SMP Negeri 1 Magelang

sekolah menengah pertama di Kota Magelang, Jawa Tengah

SMP Negeri 1 Magelang adalah sebuah sekolah mengah pertama unggulan di provinsi Jawa Tengah. SMP Negeri 1 Magelang terletak di Jalan Pahlawan 66 Magelang sekitar 500 m sebelah selatan Taman Kota Bada'an.

SMP Negeri 1 Magelang
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magelang
Informasi
Didirikan1942
JenisRintisan Sekolah Bertaraf Internasional
AkreditasiA
Kepala SekolahBpk.Kunadi
Jumlah kelas8 kelas setiap tingkat
Rentang kelasVII RSBI, VIII RSBI dan IX RSBI
KurikulumKurikulum 2013
Jumlah siswa600-an siswa (30 siswa per kelas)
StatusNegeri
Alamat
LokasiJalan Pahlawan 66 Magelang, Kota Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
Tel./Faks.(0293) 362525
Situs webwww.smpn1-mgl.sch.id
Moto
MotoTaqwa, Unggul dalam prestasi, berbudaya, dan lingkungan asri

Geografi

SMP Negeri 1 Magelang terletak di Jl. Pahlawan 66 Kota Magelang.

Sejarah

SMP Negeri 1 Magelang menempati gedung sekolah bekas peninggalan zaman Belanda yang hingga kini telah beberapa kali direnovasi. SMP Negeri 1 Magelang memiliki berbagai cerita bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan zaman penjajahan. SMP Negeri 1 Magelang memiliki luas 7.717 m yang terletak di Jalan Pahlawan 66 Kota Magelang. Dari segi wilayah, sekolah ini berada di Kampung Botton, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Lembaga pendidikan ini berdiri pada masa penjajahan Jepang, yaitu tahun 1942. Pada masa itu lebih dikenal dengan nama SMP Botton, karena letaknya berada di Kampung Botton. Sekolah menengah pada masa penjajahan Jepang diberi nama "Syoto Chu Gakko" (Prastowo, 1945 : 17).

Di Kota Magelang pada masa Hindia Belanda hanya terdapat empat Sekolah tingkat menengah, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Sekolah Yayasan Kristen, Sekolah Menengah milik Perguruan Taman Siswa dan Sekolah Menengah tingkat atas MOSVIA (Midlebare Opleiding School Vor Inlandiche Ambtenaren). MOSVIA adalah Sekolah yang mendidik calon-calon Pamong Praja. Saat dibukanya SMP Magelang yang terletak di Jalan Botton (sekarang Jalan Pahlawan) sekolah tersebut baru mempunyai 4 kelas, dengan jumlah guru 4 orang, yaitu Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (merangkap direktur), Bapak Soediman, Bapak Mardiyo dan Bapak P. Siagian (Prastowo, 1945 : 18). Mata Pelajaran yang disajikan adalah Pelajaran Umum, disamping Bahasa Jepang serta Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Kegiatan Belajar Mengajar pada saat itu harus disesuaikan dengan Kurikulum dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh penguasa Jepang.

Dibandingkan dengan Sekolah lain, SMP Negeri 1 Magelang memiliki nilai perjuangan yang ikut serta dalam meraih dan mempertahankan Kemerdekaan dari penjajah Jepang. Hal ini terbukti bahwa di lokasi lingkungan sekolah, terdapat tugu Pahlawan "Rantai Kencana", untuk mengenang 3 orang siswa yang gugur membela gurunya yang pada waktu itu disekap oleh tentara Jepang. Siswa yang gugur diantaranya Prapto Kecik, Soeprayitno dan Surono ( Panitia Reuni, 1995 : 9 ). Nama rantai Kencana diambil dari Organisasi Siswa, yang pada saat ini setaraf dengan OSIS. Pencetusan nama Rantai Kencana merupakan hasil musyawarah pada pertemuan antara perwakilan siswa yang bernama Nakula Soenarto (kini Prof. Dr. Dipl. Ing. Dan Guru Besar pada Fakultas Teknik UI) dengan Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (direktur).

Untuk mengabadikan Rantai Kencana, sampai saat ini nama tersebut dipakai untuk nama kelompok Drum Band SMP Negeri 1 Magelang serta nama majalah dinding sekolah. Perlu diketahui bahwa pada tangal 26 Oktober 1994, Ibu Mien Sugandi (mantan Menteri Negara UPW) berkenan hadir di SMP Negeri 1 Magelang untuk meresmikan tugu Pahlawan Rantai Kencana dan dalam rangka Reuni Besar Paguyuban Rantai Kencana. Disamping Ibu Mien Sugandi dan Ibu Inten Suweno (mantan Menteri Sosial), masih banyak lagi alumni yang menjadi orang penting / pejabat. Seiring dengan lajunya perkembangan zaman dan pembangunan, SMP Negeri 1 Magelang telah mengalami pergantian kepemimpinan sekolah, sejaka masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai sekarang. Dapat dijelaskan tentang nama-nama Kepala Sekolah :

Kepala Sekolah Pertama : Bp. Soetedjo Atmodipoerwo ( 1942 - 1944 ) Kepala Sekolah Kedua : Bp. P. Siagian ( 1944 - 1946 ) Kepala Sekolah Ketiga : Bp. M.S. Hadisapoetro ( 1946 - 1953 ) Kepala Sekolah Keempat : Bp. Widyo Sapoetro ( 1953 - 1963 ) Kepala Sekolah Kelima : Bp. R.I. Soewarno ( 1963 - 1965 ) Kepala Sekolah Keenam : Ibu Rr. Soekarlina ( 1965 - 1972 ) Kepala Sekolah Ketujuh : Bp. Soenarto ( 1972 - 1983 ) Kepala Sekolah Kedelapan : Bp. Joko Sulih ( 1983 - 1989 ) Kepala Sekolah Kesembilan : Ibu Moeslikah ( 1989 - 1990 ) Kepala Sekolah Kesepuluh : Ibu Hj. Dra. Armani ( 1990 -1994 ) Kepala Sekolah Kesebelas : Bp. Sutrisno ( 1994 - 1999 ) Kepala Sekolah Keduabelas : Ibu Th. Sri Ambarwati ( 1999 - 2004 ) Kepala Sekolah ketigabelas : Bp. Toto Karta Gunawan, S.H. (PLH 2004) Kepala Sekolah Keempatbelas : Bp. Drs. Harry Sumaryanto, M.Pd. ( 2004 - 2006 ) Kepala Sekolah Kelimabelas : Bp. Papa Riyadi, S.Pd., M.Pd ( 2006 - 2012) Kepala Sekolah Keenambelas:Bapak Kunadi (2012-sekarang Telah disebutkan dimuka bahwa pada waktu berdiri hanya memiliki 4 kelas. Oleh karena kemajuan pembangunan, saat ini SMP Negeri 1 Magelang telah memiliki 21 ruang kelas dan ruang-ruang pendukung lainnya. Hal ini sesuai dengan perubahan tipe sekolah, dari tipe C menjadi tipe B (SK. Dirjen Dikmenum No. 443/C/Kep/I/1993, tanggal 21 September 1993). Selain fisik, prestasi akademik maupun non - akademik yang diraihpun selalu meningkat, baik ditingkat Kota, Provinsi, Nasional maupun Internasional. Dan sekarang 2012 smp 1 mgl, sudah 100 tahun bangunannya

Profil Rantai Kentjana

RANTAI KENTJANA adalah sebuah organisasi intra sekolah yang dibentuk atas prakarsa Bapak Almarhum Soetedjo Atmodipoerwo pada pertengahan tahun 1942, saat dia sebagai direktur SMP Magelang pada zaman pendudukan Jepang. Maksud didirikanya orgainsasi ini waktu itu adalah untuk sebagai antidotum (penangkal) dari adanya wabah men-Jepangkan semua kegiatan pelajar saat itu. Nama Rantai Kenjtana diambil dari istilah zaman lampau “De Gulden Keten”. Diibaratkan rantai itu organisasi keseluruhan dan mata rantai anggota masing-masing. "Kekuatan keseluruhan organisasi ditentukan oleh kekuatan mata rantai yang terlemah". Pesan yang ingin disampaikan: "Hendaknya tiap-tiap mata rantai berusaha agar dirinya kuat dan terpelihara dengan baik demi tercapainya kekuatan lebih besar bagi rantainya".

Tujuan utama pendirian organisasi sekolah tersebut untuk menampung dan sebagai wadah bagi kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan sebagai wadah bagi Magelang, yang pada waktu zaman Jepang dinamakan CHU GAKKO. Di samping itu juga untuk menyalurkan bakat dan kegiatan-kegiatan olahraga, kesenian dan sosial budaya. Selain itu juga tempat memupuk dan menanamkan semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, menumbuhkan rasa kesetiakawanan dan kegotongroyongan di antara murid.

Dalam mencapai tujuannya dilandaskan pada lima prinsip utama yang menjadi falsafah dasar Rantai Kentjana yaitu :

Setia kepada Tuhan Yang Maha Esa Setia kepada Nusa dan bangsa Setia kepada Orang Tua Setia kepada Guru Setia kepada Sesama Kawan

Lambang rantai Kenjtana dicipta oleh Saudara Wahyu Soekotjo. Makna yang terkandung dalam lambang tersebut sebagai berikut :

Segitiga berlatar belakang warna hijau dengan pelisir warna kuning bermakna Rantai Kenjtana akan selalu berpegang pada tiga prinsip dasar dalam kehidupah bermasyarakat, yaitu: Pertama : Keyakinan adanya tuhan Yang Maha Esa Kedua : Pengabdian kepada Nusa dan bangsa Ketiga : Hormat serta cinta Kasih Kepada Orang Tua dan Guru

Sedangkan warna dasar kuning mempunyai arti keagungan dan kebesaran jiwa, dan hijau melambangkan kedamaian dan kesejahteraan lahir dan batin. Lima mata rantai yang saling mengkait yang terdapat di dalam segitiga menggambarkan watak dan sifat kekeluargaan yang berintikan rasa kesatuan dan persatuan abadi. Tulisan SMP yang terdapat dalam lingkaran mata rantai teratas bermakna almamater tempat kita menimba ilmu, tempat kita saling berjabat tangan, belajar bersama, bergembira bersama dan mengejar cita-cita.

Sejarah Rantai Kentjana

Semenjak kejatuhan sekutu oleh pasukan Jepang pada tahun 1942 maka terjadi perubahan yang mendasar dari kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Itulah yang sempat membuat kegiatan belajar mengajar sempat terhenti. Akan tetapi setelah melalui tahap persiapan selama 4 bulan, maka pada bulan Juni 1942 sekolah mulai dibuka lagi oleh pemerintah.

Pasca persiapan sistem dan kurikulum baru tersebut, maka secara bertahap sekolah-sekolah mulai dibuka. Baik itu dari tingkat dasar, menengah maupun kejuruan serta tingkat tinggi. Begitu pula di Magelang. Sejak Juni 1942 mulai dipersiapkan dibukanya kembali sebuah sekolah tingkat menengah dengan nama "Syoto Chu Gakko".

Pada masa Hindia Belanda di Magelang terdapat 3 sekolah tingkat menengah, ialah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pertama dikelola oleh Gubernemen, kedua oleh Yayasan Kristen dan yang ketiga kepunyaan Perguruan Taman Siswa. Ada juga sekolah setingkat sekolah menengah ialah MOSVIA (Midlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), sekolah yang mendidik calon-calon pamong praja.

Pada saat dibukanya SMP Magelang yang letaknya di Jalan Boton, telah memiliki 3 atau 4 kelas dengan jumlah guru hanya 4 orang, masing-masing Soetedjo Atmodipoerwo merangkap sebagai direktur yang dibantu 3 guru lainnya ; Soediwan, Mardiyo, dan P Siagian. Dengan penerapan kurikulum Jepang, maka belajar bahasa Jepang menjadi suatu kewajiban. Selain itu harus melakukan tata upacara Jepang seperti Seikerei. Seragam putih putih dengan pet putih dan rambut harus dipotong hingga plontos. Masa belajar hanya 4 atau 5 hari, karena pada hari Jum'at dan atau Sabtu melakukan kegiatan Kinrohoshi (semacam kerja bakti ke luar halaman sekolah, seperti tangsi militer, membuat lubah perlindungan, mengumpulkan biji jarak,dll).

Tanpa disadari latihan baris berbaris dan perang-perangan dapat menumbuhkan jiwa penuh disiplin dan mulailah berkembang kesadaran dan cinta tanah air, semangat patriotisme, serta kesediaan untuk berkorban bagi nusa dan bangsanya. Di sinilah cikal bakal munculnya semangat dengan cita-cita membebaskan negeri dari kungkungan penjajah. Hingga melahirkan pejuang-pejuang muda yang aktif dalam perjuangan fisik maupun diplomasi yang beberapa di antara mereka menjadi pahlawan yang berguguran di medan pertempuran dalam memperjuangkan kemedekaan bangsa dan negara.

Salah satu pahlawan yang akhirnya tempat dimana dia gugur dibangun Tugu Pahlawan Rantai Kentjana adalah Prapto Kecik. Pada waktu itu tanggal 31 Oktober 1945 terjadi kontak senjata antara Prapto Kecik dengan pasukan Jepang yang sedang melakukan teror berdarah di sekolah. Demi membela Almamater, kawan-kawan dan guru yang saat itu terancam jiwanya oleh pasukan teror Jepang, dia rela mengorbankan jiwanya. Akhirnya tempat dimana dia gugur; di salah satu sudut halaman dalam sekolah, dibangun monumen atas inisiatif murid-murid sendiri pada tahun 1947. Inilah yang melambangkan kepeloporan dan patriotisme pelajar waktu itu.

Para Eks Ketua Rantai Kentjana SMP Magelang (dari zaman Jepang - prakemerdekaan s/d thn 1948):

Nakoela Soenarta : 1942 - 1943 Soetarno : 1943 - 1944 Soetarto : 1944 - 1945 Moch Mahmud : 1945 - 1946 Soetardjo : 1946 - 1947 Soekarno : 1947 - 1948 Setelah itu praktis kepengurusan Rantai Kentjana di Sekolah SMP Magelang berakhir/terputus karena perang kemerdekaan II. Dan tidak lagi ada komunikasi dan informasi lengkap dari SMP sendiri.