Ahmad Syathibi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Merapihkan infobox |
k Sedikit ralat saya kira abad 13, taunya 13 hijriah tanpa tahun. Selebihnya merapihkan redaksional. Dan diperlukan alih bahasa untuk lema Arab. |
||
Baris 19:
|death_place = Gentur, [[Warungkondang, Cianjur|Warungkondang]], [[Cianjur]], [[Indonesia]]
|resting_place = Gentur
|other_names = Mama Syathibi, Mama Gentur, Syaikh Ahmad Syathibi al-Qonturi, Agus, Dagustani
|ethnicity = [[Sunda]]
|era = 13 [[Hijriyah]]
Baris 28:
|influences = Syekh Muhammad Adzro'i Al-Bojoni, Syekh Ahmad Syuja'i Al-Gudani.
| awards =
* Penghargaan dari Belanda <ref> Suatu hari, ketika Mama Gentur sedang ngajar para santrinya dan khalayak yang biasa ngaji rutinan, datanglah utusan dari pemerintah [[Kolonial Belanda]]. Beliau diminta hadir dalam diskusi program perpolitikan [[Belanda]]. Mama genturpun menyempatkan diri dulu menghadiri undangan tersebut tanpa didampingi seorangpun. Tidak lama, Mamapun sudah hadir kembali ke madrasah dan melanjutkan kembali pengajarannya. Para santri yang sudah menunggu-nunggu ingin tahu tentang pembicaraan yang didiskusikan oleh kaum Belanda, tapi Mama Gentur tak membahasnya sedikitpun. Inilah ciri Mama Gentur tidak ikut-ikutan dalam soal politik, hingga beliau mendapat penghargaan keamanan tanda bulan-bintang tiga dari [[Wilhelmina|Wilhelmina (pelafalan Sunda menjadi Wihalminak)]], yaitu Gubernur [[Hindia Belanda]].</ref>
* Penghargaan dari Jepang <ref> Dizaman pemerintahan [[Kolonial Jepang]], Mama Gentur mendapat hadiah dari [[Hirohito|Tenno Heika (dilafalkan ejaan Sunda menjadi Kaisar Tenoheka)]] dikarenakan ideologinya yang murni hanya mengamalkan ajaran agama, tanpa ada maksud mencampuradukan politik dan agama. </ref>
}}
Baris 35:
'''Mama Syathibi''' atau lebih dikenal dengan '''Mama Gentur''' adalah salah satu sosok [[Ulama]] Tanah Pasundan yang berpangkat Al-'Alim Al-'Allamah Al-Kamil Al-Wara. Beliau hidup pada pertengahan kurun ke 13 [[Hijriyah]]. Syaikh Ahmad Syathibi al-Qonturi dilahirkan di Kampung Gentur, [[Warungkondang, Cianjur|Warungkondang]], [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], [[Jawa Barat]]. Tidak diketahui secara pasti tahun kelahirannya. Tetapi, yang jelas beliau adalah masih keturunan dari Waliyullah [[Syekh Abdul Muhyi]] [[Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya|Pamijahan]], [[Kabupaten Tasikmalaya|Tasikmalaya]]. Nama sewaktu kecilnya adalah Agus, setelah pulang dari [[Mekkah]] namanya diganti menjadi Dagustani. Namun, nama masyhurnya sekarang yaitu Al-'alim Al-'allamah Syaikh Ahmad Syathibi atau Mama Gentur kata Orang [[Sunda]] yang jadi anak muridnya.
Kabar dari Syekh Ahmad Eumed (Cimasuk [[Garut]]) bin Syekh Muhammad Rusdi Haurkuning, "Waktu saya ziarah ke Mama Gentur, beliau mengisahkan, bahwa dulu Mama ketika sangat mengiginginkan punya ilmu yang besar tapi Mama merasa bingung memilih guru untuk ngaji kemana. Akhirnya Mama berangkat ziarah kubur ke Habib Husain bin Abu Bakar Alaydrus alias [[Wali Luar Batang]], [[Jakarta|
▲Kabar dari Syekh Ahmad Eumed (Cimasuk [[Garut]]) bin Syekh Muhammad Rusdi Haurkuning, "Waktu saya ziarah ke Mama Gentur, beliau mengisahkan, bahwa dulu Mama ketika sangat mengiginginkan punya ilmu yang besar tapi Mama merasa bingung memilih guru untuk ngaji kemana. Akhirnya Mama berangkat ziarah kubur ke Habib Husain bin Abu Bakar Alaydrus alias [[Wali Luar Batang]], [[Jakarta|wilayah kerajaan Sunda Galuh yang sekarang bernama menjadi Jakarta]]. Disitu Mama membaca ''Shalawat Nariyah'' sebanyak 4444 kali dan tamat sebanyak 44 kali dalam waktu delapan bulan. Kemudian, setelah itu Mama bermimpi bertemu dengan Wali Luar Batang. Wali tersebut berkata, "Kalau kamu benar-benar mau punya ilmu yang besar, segeralah pergi ke daerah [[Garut|wilayah Kerajaan Sunda Galuh yang sekarang bernama Garut]]."
== Pendidikan ==
=== Pesantren Keresek ===
Maka kemudian Mama mulai berangkat ke [[Pesantren Keresek]]. Kata Mama Keresek, "Kalau Ananda mau punya ilmu yang besar besok mama antar ke paman mama yaitu
=== Pesantren Bojong ===
Baris 46 ⟶ 45:
=== Pesantren Gudang ===
Bahkan,
Namun, tetap saja ayahnya belum juga menyetujuinya. Kemudian Kiyai Rusdi setelah mondok di Gudang selanjutnya pindah lagi ke [[Syekh Muhammad Shoheh]] [[Bunikasih, Cianjur|Bunikasih]], [[Cianjur]], yang disebut ''Ba'dul Ikhwan'' oleh [[Syekh Ibrahim al-Bajuri]] dalam kitab Tijan.▼
[[Syekh Muhammad Shoheh]] dan [[Syekh Muhammad Adzro'i]] adalah teman sepondok sewaktu ngaji di [[Syekh Ibrahim al-Baijuri]]. Mama Gentur terus menetap di Gudang hingga 9 tahun lamanya. Waktu mondok pesantren di Gudang, beliau pernah ziarah ke makam kubur di [[Geger Manah]]. Sebelumnya beliau puasa dulu selama 40 hari baru berangkatlah ke Geger Manah dan langsung mendatangi juru kunci makam. Beliau disambut di rumah kuncen sembari ditanya perihal maksud dan tujuannya, yaitu hendak ziarah ''tabaruk'' di makam keramat.
▲Kemudian Kiyai Rusdi setelah mondok di Gudang selanjutnya pindah lagi ke [[Syekh Muhammad Shoheh]] [[Bunikasih, Cianjur|Bunikasih]] [[Cianjur]] yang disebut Ba'dul Ikhwan oleh [[Syekh Ibrahim al-Bajuri]] dalam kitab Tijan.
Kemudian diantarlah beliau menuju makam keramat tersebut. Kira-kira jam 4 Subuh beliau pulang dari makam dan balik lagi ke tempat kuncen, kemudian kuncen menjamunya dengan rupa-rupa makanan. Selesai makan, beliau bertanya kepada kuncen, "Mang, malem tadi ada hujan kesini gak?" Jawab kuncen, "Ah, gak ada. Memangnya ada apa Ajengan? Kuncen agak heran. "Waktu saya di makam sedang ziarah tiba-tiba ada hujan yang besar sekali, petir menyambar-nyambar disertai angin yang sangat kencang. Saya melihat pohon kayu yang amat besar merunduk-runduk ke tanah seperti mau runtuh." Kuncen bertanya, "Terus ada apa lagi?" Jawab Mama Gentur , "Ah rahasia, saya gak sanggup menceritakannya."
Dimalam itu kata penduduk kampung ada suara ayam berkokok yang terdengar jelas oleh semuanya, sedangkan di kampung tersebut tidak ada yang punya ayam yang suaranya seperti itu. Semuanya kaget akan suara ayam tersebut, kemudian diselidiki darimana sumbernya suara. Ternyata yakin bahwa suara ayam tersebut berasal dari atas pasir, tempat makam yang diziarahi oleh Pangersa Mama Gentur. Kata Mama Gentur, "Setelah 9 tahun di Gudang kemudian Mama berangkat ke [[Mekkah]] ngaji ke [[Syekh Hasbullah]].
=== Pesantren di Mekkah ===
Pertama ngaji di [[Syekh Hasbullah]] banyak yang menyepelekannya. Suatu hari,
Tetapi, oleh sebab semuanya meminta untuk diteruskan, dan juga Mama memohon supaya diteruskan biarpun dibaca hanya ''lafadz''nya, maka barulah Syekh Hasbullah bersedia walaupun cuma ''lafadznya'' hingga tamat. Kata Mama Gentur, "Ilmu yang dipakai muthala'ah kitab tuhfah tersebut adalah sebagian ilmu yang diterima dari Syaikhuna Bojong."
Waktu di [[Mekkah]], Mama Gentur suka
▲Waktu di [[Mekkah]], Mama Gentur suka [[shalat]] didepan [[baitullah]], para askar sudah pada tahu dan memberi isyarat kepada jamaah yang lain supaya ada tata hormat kepada beliau sembari berkata, "Hadza 'ulamaul jawa".
=== Pesantren di Mesir ===
Setelah sekian lama di [[Mekkah]], kemudian beliau berangkat ke [[Mesir]] dengan maksud mau melanjutkan ''thalab'' ilmunya. Namun, [[Ulama]] [[Mesir]] sama berkata, "Sudah tidak ada guru buat
=== Pesantren Bunikasih ===
Kemudian Mama Gentur pulang ke Cianjur melanjutkan mengaji ke Syeikh Shoheh Bunikasih kemudian mukim di Gentur. Sebelum mukim, beliau membaca
Suatu ketika, beliau khusus diundang makan-makan oleh
▲Sebelum mukim, beliau membaca [[Shalawat Nariyyah]] terlebih dahulu sebanyak 4444 kali dengan maksud supaya mukimnya ditambah-tambah ilmu dan tambah-tambah manfaatnya. Cara [[Mama Gentur]] dalam menyebarkan ilmunya yaitu beliau tidak pernah mengajarkan suatu ilmu kepada murid- muridnya kecuali telah ia amalkan terlebih dahulu. Beliau mengijazahkan [[shalawat]] untuk umum sesudah diamalkan terlebih dahulu selama 40 tahun. Beliau pernah diminta ngaji kitab Tuhfah Muhtaj, sebelum diaji beliau puasa dulu selama 40 hari. Jika makan, beliau cukup dimangkok dengan garam. Beliau tidak pernah makan enak sebagaimana keadaan beliau pada waktu nyantri di pesantren.
▲Suatu ketika, beliau khusus diundang makan-makan oleh '''Om Muharam'''. Ia adalah seorang [[saudagar]] kaya raya di [[Cianjur]]. Segala makanan dan minuman disediakan. Namun, yang dimakan beliau cuma sedikit nasi yang dicuilkan ke garam saja. Begitulah menu beliau makan selamanya. Cuma pernah sesekali makan agak beda, termasuk mewah menurut beliau yaitu waktu makan dengan pepes burayak (ikan kecil) hasil ternak beliau, sebab kasab beliau yaitu ternak telur ikan hingga jadi burayak.
Malah, suatu ketika
▲Malah, suatu ketika '''Mama Gentur''' nernak telur ikan di kolam. Ketika sudah jadi burayak, tidak biasanya waktu itu bibit telur jadi dan mulus semuanya. Dari situ '''Mama''' memanggil pekerjanya yang bernama '''Ki Yusuf'''. Kata beliau, "Suf, coba kesini bawa cangkul!" Ki Yusuf menjawab, "Ada apa, Kang?" Kata Mama Gentur, "Kamu lobangi pinggir kolam ini, kemudian buanglah sebagian airnya!" Ki Yusuf heran, "Kalau begitu bukankah burayaknya pasti pada kabur, Kang?" Kata Mama Gentur, "Iya sengaja biar pada kabur ikan-ikannya takutnya ini istidraj karena sadar diri belum bisa ibadah". Setelah terbuang sebagian air dan ikan-ikannya, barulah Ki Yusuf disuruh menutup kembali lubang air tadi.
Semasa hidupnya beliau mengarang rupa-rupa kitab kurang lebih sekitar 80 kitab berbahasa [[Arab]] dan [[Sunda]]. Diantaranya adalah :
# Sirojul Munir (dalam ilmu fiqih)
Baris 100 ⟶ 79:
# Muntijatu Lathif (dalam ilmu shorof)
# Dan Lain-lainnya
Sebagian karangannya dalam ilmu bayan ada yang menyebar sampai '''Tanah Arab'''. Para [[Ulama]] [[Arab]] dan [[Mesir]] banyak yang membaca hasil karya beliau dan memujinya seraya berkata, "Ternyata di '''Tanah Jawa''' ada juga ulama yang luas ilmunya".<ref>{{cite book|authors=Ahmad Syathibi|title=Manaqib Mama Ahmad Syathibi Gentur |year=edisi pertama,
== Murid-muridnya ==
|