Komunikasi tradisional
Artikel ini sedang dalam perbaikan. Untuk menghindari konflik penyuntingan, mohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan. Halaman ini terakhir disunting oleh Oboy djais (Kontrib • Log) 3210 hari 1331 menit lalu. |
Komunikasi tradisional adalah Sebuah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.
Teori
Menurut Sajogyo (1996) komunikasi tradisional merupakan saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa. Pada zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan, namun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan komunikasi tradisional, misalnya masyarakat pedesaan
Bentuk-bentuk komunikasi tradisional
- Lambang Isyarat
Pada awalnya, orang menggunakan anggota badannya untuk berkomunikasi “bahasa badan” dan bahasa non-verbal. Contohnya dengan gerak muka, tangan, mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat sederhana.
- Simbol
Simbol-simbol dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina, yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.
- Gerakan
Gerakan-gerakan dalam semaphore yang dilakukan untuk menyampaikan sebuah pesan/informasi maupun gerakan-gerakan dalam tarian yang bertujuan menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-bentuk komunikasi tradisional yang menggunakan gerakan.
- Bunyi-bunyian
Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda bahaya yang disampaikan dengan sirine atau kentongan.
Penerapan
Wayang sebagai Teknologi komunikasi
Salah satu sifat dasar manusia adalah untuk selalu menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan wujud awal keterampilan manusia dalam berkomunikasi. Keterampilan ini dimulai dengan komunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal. Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan wayang sebagai teknologi komunikasi.
Wayang adalah salah satu teknologi komunikasi yang bisa digunakan sebagai sarana hiburan, pendidikan (agama), maupun kritik sosial. Sebagai salah satu sarana hiburan wayang menyajikan berbagai cerita yang bersifat menghibur. Sebagai sarana pendidikan wayang menyajikan cerita-cerita yang sarat makna dan memberikan berbagai pelajaran bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai media pembelajaran anak-anak menggunakan media-media tradisional salah satunya dengan wayang.
Selain itu wayang juga mepunyai fungsi sebagai media sosialisasi kepada masyarakat. Wayang digunakan sebagai alat untuk mensosialisasikan berbagai persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat agar mudah dimengerti dan dicari jalan keluarnya. Penggunaan wayang sebagai alat komunikasi tradisional dinilai efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Salah satu contoh nyatanya, tanggal 14 Desember 1977 di Kota Bandung pernah digelar pertunjukan wayang golek yang mengangkat tema Keluarga Berencana. Pertunjukan ini bertujuan untuk mensosialisasikan program Keluarga Berencana kepada masyarakat jawa barat. Dalam pertunjukan ini, proses komunikasi juga sangat didukung dan ditentukan oleh dalang yang berperan dibelakang layar sebagai pribadi kepercayaan yang berdialog dan mengetahui tanggapan penonton dalam waktu seketika. Dalang dalam hal ini bertindak sebagai saluran penerangan dan sumber motivasi. Bersama jurukawih yang melantunkan suara dengan pemilihan kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati penonton serta wiraswara yang ketanggapannya diperlukan dalam berdialog untuk menghidupkan percakapan, ketiganya memegang peranan penting dalam membawakan misi menggalakkan Program Keluarga Berencana
Intinya, pertunjukan wayang sebagai salah satu media komunikasi tradisional memberikan gambaran nyata yang lebih mudah dicerna dan dimengerti, serta memberikan sentuhan tersendiri (yang mungkin lebih dalam) pada hati nurani masyarakat yang menyaksikannya.
Referensi
- Effendy, Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
- Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada