Ahmad Syathibi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jhon Thorne (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Jhon Thorne (bicara | kontrib) |
||
Baris 77:
pernah makan yang enak dengan rupa-rupa makanan.
Ketika mendapati masalah kitab yang susah difaham, beliau langsung menghadiahi
mualifnya dengan makanan dan aurod [[shalawat]].
Hanya dalam waktu 40 hari mondok di Bojong beliau sudah hafal kitab nazom yaqulu-kailani-amriti-alfiyah- samarqondy
dan jauhar maknun.
Keunggulan Pesantren
Bojong - Garut adalah para santri yang belajar di pesantren tersebut jika sudah belajar selama dua tahun biasanya akan jadi
al-alim al-alamah.
Mama Gentur menetap di pesantren Bojong hanya selama satu tahun hingga akhir bulan
Sya'ban, karena disuruh gurunya, Syeikh Adzro'i untuk menemani Kiyai Rusdi ngaji di [[Pesantren Gudang]] Tasikmalaya.
Kiyai Rusdi merupakan santri Bojong yang waktu Mama Gentur mulai mondok di Pesantren Bojong disitu ada Kiyai Muhammad Rusdi yang sudah menetap selama 3 tahun. Padahal ketika sudah genap 2 tahun oleh Syeikh Adzro'i sudah disuruh
mukim hanya saja ayahnya belum
mengizinkan.
Mama Gentur genap 1 tahun di Bojong sedangkan ajengan Muhammad Rusdi genap 4 tahun. Dari situ disuruh ngaji ke Mama Syuja'i Gudang Tasikmalaya ditemani oleh Mama Gentur.
=== Pesantren Gudang ===
Kata Mama Gentur, Mama Gudang jika sedang mengajar dihadapan Kiyai Rusdi dagu dan badan beliau bergetar dikarenakan sungkan akan ilmunya Kyai Rusdi. Bahkan, Mama Gudang berkata kepada Mama Gentur "Katakan kepada Ki
Rusdi segeralah bermukim. Bukankah Kang Adzro'i pun sudah menyuruhnya dan sudah ada dalam ridho guru". Namun, tetap saja ayahnya belum juga menyetujuinya.
Kemudian Kiyai Rusdi setelah mondok di Gudang selanjutnya pindah lagi ke Kiyai Muhammad Shoheh Bunikasih Cianjur, yang disebut Ba'dul Ikhwan oleh Syekh Ibrahim Bajuri dalam kitab Tijan. Syeikh Shoheh dan Syeikh Adzro'i adalah teman sepondok sewaktu ngaji di Syeikh Ibrahim bajuri.
Mama gentur terus menetap di Gudang hingga 9 tahun lamanya. Waktu mesantren di Gudang, beliau pernah ziarah
ke makam kubur di Geger Manah.
Sebelumnya beliau puasa dulu selama 40 hari baru berangkatlah ke Geger Manah dan langsung mendatangi juru kunci makam.
Beliau disambut di rumah kuncen sembari ditanya perihal maksud dan tujuannya, yaitu
hendak ziarah tabaruk di makam keramat.
Kemudian diantarlah beliau menuju makam keramat tersebut.
Kira-kira jam 4 Subuh beliau pulang dari makam dan balik lagi ke tempat kuncen, kemudian kuncen menjamunya dengan
rupa-rupa makanan. Selesai makan, beliau bertanya kepada kuncen, "Mang, malem tadi
ada hujan kesini gak?" Jawab kuncen "Ah, gak ada. Memangnya ada apa Ajengan....? Kuncen agak heran. "Waktu saya di makam
sedang ziarah tiba-tiba ada hujan yang besar sekali, petir menyambar-nyambar disertai angin yang sangat kencang. Saya
melihat pohon kayu yang amat besar merunduk-runduk ke tanah seperti mau runtuh."
Kuncen bertanya, "Terus ada apa lagi?
"Jawab Mama Gentur , "Ah rahasia, saya gak sanggup menceritakannya." Dimalam itu
kata penduduk kampung ada suara ayam berkokok yang terdengar jelas oleh semuanya, sedangkan di kampung tersebut
tidak ada yang punya ayam yang suaranya seperti itu. Semuanya kaget akan suara ayam tersebut, kemudian diselidiki darimana sumbernya suara. Ternyata yakin
bahwa suara ayam tersebut berasal dari atas pasir, tempat makam yang diziarahi oleh Pangersa Mama Gentur.
Kata Mama Gentur, "Setelah 9 tahun di Gudang kemudian Mama berangkat ke Mekah ngaji ke Syekh Hasbullah.
=== Mekkah ===
Pertama ngaji di Syeikh Hasbullah banyak yang menyepelekannya. Suatu hari, Syekh Hasbullah berkata kepada murid-muridnya,
kira-kira begini artinya, "Besok hari Rabu kita akan mulai ngaji kitab tuhfah Muhtaj, tapi sebelumya kalian muthala'ah dulu
kitabnya. Hasil muthala'ah tuliskan dalam buku masing-masing. Besok semua harus
hadir dan bawalah hasil tulisan tersebut. Besoknya Syekh Hasbullah memeriksa buku
murid-muridnya. Ketika melihat buku tulisan Mama, Syeikh Hasbullah tertegun, kemudian
buku Mama dipisahkan, kemudian
melanjutkan pemeriksaannya. Setelah selesai, Syeikh Hasbullah berkata, "Ngaji Tuhfah batal sebab gak pantas Syatibi ngaji ke saya, bahkan seharusnya saya yang ngaji ke Syatibi. Masalah yang belum sampai saya muthala'ah, dalam buku Syatibi sudah ada.
Saya gak sanggup mentaswirkan kitab dihadapan Syatibi.
Tetapi, oleh sebab semuanya meminta untuk diteruskan, dan juga Mama memohon supaya diteruskan biarpun dibaca hanya
lafadzna, maka barulah Syeikh Hasbullah bersedia walaupun cuma lafadznya hingga tamat.
== Referensi ==
|