ref> atau lebih dikenal dengan Al-Junayd Al-Baghdadî, lahir di Nihawand, Persia,
tetapi keluarganya bermukim di Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam mazhab
Imam Syafi’I, dan ahirnya menjadi qadi kepala di Baghdad. Dia mempelajari [[ilmu]] [[fiqih]] kepada Abu Tsur al-Kalbi yang merupakan [[murid]] langsung dari [[Imam Asy-Syafi'i]],
Al-Junayd
mempelajari ilmu tasawuf dari pamannya sendiri, Syekh as-Sari as-Saqti hinggap
pada ahirnya ketinggian ilmu al-Junayd menjadi dirinya sebagai ulama yang
memiliki banyak murid dan pengikut. Demikianlah, bahwa kecintaannya terhdap
ilmu tasawuf sangatlah tinggi, hal ini diungkapkannya dengan berkata: ''“Apabila
saya telah mengetahui suatu ilmu yang lebih besar dari Tasawuf, tentulah saya
telah pergi mencarinya, sekalipun harus merangkak.''”'''''[2]'''''
Salah
satu murid Al-Junayd adalah Mansur Al-Hallaj. Pada suatu saat ia mengalami
dilema yang sangat berat untuk diputuskan. Hal ini terjadi, ketika ia menerima
gugatan pengaduan tentang kesalahan dan penyimpangan Al-Ḥallaj dalam
pemikirannya. Pada satu sisi, ia sangat memahami pemikiran dan gejolak spritual
yang dirasakan oleh Al-Hallaj. Namun ketika Al-Hallaj banyak mengumbar pernyataan
spritual (''shathaḥat'') yang membuat umat Islam yang awwab menjadi bingung.
Berdasarkan keputusan sidang pengadilan, ia terpaksa, dalam kedudukannya
sebagai kepada Qadi Baghdad, menandatangani surat kuasa untuk menghukum mati
Al-Hallaj. Pada surat itu ia menulis “Berdasarkan syari’at, ia bersalah.
Menurut hakikat, Allah Yang Maha Mengetahui.”[3]
Al-Junayd
dikenal sebagai tokoh sufi yang sangat menekankan pentingnya keselarasan antara
praktik dan doktrin tasawuf dengan kaidah-kaidah syari’at. Salah satu ungkapan
al-Junayd tentang ilmu tasawuf yang dikutip oleh al-Kūrânī dalam ''Itḥâf
al-dhakī'' adalah ucapannya: “pengetahuan kami ini terikat dengan al-Qur’an
dan al-Sunnah.” Dengan ini mengindikasikan bahwa ajaran tasawuf menurut
al-Junayd haruslah tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.[4]
Syeikh Juneid al-Bagdadi wafat pada tahun 298 H.<ref name="Sirajuddinp=48">{{Harv|Abbas|2011|p=48}}.</ref>
[1] Oman Faturahman, ''Ithaf al-Dhaki Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim
Nusantara'' (Jakarta: Penerbit Mizan, 2012)h. 256.
[2] Syekh Fadhlullah Haeri, ''Belajar Mudah Tasawuf,'' terj. Muh. Hasyim Assagaf (Jakarta:
Lentera, 2001),h. 127
[3] Syekh Fadhlullah Haeri,''Belajar Mudah Tasawuf...'', h. 127
[4] ''Oman Faturahman, Ithaf al-Dhaki....,.''h. 256
== Catatan Kaki ==
|