Masjid Nurut Taqwa Pegandon adalah [[masjid]] yang telah berusia cukup tua. Masjid ini, tak lepas dari salah satu tokoh dari [[Kesultanan Mataram]], [[Tumenggung Bahurekso]]. Tokoh ini pernah [[Penyerbuan di Batavia 1628|menyerbu Batavia]], walau akhirnya gagal. Tumenggung Bahurekso kemudian mundur ke Mataram; tapi, sebelum itu, dia sempat tinggal lama di Pegandon ini dan berdakwah di sana. Di situ, ada beberapa pengikutnya yang turut pula menyebarkan agama Islam, yaitu Kiai Jumerto yang pergi berdakwah ke kampung Jumerto, Kiai Srogo ke Srogo, Kiai Puguh di Puguh, dan Kiai Ploso ke Ploso. Daerah-daerah ini berdekatan dengan Pegandon.<ref name=masjidbersejarah>{{aut|Zein, Abdul Baqir}} (1999). ''[https://books.google.co.id/books?id=-NnF9Ryal0IC&pg=PA234 Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia]'' hlm. 234{{spaced nashndash}}36. [[Jakarta]]:Gema Insani Press. ISBN 979-561-567-X.</ref> Tumenggung Bahurekso ini dikenal pula sebutannya dengan nama Mbah Sulaiman Singonegoro, yang punya ''trah''/keturunan Batara Katong, yang punya garis keturunan ke Raja [[Brawijaya]] yang bermakam di Kaliwungu. Sebuah sumber menyebut bahwa dia memang diutus untuk berdakwah ke Pegandon, dari [[Kesultanan Demak]]. Masjid ini berumur lebih tua dari [[Masjid Kramat Pekuncen]] yang dibangun [[Sunan Benowo]], yang juga murid dari Tumenggung Bahurekso. Sejak berdiri, masjid ini tidak dinamakan kecuali "Masjid Jami' Penanggulan" saja. Nama Nurut Taqwa itu baru, menurut penuturan takmir Masjid ini, Muhammad Abdul Ghofur Yasak. Masjid ini di masa Mbah Guru Sulaiman menjadi pusat penyebaran Islam di daerah Pegandon tersbeut.<ref name=masjidbersejarah/><ref name=radarpekalongan>{{cite news |url=http://www.radarpekalonganonline.com/29423/peninggalan-mbah-guru-sulaiman-singonegoro-bangunan-mengandung-makna/ |date=7 Juli 2014 |accessdate=15 Agustus 2015 |title=Peninggalan Mbah Guru Sulaiman Singonegoro, Bangunan Mengandung Makna |work=Radar Pekalongan |author={{aut|MS, Nur Kholid}}}}</ref>