Aleta Baun
Mama Aleta Baun (lahir di Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur 16 Maret 1966) adalah aktivis lingkungan untuk hak-hak masyarakat adat penentang penambangan marmer di Nusa Tenggara Timur.[1]
Sejarah
Sejak tahun 1980an pemerintah daerah secara ilegal menerbitkan ijin untuk perusahaan perusahaan tambang marmer dimana perusahaan-perusahaan ini mulai memotong batu marmer dari gunung keramat Suku Molo. Aktivitas yang dilakukan tanpa berkonsultasi dengan penghuni desa mengakibatkan penggundulan hutan, tanah longsor, dan meracuni sungai, dimana tumbuhan dan alam digunakan oleh penduduk untuk makanan, obat, dan juga pewarna alam dalam menenun.
Pada tahun 1990-an Aleta Baun memutuskan untuk melawan dan mulai mengorganisir protes kepada perusahaan perusahaan penambang, bersama tiga wanita lain mereka menggalang dukungan dari desa ke desa berjalan kaki hingga enam jam.[2] Protes tersebut mengakibatkan balasan kekerasan dari penambang dan Mama Aleta Baun terpaksa lari ke hutan bersembunyi dari ancaman pembunuhan. Ditengah tengah intimidasi, Aleta Baun tetap mengkampanyekan perlawanan selama 11 tahun.[2]
Puncak perlawanan
Puncaknya adalah di tahun 2006 Aleta Baun berhasil menggalang dukungan ratusan penduduk desa, dimana 150 wanita menenun di depan pintu tambang dan menduduki bukit Anjaf dan bukit Nausus di kaki Gunung selama satu tahun. Kaum pria membantu dengan mengasuh anak, memasak, dan mengirim makanan pada kaum wanita yang terus menenun menghalangi penambang.[2] Atas desakan masyarakat di dalam dan di luar negeri yang mendukung para wanita penenun, penambangan akhirnya dihentikan pada tahun 2007 dan pada tahun 2010.[3] Mereka secara resmi menarik diri dari lokasi.
Baun melanjutkan perlawanannya untuk proyek - proyek penambangan yang dijadwalkan untuk terjadi di bagian barat Nusa Tenggara Timur, salah satu upayanya adalah memetakan hutan - hutan tradisional sebagai bagian dari pengakuan untuk hak-hak wilayah oleh masyarakat adat dan mempertahankan tanah dari eksploitasi tambang, minyak, dan gas disamping perkebunan komersil.[2] Ia juga memimpin upaya mengamankan dan menanam kembali hutan yang rusak oleh aktivitas penambangan dan menyerukan kemandirian ekonomi menggunakan pengetahuan lokal yang berfokus pada penanaman berkelanjutan dan penjualan kerajinan tangan lokal. Untuk mengaktifkan dukungan pembaca layar, tekan pintasan Ctrl+Alt+Z.. Untuk mempelajari pintasan keyboard, tekan pintasan Ctrl+garis miring..
Saat ini, Mama Aleta memasuki babak baru perjuangan anti tambang untuk penyelamatan lingkungan, dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur 2014 – 2019.[4]
Referensi
- ^ satuharapan.com, Sinar Kasih,. "Satu Harapan: Aleta Baun Pejuang Lingkungan Hidup Menerima Goldman Environmental Prize". SatuHarapan.com. Diakses tanggal 2016-12-08.
- ^ a b c d VIVA.co.id, PT. VIVA MEDIA BARU -. "Aleta Baun, Perempuan Pahlawan Lingkungan dari NTT". Diakses tanggal 2016-12-08.
- ^ "Mama Aleta raih "Goldman Environmental Prize 2013" - ANTARA News". www.antaranews.com. Diakses tanggal 2016-12-08.
- ^ "Babak Baru Perjuangan Penyelamatan Lingkungan Mama Aleta Lewat DPRD NTT | Mongabay.co.id". www.mongabay.co.id. Diakses tanggal 2016-12-08.