Identitas gender

pikiran dan rasa seseorang terhadap gender mereka sendiri
Revisi sejak 3 Februari 2017 11.18 oleh RXerself (bicara | kontrib) (top)

Identitas gender adalah bagaimana pikiran dan rasa seseorang mengenai gendernya sendiri.[1] Identitas gender seseorang dapat selaras dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir atau justru sepenuhnya berbeda.[2] Seluruh masyarakat memiliki serangkaian kategori gender yang berperan sebagai dasar pembentukan identitas sosial seseorang serta dalam hubungannya dengan orang lain.[3] Di kebanyakan masyarakat, perbedaan yang paling sederhana ada pada sifat-sifat yang terkait dengan gender laki-laki dan perempuan[4] yang disebut pula sebagai binari gender yang dianut oleh kebanyakan orang. Gagasan tersebut juga mendorong penyesuaian hal-hal yang dinilai maskulin dan feminin di segala aspek seks dan gender: seks biologis, identitas gender, dan ekspresi gender.[5] Sementara itu, di beberapa masyarakat terdapat individu-individu yang tidak mengidentifikasi dirinya terhadap sebagian atau keseluruhan dari aspek gender yang ditunjuk kepada mereka berdasarkan seks biologis mereka.[6][7] Beberapa dari individu tersebut tergolong sebagai orang transgender atau genderqueer. Di beberapa masyarakat lainnya pula, terdapat kategori gender ketiga.

Inti dari identitas gender seseorang umumnya terbentuk saat usia tiga tahun.[8][9] Setelah usia tiga tahun, akan sangat sulit untuk mengubah identitas gender[8] dan jika dilakukan usaha pengubahan dapat menyebabkan timbulnya disforia gender.[10] Baik faktor biologis maupun faktor sosial telah digagas sebagai hal yang berpengaruh dalam pembentukan identitas gender.

Referensi

  1. ^ Morrow, D. F.; Messinger, L., ed. (2006). Sexual Orientation and Gender Expression in Social Work Practice. Columbia University Press. hlm. 8. ISBN 0231501862. Gender identity refers to an individual's personal sense of identity as masculine or feminine, or some combination thereof 
  2. ^ "Sexual Orientation and Gender Identity Definitions". Human Rights Campaign. 
  3. ^ Moghadam, V. M. (1992). "Patriarchy and the Politics of Gender in Modernizing Societies: Iran, Pakistan and Afghanistan". International Sociology. 7 (1): 35–53. doi:10.1177/026858092007001002. All societies have gender systems. 
  4. ^ Carlson, N. R.; Heth, C. D. (2009), "Sensation", dalam Carlson, N. R.; Heth, C. D., Psychology: the Science of Behaviour (edisi ke-4th), Pearson, hlm. 140–141, ISBN 9780205645244. 
  5. ^ Eller, J. D. (2015). Culture and Diversity in the United States: So Many Ways to Be American. Routledge. hlm. 137. ISBN 1317575784. ... most Western societies, including the United States, traditionally operate with a binary notion of sex/gender...  line feed character di |title= pada posisi 44 (bantuan)
  6. ^ MacKenzie, G. O. (1994). Transgender Nation. Bowling Green State University Popular Press. hlm. 43. ISBN 0879725966. ... transvestites existed in almost all societies. 
  7. ^ Zastrow, C. (2013). Introduction to Social Work and Social Welfare: Empowering People. Brooks Cole. hlm. 234. ISBN 128554580X. There are records of males and females crossing over throughout history and in virtually every culture. It is simply a naturally occurring part of all societies. 
  8. ^ a b Kalbfleisch, P. J.; Cody, M. J. (1995). Gender, Power, and Communication in Human Relationships. Psychology Press. ISBN 0805814043. Diakses tanggal 3 Juni 2011. 
  9. ^ Gallagher, A. M.; Kaufman, J. C. (2005). Gender Differences in Mathematics: An Integrative Psychological Approach. Cambridge University Press. ISBN 0-521-82605-5. 
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Boles101102