Kasus Tibo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh 110.136.246.190) dan mengembalikan revisi 8962113 oleh Aldo Septiano: perusakan artikel |
|||
Baris 19:
'''Marinus Riwu''' lahir di [[Kupang]], Nusa Tenggara Timur pada tanggal [[27 Juli]] [[1957]]. Tahun 1987 lelaki yang hanya bersekolah sampai kelas 2 Sekolah Dasar itu bersama istri dan anak-anaknya transmigrasi ke Sulawei Tengah, persisnya ke Dusun Molores Kecamatan Lembo yang berjarak sekitar 250 Km dari Kota Poso. Untuk menghidupi keluarganya Marinus sehari-hari bekerja sebagai petani.
== Kronologi peristiwa ==
Desa Jamur Jaya, [[Lembo, Morowali|Kecamatan Lembo]], [[Kabupaten Morowali]] [[Sulawesi Tengah]] tempat tinggal Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Don Marinus Riwu berjarak sekitar 250 Km dari kota Poso. Sebelum [[kerusuhan Poso]] I (1998), Poso II (1999) dan Poso III (2000), Dusun Jamur Jaya dalam suasana aman. Masyarakat yang sebagian besar petani hidup dalam ketenteraman tanpa terusik sedikitpun dengan berbagai bentuk friksi sosial dan politik. Mereka hidup berdampingan dalam semangat kebersamaan dan toleransi. Ketenteraman penduduk Jamur Jaya baru mulai terusik ketika pada tanggal [[15 Mei]] [[2000]] datang seorang tamu tak diundang yang mengaku berasal dari Poso bernama Yanis Simangunsong memprovokasi dengan mengabarkan berita bahwa Gereja Santa Theresia Poso dan Komplek Sekolah/Asrama akan dibakar serta anak-anak penghuni Asrama (85 orang berasal dari Desa Beteleme), pastor, para suster, dan para guru akan dibunuh. Informasi tersebut menggerakkan hati Tibo untuk menyelamatkan anak-anak sekolah di asrama tersebut (anak-anak yang berasal dari Beteleme, kampung Tibo) dan juga para suster, pastor dan guru yang tinggal di asrama St. Theresia Poso.<BR>
Tibo Satuan Tugas [[TNI]] Cinta Damai di Desa Jamur Jaya, Beteleme, Kabupaten Morowali, pada akhir Juli 2000. Lima hari kemudian Dominggus da Silva (42 tahun) dan Marinus Riwu (48 tahun) menyerahkan diri di Polsek Bateleme.
<br clear="all" />
{| style="margin:0 auto;" align=center width=50% class="toccolours"
Baris 71 ⟶ 31:
|}
== Sidang ==
Tibo, Dominggus, dan Marinus sejak awal persidangan di [[Pengadilan Negeri]] [[Palu]] awal tahun [[2001]] selalu membantah terlibat kerusuhan Poso III. Kedatangan mereka ke Poso pada [[22 April]] [[2000]] dari kampung mereka di Beteleme, Kabupaten Morowali, sekitar 250 km dari Poso, hanya untuk menolong puluhan anak-anak sekolah St Theresia Poso beserta para guru, suster, dan pastor yang tengah berada dalam kepungan massa. Aksi penyelamatan anak-anak itu mereka lakukan tanpa berkonfrontasi dengan massa.
Seluruh proses peradilan Tibo cs (sebanyak 17 kali) penuh dengan massa yang marah, bahkan Fabianus Tibo pernah dipukul oleh salah seorang saksi dalam proses persidangan di ruang sidang Pengadilan Negeri Palu. Tuduhan jaksa yang mengatakan mereka telah memimpin pembunuhan terhadap warga Kelurahan Moengko Baru, Kelurahan Kayamanya, dan Desa Sintuwulemba, Poso, tidak pernah terbukti di persidangan.▼
▲Seluruh proses peradilan Tibo cs (sebanyak 17 kali) penuh dengan tekanan massa
Pada sidang PK kedua di PN Palu, penasihat hukum Tibo cs menghadirkan sembilan saksi baru yang menyatakan Tibo cs tidak terlibat sejumlah penyerangan dan pembunuhan warga Poso pada 23 Mei-1 Juni 2000 sebagaimana dituduhkan jaksa penuntut umum. Namun kesaksian mereka diketahui palsu.▼
▲Pada sidang PK kedua di PN Palu, penasihat hukum Tibo cs menghadirkan sembilan saksi baru yang menyatakan Tibo cs tidak terlibat sejumlah penyerangan dan pembunuhan warga Poso pada 23 Mei-1 Juni 2000 sebagaimana dituduhkan jaksa penuntut umum.
== Hukuman mati ==
Baris 79 ⟶ 41:
Tibo lalu tiga kali mengajukan [[grasi]] kepada presiden dan 2 kali [[peninjauan kembali]] kepada [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] dan semuanya ditolak.
=== Rencana eksekusi ===
Seperti diberitakan, Kejaksaan Negeri Palu Sulawesi Tengah telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak keluarga mengenai waktu pelaksanaan eksekusi. Tibo cs dijadwalkan dieksekusi 12 Agustus 2006 pukul 00:15 WITA yang diperkuat surat No SR.65/R.2.10/Buh.1/8/2006.
Pada Sabtu, [[12 Agustus]] [[2006]] Tibo, Silva, dan Riwu dilaporkan telah hampir dihukum mati, namun pada detik-detik terakhir menjelang pelaksanaannya, pemerintah Indonesia mengeluarkan perintah penundaannya. Penundaan ini datang beberapa jam setelah [[Paus Benediktus XVI]] mengeluarkan imbauan khusus kepada Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]]. Menurut pemerintah, penundaan ini akibat adanya "alasan teknis".<ref name="kompas">''[[KOMPAS]]'', [http://kompas.com/ver1/Nasional/0608/12/194539.htm "Wapres Bantah Penundaan Karena Surat Paus"], 12 Agustus 2006</ref>
Menjelang jam eksekusi, tiga peti mati dan satu tim tenaga medis diangkut ke kejaksaan tinggi, yang hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Lembaga Pemasyarakatan Petobo, tempat ketiga terpidana diisolasi tiga hari sebelumnya. Jaksa penuntut umum kasus Tibo, La Anatara dan Iskandar Sukirman, tampak di kantor jaksa tinggi. Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Basri Akib, juga terlihat di sana. Mereka menanti jemputan regu penembak Brimob dari Polda Sulawesi Tengah.
Menurut Pastor J. Mangkey MSC yang mendapat informasi dari Roy Jening, sebelum dieksekusi Tibo, Dominggus dan Marinus melalui kuasa hukum dan penasehat rohani menyampaikan empat permintaan terakhirnya jika harus dieksekusi. Keempat permintaan itu adalah pertama akan menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden melalui konfrensi pers, kedua meminta Antonius Sujata, Romo Nobert Bethan, Pst Jimmy Tumbelaka dan Roy Jening mendampingi pada saat eksekusi, ketiga meminta agar jenazahnya disemayamkan di Gereja Katolik St Maria Palu dan meminta Uskup Manado, Mgr. [[Joseph Theodorus Suwatan]], M.S.C. untuk memimpin misa arwah, keempat Dominggus Da Silva meminta jenazahnya dimakamkan di Flores Maumere sedangkan Tibo dan Marinus di Beteleme Morowali.
Salah seorang penasihat rohani Tibo Cs, Pst Jimmy Tumbelaka yang akan mendampingi proses eksekusi ketika dihubungi mengatakan kalau memang eksekusi dilakukan maka Tibo cs akan mendapatkan hak-hak mereka sebagai orang Katolik. Sehari menjelang eksekusi tepatnya Jumat mereka akan menerima sakramen tobat dan sakramen ekaristi. Selanjutnya 10 sampai 15 menit sebelum eksekusi pada Sabtu, mereka akan menerima sakramen perminyakan suci yaitu sakramen yang diterima oleh orang yang akan meninggal. Sesudah dieksekusi mereka akan disemayamkan di gereja St Maria Palu untuk menerima Misa Arwah yang akan dipimpin oleh Mgr. Suwatan. <ref name="manadonews">[http://www.manado-news.com/mpo/08ags06/11/dpn03.html Manado-News.com], 8 Agustus 2006</ref>
Satu jam sebelum eksekusi, berita dari Jakarta mengenai penundaan eksekusi mulai tersebar. Basri Akib lalu mengontak Jaksa Tinggi Yahya Sibe, yang sedang berada di Jakarta, dan membenarkan kabar penundaan tersebut.
Jenderal Polisi Sutanto kemudian menyatakan, eksekusi ditunda hingga setelah 17 Agustus. Alasannya, untuk memberi waktu kepada masyarakat dan pejabat di daerah merayakan hari kemerdekaan. Eksekusi akan tetap dilakukan selambat-lambatnya akan ditentukan tiga hari setelah 17 Agustus. Wewenang menentukan waktu yang baru berada di tangan jaksa tinggi dan Kapolda setempat.
Penundaan eksekusi atas trio terpidana ini sudah keenam kalinya. Eksekusi seharusnya dilakukan segera setelah Maret 2004, setelah permohonan PK para terpidana kelahiran Nusa Tenggara Timur itu ditolak Mahkamah Agung. Hukuman ditunda karena mereka meng-ajukan grasi ke Presiden. Ketika grasi ditolak, September 2005, mereka mengajukan lagi permohonan PK kedua.
Ketika semua upaya hukum dipastikan kandas, pada April 2006, ketiganya tak juga dieksekusi. Brigjen Oegroseno berencana untuk mengkonfrontasi ketiga terpidana dengan 16 nama yang disebut Tibo sebagai dalang sebenarnya kerusuhan Poso. 16 nama tersebut adalah Paulus Tungkanan (Purn. TNI), Limpadeli (Pensiunan PNS), Ladue (Purn. TNI), Erik Rombot (PNS Kehutanan), Theo Manjayo (Purn. TNI), Edi Bunkundapu (PNS Pemda Tk. II Poso), Yahya Patiro (PNS Pemda Tk. II Poso), Sigilipu H. X, Obed Tampai (Pegawai Perhubungan), Rungadodi Zon (PNS Guru SD), Janis Simangunsong, Ventje Angkou, Angki Tungkanan, Heri Banibi, Sarjun alias Gode, Guntur Tarinje.
Pada [[18 September]] pengacara Tibo cs, Roy Bening, telah menerima surat kejaksaan tentang waktu hukuman mati mereka yang akan dilaksanakan pada tanggal [[21 September]] 2006. Surat pemberitahuan eksekusi sudah disampaikan kepada Fabianus Tibo cs oleh pihak [[Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah]] (Kejati Sulteng) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Petobo, Palu.
<sup>[http://www.cnn.com/2006/WORLD/asiapcf/09/18/indonesia.execute.ap/ ].</sup>
== Eksekusi mati ==
Baris 146 ⟶ 130:
Pada [[4 September]] [[2006]] sekitar 4000 warga muslim Poso mengadakan protes penuntutan pelaksanaan hukuman mati Tibo cs dilaksanakan dengan segera. Demo ini menyebabkan sekolah, pasar, dan pusat bisnis lainnya tutup. <sup>[http://www.asianews.it/view.php?l=en&art=7119]</sup>
[[Berkas:Malamrenunganuntuktibo 01.jpg|right|350px|thumb|Aksi
[[21 September]] 2006, di berbagai kota, [[Jakarta]], [[Palu]], [[Nusa Tenggara Timur]], dll sejumlah organisasi masyarakat, lembaga swadaya, rohaniwan, tokoh masyarakat, dan masyarakat setempat berkumpul untuk berdoa dan menanti saat-saat eksekusi Tibo cs. Di Palu masyarakat berkumpul di Gereja Santa Maria, Jalan Tangkasi. Ratusan warga Desa Beteleme, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, menggelar doa bersama bagi Tibo cs. Hingga dini hari tadi, umat Katolik di [[Manado]] berbaur dengan komponen dari GMIM dan [[Pantekosta]] menyatu menggelar doa bersama di [[Gereja Kathedral Manado]], Jalan Sam Ratulangi. Sejumlah warga yang ditemui menyatakan penyesalan atas penolakan permintaan terakhir Tibo cs untuk pelaksanaan Misa Requiem untuk arwah mereka di Gereja Santa Maria. Di aula Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng dan di Gereja Hati Tersuci Maria Katedral, ratusan umat Katolik berkumpul untuk mendoakan Tibo cs, bahkan turut hadir dalam doa bersama tersebut dihadiri perwakilan dari semua agama. Sementara itu, di sejumlah daerah di [[Flores]], [[Nusa Tenggara Timur]], ribuan orang melakukan aksi damai menolak eksekusi terhadap Tibo dkk. Aksi dilakukan kalangan rohaniwan, pelajar, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan organisasi kepemudaan. Aksi berlangsung di Kabupaten [[Manggarai]], [[Ende]], [[Ngada]], dan [[Sikka]]. Di Jakarta, masyarakat berkumpul dan menyalakan lilin di [[Tugu Proklamasi]] dan di halaman kantor [[Komnas HAM]].
|