Durga Umayi

novel karya Y.B. Mangunwijaya
Revisi sejak 22 November 2018 17.47 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Durga Umayi merupakan novel karya Y.B. Mangunwijaya.[1] Novel Durga Umayi merupakan novel terakhir karya Mangunwijaya.[1] Novel ini terbit pada tahun 1991 dalam bahasa Indonesia.[1] Durga Umayi dalam bahasa Inggris terbit pada tahun 2004.[2] Novel ini berlatar belakang sejarah, maka masuk dalam kategori novel sejarah.[3] Sejarah yang menjadi latar belakang novel ini adalah sejarah Indonesia pada masa penjajahan Jepang, dinamika awal kemerdekaan Indonesia, tragedi 1965 dan keadaan Indonesia pada masa Orde Baru.[3] Judul novel ini mengambil salah satu tokoh dalam cerita wayang, yaitu Durga Umayi atau Dewi Uma yang adalah istri dari Batara Guru.[4]

Y.B. Mangunwijaya, pengarang Durga Umayi

Tokoh dan penokohan

Tokoh utama Durga Umayi adalah Punyo Iin Sulinda Pertiwi Nusa Musbida.[1] Tokoh ini mempunyai panggilan mesra Iin, Linda, Tiwi, Nus, Nussy, atau Bi.[1] Iin mempunyai saudara bernama Brojol.[1] Walaupun saudara kembar Iin dan Brojol mempunyai karakter yang sangat berbeda.[5] Iin mempunyai jiwa pemberontak yang membuat dia mengumpulkan harta dan ketenaran, bahkan melalui cara yang curang dan licik.[5] Sementara Brojol cukup puas dengan menjadi petani desa.[5] Iin dan Brojol adalah anak hasil perkawinan seorang kopral Heiho, tentara pribumi selama pendudukan Jepang, dengan sorang perempuan yang membuat makanan ringan dari ketela.[5] Di balik pemunculan dua tokoh kembar yang bertolak belakang ini, Mangunwijaya hendak membuat analogi dengan negara dan rakyat.[5]

Permainan bahasa

Ciri khas dari penulisan Mangunwijaya dalam Durga Umayi adalah permainan bahasa.[5]Pemainan bahasa dapat memberikan efek lucu atau juga sindiran.[5] Contoh yang paling kuat adalah nama tokoh utama dalam novel ini, Iin Sulinda Pertiwi Nusa Musbida.[5] Iin Sulinda dapat dibaca menjadi Insulinde.[5]Insulinde merupakan kata dalam bahasa Belanda yang menjadi istilah untuk menyebut kepulauan Indonesia.[5]Kemudian pertiwi adalah sebutan untuk ibu bumi dalam bahasa Indonesia.[5] Nusa adalah istilah bahasa Indonesia untuk menyebut pulau.[5] Kata ini menjadi bagian dari kata nusantara yang berarti kepulauan.[5] Kata nusantara sendiri tidak lain adalah istilah yang dipakai untuk menyebut Indonesia.[5]Terakhir, kata Musbida adalah pembelokan dari singkatan Muspida.[5] Muspida adalah singkatan dari Musyawarah Pimpinan Daerah.[5] Muspida adalah lembaga pada masa Orde baru yang terdiri dari para pemimpin daerah yang bertugas mengawasi implementasi kebijakan pemerintah Orde Baru.[5]Maka dari permainan bahasa dalam nama tokoh utama Durga Umayi, dapat dilihat ada maksud di balik permainan bahasa yang dilakukan Mangunwijaya dalam novel ini.[5]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f Y.B. Mangunwijaya (1991). Durga Umayi. Jakarta: Grafiti. ISBN 979-444-116-3. 
  2. ^ "Durga Umayi". University of Washington Press. Diakses tanggal 13 Mei 2013. 
  3. ^ a b Yoseph Yapi Taum. "Wacana Multikulturalisme dalam Novel Durga Umayi". Academia.edu. Diakses tanggal 13 Mei 2013. 
  4. ^ Hardjowirogo (1982). Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 41. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Pamela Allen (2004). Membaca, dan Membaca Lagi. Magelang: Indonesiatera. ISBN 979-9375-60-6.