Kamidana

Revisi sejak 27 November 2017 19.44 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Kamidana (神棚, kami-dana) adalah miniatur altar rumah tangga yang disediakan untuk menguilkan kami (dewa) Shinto. Benda ini biasanya didapati di Jepang sebagai sarana pemujaan kami.[1]

Suatu kamidana yang dilengkapi shimenawa dan shide.

Kamidana biasanya ditempatkan tinggi-tinggi pada permukaan dinding dan mengandung berbagai benda yang berkaitan dengan ritual keagamaan Shinto, dan yang terpenting adalah shintai, suatu benda yang berfungsi sebagai "rumah" bagi kami yang dipuja. Shintai biasanya berbentuk cermin bundar kecil, maupun berbentuk batu (magatama), perhiasan, atau objek lainnya yang memiliki nilai-nilai simbolis yang sepadan. Kami di dalam shintai biasanya merupakan dewa dari kuil lokal atau dewa khusus terkait pekerjaan sang pemilik rumah.

Pemujaan yang dilakukan pada kamidana umumnya meliputi doa-doa sederhana, sesajen (nasi, buah, air) dan bunga.[2] Sebelum bersembahyang pada kamidana sangat penting untuk mencuci tangan terlebih dahulu.

Pengelolaan kamidana

Kamidana pada rumah-rumah biasanya dipakai untuk menyimpan ofuda, sejenis jimat. Baik kamidana maupun ofuda dapat dibeli pada kuil Shinto. Ofuda dijual secara terang-terangan dan dibungkus oleh semacam kantong khusus. Ketika ofuda disimpan dalam kamidana maka ada beberapa peraturan yang harus diikuti.

Pertama, kamidana tidak boleh ditempatkan menyentuh tanah atau pada level pandangan mata. Kamidana harus ditempatkan lebih tinggi daripada mata. Kedua, kamidana tidak boleh dipasang di atas pintu, agar tidak dilewati orang di bawahnya, dan tidak boleh ditempatkan pada sudut/sisi ruangan yang menjadi jalur hilir-mudik dalam rumah (misal lorong). Terakhir, ketika ofuda dikuilkan pada kamidana, setelah kantongnya dibuang maka wajib menyiapkan sesajen berupa air, sake, atau makanan dan meletakkannya di depan kamidana, dan harus diperbarui secara berkala.[3]

Ofuda diganti pada tiap akhir tahun.[4] Namun kamidana dapat disimpan sampai lusuh dan tidak bisa digunakan lagi.

Contoh

Catatan kaki

  1. ^ Basic Terms of Shinto, Kokugakuin University, Institute for Japanese Culture and Classics, Tokyo 1985
  2. ^ Bocking, Brian. (1997). A Popular Dictionary of Shinto.
  3. ^ Bocking, Brian. (1997). A Popular Dictionary of Shinto.
  4. ^ Bocking, Brian. (1997). A Popular Dictionary of Shinto.

Referensi