Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 44:
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat dia tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Dia yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Dia pun mulai meramu ilmu silat sendiri. [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] lalu menetap di Parakan dan membuka perguruan silat dengan nama Eka Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, dia bertemu dengan seorang pendekar [[Tionghoa]] yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), [[Yap Kie San]] namanya. [[Yap Kie San]] adalah salah seorang cucu murid [[Louw Djing Tie]] melalui [[Hoo Tik Tjay]] alias Suthur. Menurut catatan sejarah, [[Louw Djing Tie]] merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di [[Tiongkok]] maupun di [[Indonesia]], dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri [[kungfu]] dari [[Tiongkok]] ke [[Indonesia]]. Dalam dunia persilatan, [[Louw Djing Tie]] dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus [[Louw Djing Tie]] di Indonesia meneruskan perguruan kungfu Garuda Emas.
[[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem ([[Shaolin]]) ini dari [[Yap Kie San]] selama 14 tahun. Dia diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid [[Yap Kie San]]. Melihat bakat [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]], [[Yap Kie San]] tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan dia jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari [[Yap Kie San]]. Murid [[Yap Kie San]] yang sanggup bertahan hanya enam orang, di antaranya ada dua orang yang bukan orang Tionghoa, yaitu [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] dan R Brotosoetarjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari [[Yap Kie San]], [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, dia kembali ke tanah kelahirannya, [[Yogyakarta]]. [[Ki Hajar Dewantara]] yang masih pakdenya, meminta [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] mengajar silat di lingkungan Perguruan [[Taman Siswa]] di Wirogunan<ref>{{cite web |url=http://www.tempo.co |title=Majalah Tempo |date=21 Mei 1983}}</ref>. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, [[RM Soebandiman Dirdjoatmodjo]] mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.
|