Tjong Yong Hian
Artikel ini membutuhkan penyuntingan lebih lanjut mengenai tata bahasa, gaya penulisan, hubungan antarparagraf, nada penulisan, atau ejaan. |
Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. |
Tjong Yong Hian (1850-1911)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tjong Yong Hian dikenal juga sebagai Zhang Yu Nan atau Zhang Rong Xuan, keturunan keluarga Hakka, lahir di Guangdong, kota Songkou, kabupaten Mei Xian, Tiongkok Selatan, pada tahun 1850. Dia merantau dari Tiongkok ke Indonesia,berangkat melalui pelabuhan Shantou dan berlayar mengarungi Laut China Selatan, setelah berlayar selama 21 hari, dia mendarat di Jakarta (dulu namanya Batavia), tahun 1867 pada usia 17 tahun. Tiga tahun kemudian, setelah mempunyai tabungan yang cukup, Tjong Yong Hian meninggalkan Batavia menuju Medan, Sumatera, dengan niat memulai usaha sendiri.
Tjong Yong Hian fasih berbahasa Melayu yang merupakan bahasa terhormat di Sumatera Utara.
Dibarengi dengan jiwa filantropis, dimana rasa kasih sayangnya terhadap sesama perantau dan terhadap sahabat serta terhadap lingkungan sekitar. Berkawan akrab dengan siapa saja, dari berbagai bangsa, mulai dari Belanda, Arab, India dan Melayu. Tjong Yong Hian menjadi seorang pengusaha yang cepat meraih kesuksesan.
Mendirikan NV. Wan Yun Chong. Usahanya berkembang pesat sampai berinvestasi di perkebunan tebu, tembakau, karet dan agrikultur yang lain. Dia bekerja sama dengan bekas majikannya di Batavia, yaitu Tjong Fatt Tze memulai perusahaan perkebunan di Yogyakarta. menanam karet, kelapa, kopi dan teh. Mereka memiliki tanah seluas ratusan km persegi, meliputi 8 perkebunan karet dan pabrik pengolahan teh, sehingga dapat menyediakan lapangan kerja untuk ribuan orang. Kemudian membuka bank Jogja bekerja sama dengan Tjong Fatt Tze. Dengan bantuan adiknya Tjong A Fie, bisnis Tjong Yong Hian berkembang makin maju, berusaha lagi di bidang pembangunan real estate, di Medan yang dikenal kawasan Kesawan. Tahun 1907 mendirikan bank Deli bersama adiknya Tjong A Fie, dimana Bank Deli berusaha menghilangkan monopoli Bank Hindia Belanda, dimana Bank Hindia Belanda memiliki prosedur yang rumit untuk mengirimkan uang ke negara Tiongkok oleh orang Tiongkok perantauan di Sumatera. Usahanya menyebar ke berbagai penjuru dunia, dengan kapitalisasi modal terbesar di Asia Tenggara pada masa itu. Tjong bersaudara kembali bekerja sama dengan Tjong Fatt Tze mendirikan dua perusahaan pelayaran, di Batavia dan Medan bernama Yi Chong dan Fuk Guang.
Tjong Yong Hian diangkat oleh Belanda menjadi mayor dan adiknya Tjong A Fie diangkat menjadi sebagai kapten. Mayor adalah pangkat perwira menengah, peringkat terendah dalam ketentaraan, satu tingkat dibawah letnan kolonel dan satu tingkat diatas kapten.
Tjong Yong Hian sangat dihormati oleh komunitas Tionghoa dan sangat dihargai pemerintahan Belanda.
Pada tahun 1904, Tjong Yong Hian mendapat penghargaan tertinggi dari Belanda, atas dedikasi pengorbanan tenaga, pikiran dan waktu, demi keberhasilan suatu tujuan mulia : pengabdian melaksanakan cita-cita yang luhur untuk kemanusiaan.
Tjong Yong Hian memiliki dua bank
Pertama adalah bank Jogja yang berpatungan dengan bekas majikannya Tjong Bi Shi, dan kedua adalah bank Deli berpatungan dengan adiknya Tjong A Fie dan kawan-kawan.
Salah satu bentuk apresiasi dan penghargaan yang diberikan Pemerintah Kota Medan terhadap Tjong Yong Hian (abang kandung dari Tjong A Fie) adalah menabalkan nama Jalan Bogor menjadi Jalan Tjong Yong Hian dan meresmikan Taman Tjong Yong Hian di Jalan Kejaksaan Medan. Penabalan dan peresmian taman disaksikan langsung oleh pewaris dan keturunan Tjong Yong Hian, yaitu Budihardjo Chandra (Chang Hung Kuin). Penghargaan yang diberikan Pemko Medan kepada keluarga Alm. Tjong Yong Hian juga sebagai bentuk ucapan terimakasih terhadap kontribusi Tjong Yong Hian yang telah ikut serta membangun kota Medan di masa lalu. Taman Tjong Yong Hian yang ada di Jalan Kejaksaan Medan adalah tempat peristirahatan terakhir Tjong Yong Hian dan isterinya. Di gapura pintu masuk ke kawasan ini tertulis Taman Kebun Bunga (Mao Rong Yuan), setelah masuk beberapa meter ke dalam, di atas pintu masuk berpagar warna hijau baru ada tertulis Taman Tjong Yong Hian.
Kontribusi yang diberikan oleh Tjong Yong Hian terhadap Medan, Penang dan China ternyata mendapat perhatian dan penghargaan dengan gelar dari Pemerintah Qing untuk kontribusi sosialnya di China. Ia juga mendapat kehormatan diterima dua kali di Beijing oleh Ratu Ci Xi dan Kaisar Guang Xu. Pada tahun 1904, atas kontribusinya terhadap pembangunan Medan Tjong Yong Hian diberikan penghargaan dengan menamai sebuah jalan yang ramai Jalan Tjong Yong Hian, kemudian berubah menjadi Jalan Bogor. Serangkaian dengan Hari Pahlawan tahun 2013, Jalan Bogor ditabalkan kembali menjadi Jalan Tjong Yong Hian oleh Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Medan Dzulmi Eldin.
Tjong Yong Hian memiliki beberapa rumah di Medan dan China. Ia dan isterinya (Nee Xu) mempunyai tiga anak laki-laki Pu Ching, Cen Ching dan Min Ching dan tiga anak perempuan. Rumah keluarga Tjong di Medan terletak di Jalan Kesawan (sekarang Jalan A. Yani). Sementara di China, Tjong dan leluhurnya memiliki rumah di Meixian, China. Tjong Yong Hian meninggal dunia di usia 61 tahun (11 September 1911), ribuan pelayat dari segala suku dan kebangsaan. Tempat peristirahatan terakhir Tjong Yong Hian adalah di Taman Mao Rong sebuah taman miliknya di kawasan Jalan Kejaksaan Medan. Saat berada di Taman Tjong Yong Hian ini, luasnya tidak seperti aslinya lagi. Makam berwarna merah menyala Tjong Yong Hian dan isterinya menghadap ke kolam teratai. Taman ini tetap terjaga keberadaannya karena dirawat oleh cicit Tjong Yong Hian, Budihardjo Chandra (Chang Hung Kuin), generasi keempat, dan keluarganya.
Setelah wafat pada 1911, putra tertuanya Chang Pu Ching beserta saudaranya melanjutkan kegiatan sosial ayahnya dengan membangun jembatan Tjong Yong Hian yang melintasi Sungai Babura (Jalan KH. Zainul Arifin). Kini jembatan itu diberi nama Jembatan Kebajikan dan telah dijadikan sebagai salah satu warisan sejarah dan budaya Kota Medan, serta mendapatkan penghargaan Unesco Award Of Merit Tahun 2003.
Adik Tjong Yong Hian, yaitu Tjong A Fie yang meninggal pada tahun 1921, membuat surat wasiat tentang harta warisannya yang tidak boleh dipindah-tangan maupun diperjual-belikan kepada pihak lain. Semua warisannya harus dikelola oleh yayasan Toen Moek Tong.
Sementara, sampai saat ini, belum diketahui dengan jelas bagaimana isi surat wasiat dari Tjong Yong Hian.
Daftar Pustaka.
Chandra Budihardjo and family. 2011.Warisan Seorang Pemimpin Sejati Tjong Yong Hian.Medan. Intan Printing.
http://www.semedan.com/2015/08/tjong-yong-hian-abang-kandung-tjong-a-fie.html
http://www.semedan.com/2015/08/jembatan-kebajikan-the-virtuous-bridge..html
http://www.semedan.com/2015/08/mesjid-lama-mesjid-bengkok-medan.html
Partai dan parlemen lokal era transisi demokrasi di Indonesia
Setiono, Benny G, 2008, Tionghoa Dalam Pusaran Politik , Jakarta, Gudang Penerbit.
Jakarta : [Pusat Penelitian Politik], Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) : LIPI Press, 2007.
http://www.benerada.com/hiburan/perjuangan-seorang-tjong-yong-hian-di-medan/