Lokomotif E10: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fierly V.T (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
{{noref}}
{{Infobox Lokomotif
|image =http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/03/e10_60_2.jpg
|caption ='''E10 / SSS100'''
|powertype =[[Uap]]
Baris 25:
|topspeed =30 km/h di rel datar, 10 km/h di rel menanjak bergigi
|notes=
}}[[Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust]] (SSS) pertama kali membangun jalur kereta api di pantai barat [[Sumatera]] pada tahun 1887 hingga 1896. jalur kereta api ini dipergunakan untuk menghela produk tambang batubara [[Ombilin]] ke pelabuhan [[Padang]], yakni [[Teluk Bayur]]. Namun disadari bahwa meningkatnya produksi batubara [[Ombilin]] membuat lokomotif-lokomotif lama tidak memadai, apalagi untuk jalur yang berbukit-bukit. Maka didatangkanlah lokomotif-lokomotif yang lebih besar. E 10 16 adalah anggota kedua lokomotif uap bergigi untuk [[Sumatera Barat]]. Setelah datangnya tiga lokomotif seri D 18 pada tahun 1913, tibalah 22 unit lokomotif [[E10|E 10]] antara tahun 1921 hingga 1928, buatan pabrik Esslingen dari [[Jerman]] dan SLM (Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik) dari [[Swiss]]. Kedua pabrik ini memang terkenal dengan lokomotif uap bergiginya. Bahkan lokomotif diesel elektik bergerigi [[BB204|BB 204]] yang belum lama ini disaksikan penggemar kereta api yang berkunjung ke Ranah Minang pun buatan SLM. Lokomotif [[E10|E 10]] dipergunakan di jalur-jalur bergerigi di [[Sumatera Barat]], antara Kayutanam hingga [[Batutabal]], dan antara [[Padangpanjang]]-[[Bukittinggi]]-Payakumbuh. Medan yang berat, dengan tanjakan securam 8% ini menuntut lokomotif dengan daya yang besar. Lokomotif [[E10|E 10]] memiliki empat silinder uap,dengan dua silinder khusus untuk menggerakan roda gigi.▼
▲[[Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust]] (SSS) pertama kali membangun jalur kereta api di pantai barat [[Sumatera]] pada tahun 1887 hingga 1896. jalur kereta api ini dipergunakan untuk menghela produk tambang batubara [[Ombilin]] ke pelabuhan [[Padang]], yakni [[Teluk Bayur]]. Namun disadari bahwa meningkatnya produksi batubara [[Ombilin]] membuat lokomotif-lokomotif lama tidak memadai, apalagi untuk jalur yang berbukit-bukit. Maka didatangkanlah lokomotif-lokomotif yang lebih besar. E 10 16 adalah anggota kedua lokomotif uap bergigi untuk [[Sumatera Barat]]. Setelah datangnya tiga lokomotif seri D 18 pada tahun 1913, tibalah 22 unit lokomotif [[E10|E 10]] antara tahun 1921 hingga 1928, buatan pabrik Esslingen dari [[Jerman]] dan SLM (Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik) dari [[Swiss]]. Kedua pabrik ini memang terkenal dengan lokomotif uap bergiginya. Bahkan lokomotif diesel elektik bergerigi [[BB204|BB 204]] yang belum lama ini disaksikan penggemar kereta api yang berkunjung ke Ranah Minang pun buatan SLM. Lokomotif [[E10|E 10]] dipergunakan di jalur-jalur bergerigi di [[Sumatera Barat]], antara Kayutanam hingga [[Batutabal]], dan antara [[Padangpanjang]]-[[Bukittinggi]]-Payakumbuh. Medan yang berat, dengan tanjakan securam 8% ini menuntut lokomotif dengan daya yang besar. Lokomotif [[E10|E 10]] memiliki empat silinder uap,dengan dua silinder khusus untuk menggerakan roda gigi.
Saat ini, lokomotif [[E10|E 10]] dapat kita temui di Museum Kereta Api [[Sawahlunto]], [[Sumatera Barat]], dengan nomor seri E 10 60. Loko ini biasa digunakan untuk menarik kereta wisata. Masih satu lagi E 10 yaitu E 10 16 yang sekarang berada di [[TMII]].
|