Debus (seni)
Debus merupakan jenis kesenian tradisional dari Jawa Barat dan Banten terutama orang Sunda, yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.
Debus adalah Salah satu jenis kesenian tradisional rakyat jawa Barat yang terdapat didaerah Pamempeuk, Kabupaten Garut ini tercipta kira-kira pada abad ke-13 oleh seorang tokoh penyebar agama islam, pada waktu itu di daerah tersebut masih asing dan belum mengenal akan ajaran islam secara meluas, tokoh penyebar agama islam disebut adalah Mama Ajengan.
Di Banten kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu.
Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.[1]
Kesenian Debus yang sering dipertontonkan di antaranya:
- Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka.
- Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
- Memakan api.
- Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah.
- Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
- Menggoreng telur di atas kepala.
- Membakar tubuh dengan api.
- Menaiki atau menduduki susunan golok tajam.
- Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.[1]
Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.
Sejarah
Mama Ajengan berpikir dalam hatinya bagai manakah caranya untuk dapat menyebar luaskan atau mempopulerkan ajaran agama islam karena pada waktu itu sangat sulit sekali karena banyak kepercayaan-kepercayaan dan agama lain yang di anut oleh masyarakat setempat, sedangkan ajaran agama islam pada waktu itu masih belum dipahami dan di mengerti maknanya.[2] Pada tengah malam bulan purnama Mama Ajengan mengumpulka para santrinya untuk bersama-sama menciptakan satu kesenian yaitu menabuh seperangkat alat-alat yang terbuat dari pohon pinang dan kulit kambing sehingga dapat mengeluarkan bunyi dengan irama yang sangat unik sekali yang kemudian kesenian tersebut dinamakan debus.v Dengan cara menyajikan kesenian ini, diharapkan dapat menarik masa yang banyak, Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dalam menjalankan tugas menyebarluaskan ajaran agamanya nanti dan mungkin akan banyak rintangan-rintangannya maka disamping belajar kelihaian menabuh alat-alatnya diajarkannya pula ilmu-ilmu kebatinan baik rohani maupun jasmani dipelajarinya pula ilmu-ilmu kekebalan /kekuatan dalam dirinya masing-nasing umpamanya tahan pukulan benda-benda keras seperti batu bata, kayu, kebal terhadap golok-golok tajam dsb.[2] Menjalani dan mendalami berbagai ilmu-ilmu kebatinan tersebut untuk menjaga apabila terjadi dikemudian hari sewaktu mereka mempopulerkan ajaran agamanya.[2] Didalam rangka mempertunjukan kesenian debus tersebut mama Ajengan dan para santrinya yanh telah mahir dan dibekali oleh ilmu-ilmunya masuk, keluar kampung bahkan ke berbagai kota mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat umaro tua muda, laki-laki perempuan sambil memasukkan pengaruh ajaran agamanya lewat kesenian yang dipertunjukannya itu dengan membawakan lagu-lagu solawatan dan berjanji yang mengambil dari kitab suci Al-qur'an yang isinya mengajak masyarakat banyak untuk dapat memahami dan melaksanakan ajaran agama islam.[2] Sampai sekarang secara turun temurun kesenian debus masih dipergunakan sebagai media untuk menghibur para tamu yang datang ke daerah tersebut disamping itu sering disajikan pada acara hajatan (kenduri) umpamanya hajat chitana ,hajat perkawinan atau upacara hari besar Umat Islam, yang sangatunik sekali sampai sekarang masih diperingati tiap terang bulan purnama tanggal 14 oleh keturunan mama Ajengan.[2] Lagu-lagu pengiring pada kesenian debus biasanya bernafaskan Islam disamping berbahasa Arab, sebagai pujian dan pujaan yang menganggeungkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.[3] Syair lagu tersebut dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:[3]
Ibadallah rijalallah
Aqisuna liajlillah
Waqunu aonana fillah
Asa nabdho bifadillah
Waya aqta waya anjah
Waya sadatu ya ahbab
Wa antum ya solil albab
Ta'ala wansuru lillah
Saalnakum saalnakum Walizufa rojaonakum Walif amrin kosodnakum Pasusu azmakum lillah
Fata Robbi bisadati Takaqokli isarati Asatati bisarati Wa yaspu waktuna lillah
Mikasfil hajbi an aeni Wa raf il baeni min baeni Wa tamsil kaefi wal seni Ainuril wajhiya Allah
Solatulloh hi maolana Ala man bil hudajana Wa man bilhaqi aulana
Safiil haqi indallah,jst....
Sedangkan di Banten kesenian Debus yang mungkin berkembang sejak sekitar abad ke-18. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570) Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908).[1][4][5]
Referensi
- ^ a b c Kesenian Debus, Sejarah dan Ciri Khas Wisata Banten
- ^ a b c d e [1]
- ^ a b [Rostiyati, Ani dkk.(2004).Potensi Wisata Di Daerah Pameungpeuk Kabupaten Garut.Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah Jawa Barat.) (kaca 36)
- ^ Britannica Online Encyclopedia Rifāʿīyah (Sufi order).
- ^ Sejarah Singkat Debus. Keluarga Pencak Silat Nusantara.