Mendong

Revisi sejak 8 Agustus 2017 01.26 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: penggantian teks otomatis (-angiosperms, +angiospermae)
Mendong
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
F. umbellaris
Nama binomial
Fimbristylis umbellaris
Sinonim
  • Scirpus umbellaris Lam.[2]
  • Scirpus globulosus Retz.
  • Fimbristylis globulosa (Retz.) Kunth

Sinonim selengkapnya, lihat The Plant List [3]

Mendong[4] (Fimbristylis umbellaris) atau disebut juga purun tikus adalah salah satu jenis rumput yang hidup di rawa, termasuk anggota suku Cyperaceae. Tumbuhan ini menghasilkan bahan anyaman, sehingga ia dibudidayakan di beberapa daerah. Nama-nama lokalnya, di antaranya, sié (Teupah); lai, mansiang mancik (Sumbar); baih-baih, mansiro baih, m. ibuh, m. lai, m. pandan (Mink.); purun tikus (Lamp., Banj.); méndong (Jw.); daun tikar (Man.); nanaiang (Sangihe); kamun, bérot, wérot, tèhèk (aneka dialek lokal di Sulut); tiohu (Goront.); tikogu (Buol); tiu (Barèe); tuyu (Palu)[5].

Pengenalan

Terna menahun, dengan rimpang kecil, tinggi 20-120 cm. Batang berambut panjang rapat, kaku, menyudut tumpul atau hampir bulat torak, kurang lebih memipih di bawah perbungaan, halus, berbelang, garis tengah 1-5 mm. Daun-daun acap tereduksi hingga tak memiliki helaian, serupa tabung, terpangkas miring ujungnya, berupa seludang bertepi kecokelatan; daun pada batang yang fertil atau tumbuhan muda memipih dan beralur-alur selebar 1,5 mm. Perbungaan di pucuk, tunggal atau majemuk, dengan 1-40 spikelet, yang terbesar serupa payung, 3-10 cm panjangnya. Buah bulir memipih, menyegitiga, atau cembung di dua sisinya, berbintil halus, 0,8-1 × 0,6-0,8 mm.[6]

Agihan dan ekologi

Mendong menyebar luas mulai dari India, Cina, Kawasan Malesia (terpencar-pencar), hingga Mikronesia dan Polinesia. Di Indonesia didapati di semua wilayah.[6]

Ia tumbuh di daerah bencah yang terbuka, paya-paya, rawa, lapangan rumput; biasanya di elevasi bawah, jarang hingga ketinggian 1.000 m dpl. Juga di sawah-sawah beririgasi, tadah hujan, sawah lebak, dan persawahan pasang-surut. Di sini rumput ini berpotensi menjadi gulma, meskipun tergolong minor.[6]

Manfaat

Batangnya dipakai untuk membuat anyaman yang berkualitas baik, lebih baik dari anyaman wlingi. Karena mutunya, pada masa lalu mendong banyak dibudidayakan di sawah-sawah atau bendang; terutama di sawah yang kurang baik hasilnya untuk padi. Daerah-daerah yang pernah membudidayakannya, antara lain di Sumbar (Batusangkar), Sulut, Sulteng, Jateng (Wonosobo, Solo), Jatim (Ngawi, Magetan, Madiun, Kediri, Blitar), Yogya (Sleman).[5] Sekarang, produksi mendong yang masih berjalan di antaranya dari Tasikmalaya (Jabar) dan Wajak (Jatim).

Mendong ditanam seperti menanam padi di sawah, namun dijaga agar sawahnya selalu berair. Rumpun mendong disabit setelah 6-9 bulan. Setelah diseleksi, batang-batang mendong itu dijemur, kadang-kadang digosok dan dipipihkan lebih dulu. Mendong yang berkualitas baik, setelah kering membentuk lembar-lembar selebar lk. 4 mm, pipih, lembut, dan terasa agak kenyal.[5] Lembar-lembar ini kemudian dianyam untuk membuat tikar dan aneka anyaman lain. Kini bahan anyaman mendong itu lebih lanjut diolah untuk dijadikan sandal kamar, tas, wadah berbentuk kotak atau tabung, penghias meja, almari dan dinding, dan lain-lain.

Catatan kaki

  1. ^ Vahl, M. 1805. Martini Vahlii, ... Enumeratio plantarum :vel ab aliis, vel ab ipso observatarum, cum earum differentiis specificis, synonymis selectis et descriptionibus succinctis. Vol. II: 291. Hauniae : Impensis Viduae, 1805.
  2. ^ Lamarck, J.B. 1791. Tableau encyclopédique et méthodique des trois règnes de la nature. Botanique. Tome I(1): 141. A Paris :Chez Panckoucke ..., 1791-1823.
  3. ^ The Plant List: Fimbristylis umbellaris (Lam.) Vahl
  4. ^ KBBI Daring: mendong
  5. ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 355-7. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda -1922- I: 296-8)
  6. ^ a b c Kostermans, A.J.G.H., S. Wirjahardja, and R. J. Dekker. 1987. "The weeds: description, ecology and control": 238-9, in M. Soerjani, A.J.G.H. Kostermans, and G. Tjitrosoepomo, (eds.). Weeds of Rice in Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka.

Rujukan lain

  • Wiersema, John H. & Blanca León. 2013. World Economic Plants: A Standard Reference, Second Edition: 307. CRC Press.

Pranala luar