Sistem imun adaptif
Sistem imun adaptif (bahasa Inggris: adaptive immune system, acquired immune system) adalah mekanisme pertahanan tubuh berupa perlawanan terhadap antigen tertentu[1] yang bersifat akut.[2]
Sistem imun adaptif ini tergantung pada interaksi antara limfosit B dan limfosit T. Ada tiga jenis molekul yang penting dalam hal ini yaitu protein MHC, imunoglobulin, dan reseptor sel T.[3]
Mekanisme sistem imun adaptif
Patogen dapat mengembangkan strategi untuk mengecoh atau menekan mekanisme sistem imun bawaan demi mempertahankan infeksi yang telah dijangkitnya. Saat replikasi, antigen penyebab infeksi untuk mencanangkan fokus infeksi - misalnya dengan membentuk koloni, telah melampaui ambang batas sistem imun adaptif sehingga terjadi perubahan metabolisme yang ditandai dengan gejala hiperfibrinogenemia dan hipoalbuminemia,[4] sistem imun adaptif akan tercetus[5] dengan aktivasi memori imunologis. Respon imun adaptif diberikan oleh sel efektor dan molekul terkait, sekitar hari keempat atau kelima setelah infeksi awal. Setelah kadar antigen menurun ke bawah ambang batas sistem imun adaptif, respon akan berhenti, namun antibodi dan memori imunologis akan tetap bertahan dan memberikan perlindungan yang panjang untuk infeksi ulang yang dapat terjadi.
Induksi yang pertama, terjadi saat sel dendritik yang berada pada jaringan tempat terjadinya infeksi terikat antigen, teraktivasi menjadi APC, kemudian bermigrasi ke dalam sistem limfatik dan berakhir di nodus limfa atau limpa atau MALT. Sel T yang bermigrasi dari satu nodus limfa menuju ke nodus yang lain, akan menempel pada APC dan berusaha untuk mengenali antigen dengan memindai sel tersebut pada bagian MHC kelas II. Antigen yang tidak dikenali akan segera ditinggalkan oleh sel T untuk dipindai sel T yang lain hingga akhirnya dikenali. Pada saat tersebut, sel T akan berhenti bermigrasi dan akan mengikat erat APC. Kemudian teraktivasi untuk memicu sistem imun adaptif.[6]
Sel T0 atau sel T CD4 yang mengenali antigen melalui molekul MHC kelas II pada sel dendritik akan mengaktivasi LFA-1 yang menyebabkan ikatan kuat antara Sel T0 dengan APC. Setelah itu akan terjadi proliferasi dan diferensiasi sel T0, yang menghasilkan sejumlah sel T CD4 baru yang mempunyai reseptor sel T fungsional (bahasa Inggris: armed-effector T cell). Diferensiasi sel T sebagai berikut:
- sel TH1 akan dihasilkan jika virus atau bakteri menginduksi sekresi IL-12 dari APC. IL-12 kemudian menjadi stimulasi bagi sel NKT untuk mengeluarkan IFN-γ. Aktivasi LFA-1 pada T0 terjadi dengan stimulasi IL-12 dan IFN-γ. Sel TH1 akan mensekresi IL-2, TNF-ß, IFN-γ.
Antigen yang dapat dikenali lebih khusus disebut sebagai imunogen,[1] dan reaksi tersebut terjadi di area antigen yang disebut epitop.
Diferensiasi sel T yang terjadi:
- sel TH2 akan dihasilkan dengan aktivasi LFA-1 yang terjadi dengan stimulasi IL-4 yang disekresi oleh sel NKT karena stimulasi dari patogen jenis lain. TH2 akan mensekresi IL-4, IL-5, IL-13.
Sel TH1 akan bertindak sebagai stimulator MAC, sedangkan sel TH2 akan berfungsi sebagai aktivator sel B.
Komponen selular
Aktivasi penuh sel T CD4 membutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 hari. Setelah itu, sel T pembantu bermigrasi dari sistem limfatik menuju jaringan tempat terjadinya infeksi. Sepanjang ekstravasasi sel T pembantu terstimulasi lebih lanjut oleh molekul adhesi pada proses ekstravasasi dan terdiferensiasi menjadi sel T efektor yang berlainan, bergantung pada jenis jaringan yang dituju.
Di dalam jaringan, sel T efektor yang mengenali antigen akan mengeluarkan sitokin seperti TNF-α untuk mengaktivasi sel endotelial agar terjadi sekresi selektin-E, VCAM-1 dan ICAM-2 dan kemokin RANTES. Semuanya itu untuk merekrut lebih banyak sel T efektor, monosit dan granulosit. TNF-α and IFN-γ yang disekresi sel T pembantu yang telah teraktivasi juga bersifat sinergis dengan proses peradangan berupa ekstravasasi.
Komponen humoral
Peran antibodi dalam sistem kekebalan, antara lain :[7]
- Untuk infeksi intraselular, virus dan bakteri terlebih dahulu perlu mengikat molekul tertentu yang terdapat pada permukaan sel target. Antibodi dapat mencegah terjadinya ikatan tersebut. Hal ini juga sekaligus mencegah masuknya toksin yang disekresi oleh patogen ke dalam sel.
- Antibodi yang menempel pada permukaan patogen akan mempercepat dikenalinya patogen tersebut oleh fagosit, oleh karena fagosit dilengkapi dengan fragmen konstan yang mengikat antibodi pada area konstan C
- Antibodi yang terikat pada permukaan patogen dapat mengaktivasi protein dari komponen komplemen.
Referensi
- ^ a b (Inggris)"The adaptive immune system". Gary E. Kaiser. Diakses tanggal 2010-03-08.
- ^ (Inggris)"Adaptive immunity to Infection". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-15.
- ^ (Inggris)Pritchard, Dorian J (2008). Medical Genetics at a Glance. Blackwell Publishing. hlm. 103. ISBN 978-1-4051-4846-7.
- ^ (Inggris)"The effect of prednisolone and a protein-deficient diet on plasma albumin and fibrinogen in a turpentine-induced acute-phase reaction in rats". Department of Internal Medicine, University of Berne; Ballmer PE, Studer H. Diakses tanggal 2010-10-23.
- ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-08. Chapter 10, second paragraph.
- ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-08. Section 10-4
- ^ (Inggris)"Immunobiology, chapter 9. The Humoral Immune Response". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-20. second paragraph