Aku (puisi)

puisi karya Chairil Anwar
Revisi sejak 8 November 2015 11.22 oleh Sevht (bicara | kontrib)

Aku adalah sebuah puisi karya Chairil Anwar, karya ini mungkin adalah karyanya yang paling terkenal dan juga salah satu puisi paling terkemuka dari Angkatan '45. Aku memiliki tema pemberontakan dari segala bentuk penindasan. Penulisnya ingin "hidup seribu tahun lagi", namun ia menyadari keterbatasan usianya, dan kalau ajalnya tiba, ia tidak ingin seorangpun untuk meratapinya.

Chairil Anwar, penulis "Aku"

Puisi

Kalau sampai waktuku

'Ku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri h

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Rilis

Anwar pertama kali membaca "AKU" di Pusat Kebudayaan Jakarta pada bulan Juli 1943. Hal ini kemudian dicetak dalam Pemandangan dengan judul "Semangat", sesuai dengan dokumenter sastra Indonesia, HB Jassin, ini bertujuan untuk menghindari sensor dan untuk lebih mempromosikan gerakan kebebasan. "AKU" telah pergi untuk menjadi puisi Anwar yang paling terkenal . Penulis Indonesia, Muhammad Balfas mencatat bahwa salah seorang yang sezaman dengan Anwar, Bung Usman, menulis "Hendak Jadi Orang Besar???" dalam menanggapi "AKU". Balfas menunjukkan Usman yang sangat kesal oleh "vitalitas dan cara hidup yang baru" yang menunjukkan Anwar dalam puisi itu.

Analisis

 
"Aku" karya Anwar pada sebuah dinding di Belanda

Menurut seorang sarjana sastra Indonesia asal Timor, AG Hadzarmawit Netti, judul "Aku" menekankan sifat individualistis Anwar, sedangkan judul "Semangat" mencerminkan vitalitas. Netti menganalisis puisi itu sendiri sebagai mencerminkan kebutuhan Anwar untuk mengendalikan lingkungan dan tidak dibentuk oleh kekuatan luar, menekankan dua bait pertama. Menurut Netti, dengan mengendalikan lingkungannya, Anwar mampu melindungi kebebasan dan sifat individualistis. Netti melihat garis akhir sebagai cerminan kebanggaan Anwar di alam individualistis, akhirnya diduga bahwa Anwar akan setuju dengan filosofi Ayn Rand tentang objektivitas. Sarjana sastrawan Indonesia, Arief Budiman mencatat bahwa "Aku" mencerminkan pandangan Anwar, bahwa orang lain tidak harus peduli untuk dia karena ia tidak peduli terhadap sesama. Budiman juga mencatat bahwa bait ketiga dan keempat mencerminkan pandangan Friedrich Nietzsche bahwa penderitaan membuat orang kuat.

Pranala luar