Kabupaten Pesisir Selatan

kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia

Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.

Kabupaten Pesisir Selatan
Daerah tingkat II
Motto: 
Peta
Kabupaten Pesisir Selatan di Sumatra
Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Pesisir Selatan
Peta
Kabupaten Pesisir Selatan di Indonesia
Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Pesisir Selatan (Indonesia)
Koordinat: 1°21′00″S 100°34′01″E / 1.35°S 100.567°E / -1.35; 100.567
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Barat
Dasar hukumUU no 12 tahun 1956 Jis UU Drt no 21 tahun 1957 Jo UU no 58 tahun 1958
Ibu kotaPainan
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 15
  • Kelurahan: 182 nagari
Pemerintahan
 • BupatiH. Hendrajoni, SH., MH.
 • Wakil BupatiDrs. Rusma Yul Anwar, M.Pd.
Luas
 • Total5.749,89 km2 (222,004 sq mi)
Populasi
 (2006)
 • Total393.428
Demografi
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
1302 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0756, 0757
Kode Kemendagri13.01 Edit nilai pada Wikidata
DAURp689.380.494.000.-
Situs webhttp://www.pesisirselatankab.go.id/

Geografis

Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kota Padang, sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Provinsi Jambi, sebelah selatan dengan Provinsi Bengkulu dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia.

Kabupaten Pesisir Selatan terletak di pinggir pantai, dengan garis pantai sepanjang 218 kilometer Topografinya terdiri dari dataran, gunung dan perbukitan yang merupakan perpanjangan gugusan Bukit Barisan. Berdasarkan penggunaan lahan, 45,29 persen wilayah terdiri dari hutan, termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Cagar Alam Koto XI Tarusan, dan rawa gambut.[1]

Sejarah

Nama Pesisir Selatan berasal dari nama daerah ini pada masa penjajahan Belanda, afdeling zuid beneden landen (dataran rendah bagian selatan). Ketika itu pada tahun 1903 wilayah Bandar Sepuluh Inderapura dan Kerinci menjadi afdeeling yang dipimpin asisten residen yang berkedudukan di Inderapura sebagai pusat pemerintahan.

Melalui UU no 12 Tahun 1956 daerah ini menjadi kabupaten Pesisir Selatan Kerinci. Tahun 1957 dengan lepasnya Kerinci menjadi kabupaten sendiri di bawah provinsi Jambi, namanya berubah menjadi Pesisir Selatan saja.[1]

Sebelum abad 16

Sebelum abad 16, wilayah Pesisir Selatan merupakan daerah sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat yang terdiri dari rawa-rawa dataran rendah dan bebukitan yang sudah berpenghuni. Penghuninya waktu itu masih sangat sedikit. Mereka berasal dari berbagai negeri asal. Mereka tinggal di sepanjang pesisir pantai sebagai nelayan. Sebagian mereka datang dari pedalaman Sumatera atau hulu sungai Batang Hari. Sebagian lagi penyebaran dari daerah Indojati atau Air Pura. Dan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang dikenal sebagai Orang Rupit pelarian dari daerah Sungai Pagu Muara Labuh dan sekitarnya yang kemudian menyeberang ke Pulau Pagai.

Dipercaya sebelum abad 16 di mana pada era ini banyak terjadi ekspansi dan migrasi dari masyarakat Darek (Luhak Nan Tigo) ke berbagai daerah yang disebut rantau, diduga kuat wilayah Pesisir Selatan Tarusan Bayang dan Bandar Sepuluh sudah didiami oleh masyarakat dari Inderapura karena kerajaan Teluk Air Pura sudah eksis semenjak abad 9 Masehi, sementara kerajaan Sungai Pagu baru berdiri pada abad 17 Masehi, begitupula kerajaan Pagaruyung yang juga baru berdiri pada abad 17.

Tiga Wilayah Utama

Tarusan - Bayang - Salido Painan

Nenek moyang Koto XI Tarusan umumnya berasal dari nagari Guguk (dalam wilayah Kubuang Tigo Baleh, Solok sekarang) dan sebagian kecil merupakan ekspansi dari orang Bayang. Nenek moyang Bayang Nan Tujuh dan Koto Nan Salapan (Bayang Utara) berasal dari 3 nagari di Kubuang Tigo Baleh (Solok sekarang) yaitu : Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau.

Nenek moyang IV Jurai (Lumpo, Sago, Salido dan Painan) sebagian merupakan ekspansi dari Bayang (Lumpo, Sago dan Salido) dan sebagian merupakan ekspansi dari Batangkapeh (Bandar Sepuluh) yaitu Salido dan Painan. Namun Painan merupakan daerah yang dihuni oleh berbagai pendatang dari berbagai arah, dari utara maupun selatan. Salido merupakan daerah yang sangat makmur pada abad 17 hingga 18 karena aktifnya penambangan emas yang terdapat disini. Sekarang penambangan batubara juga mulai aktif di Salido.

Bandar Sepuluh

Nenek moyang Bandar Sepuluh umumnya dipercaya merupakan perantau dari Sungai Pagu (Solok Selatan) pada abad 15. Tapi tidak tertutup kemungkinan sebelum kedatangan mereka, Bandar Sepuluh sudah didatangi dan dihuni oleh masyarakat dari Inderapura dan sekitarnya. Disebut Bandar Sepuluh karena pada masa jaya-jayanya di wilayah ini terdapat sepuluh bandar atau dermaga ("Labuhan" dalam istilah setempat). Masing-masing nagari mempunyai dua dermaga yang terdapat di muara sungai-sungai besar di wilayah Bandar Sepuluh.

Renah Indojati

Inderapura merupakan kedudukan sebuah kerajaan maritim terbesar di pantai barat Sumatera dari abad ke 8 sampai abad ke 18 yaitu Kerajaan Inderapura yang sultannya masih ada sampai sekarang. Inderapura terkenal dengan dua puluh penghulunya yang merupakan perwakilan dari 3 nenek moyang mereka (6 di hilir, 6 di mudik dan 8 dari daerah lain). Inderapura merupakan daerah yang sudah tua, sudah dihuni semenjak abad ke-8 Masehi. Sementara Tapan terkenal dengan 4 penghulu sukunya sehingga disebut Basa Ampek Balai. Masyarakat Lunang dipercaya eksis semenjak era kesultanan Inderapura dan diduga nenek moyang mereka ekpansi dari masyarakat Inderapura sendiri, atau Sungai Pagu dan daerah sekitarnya. Lunang juga mulai eksis setelah era kesultanan Inderapura. Lunang mempunyai 8 orang penghulu suku yang berperan dan berkonsultasi kepada Mande Rubiah (keturunan Bundo Kanduang) sebagai yang dituakan dan dihormati di Lunang dan sekitarnya.

Abad 16 hingga abad 18

Pada tahun 1523 di Painan sudah berdiri sebuah surau, lembaga pendidikan agama di Minangkabau. Pada abad 16 ini pula, Pulau Cingkuk di Painan menjadi pelabuhan kapal international yang berjaya sebagai pelabuhan emas Salido.

Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido.

Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian.

Masyarakat Bayang pernah terlibat dalam perang melawan Pemerintah Hindia Belanda selama lebih kurang satu abad yaitu dimulai pada tahun 1663 sampai 1771.

Pada tahun 1915, pemuka adat nagari Bayang Nan Tujuh dan Koto Nan Salapan (sebelum menjadi kecamatan Bayang) mengadakan rapat di Koto Berapak dan Pulut-pulut merumuskan tambo (sejarah dan adat) Nagari Bayang yang menyatakan bahwa nenek moyang masyarakat Bayang dan cabang-cabangnya (Lumpo dan Salido) berasal dari tiga nagari di Kubuang Tigo Baleh (Solok sekarang) yaitu Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau. Mereka migrasi sesudah kedatangan nenek moyang masyarakat XI Koto Tarusan di sebelah utara, di balik bukit Bayang.

Abad 19 hingga Masa Kemerdekaan

Pasca Perang Paderi, semua wilayah Minangkabau dikuasai oleh pemerintahan kolonialis Hindia Belanda langsung dibawah kendali kerajaan Belanda, bukan lagi melalui VOC. Otomatis sistem pemerintahan di Pesisir Selatan juga mengikuti sistem yang dibangun oleh Belanda. Pemerintahan Adat di Pesisir Selatan juga dirombak oleh pemerintah Hindia Belanda seperti diciptakannya beberapa gelar penghulu yang baru dan menyingkirkan gelar-gelar yang dipegang oleh penghulu adat yang menentang Belanda.

Bukit Sigarapai diantara Lumpo dan Bayang menjadi saksi perjuangan rakyat Pesisir Selatan yang bergerilya menentang penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan ini, rakyat Pesisir Selatan banyak melakukan "ijok" atau bersembunyi di hutan-hutan.

Tonggak Sejarah

  • 19 Agustus 1621 dengan peristiwa penolakan tegas pembesar Pesisir Selatan terhadap kekuatan asing yang berpraktik imperialisme dan mengarah kolonialisme dan pengakuan Pagaruyung terhadap Pesisir.
  • 7 Juni 1663, Perang Bayang (1663-1711), perlawanan rakyat sarat dengan rasa nasionalis menolak Belanda membuat loji VOC pertama di kawasan Sumatera Barat, yakni di Pulau Cingkuk tahun 1662.
  • 6 Juli 1663, Perjanjian Painan lanjutan dari Sandiwara Batangkapas. Sandiwara menolak kebijakan politik Sultan Iskandar Muda (Aceh) menjaga ketat bahkan hendak menutup kota pantai pelabuhan Samudrapura, Indrapura dalam berdagang lada dan emas.
  • 28 Januari 1667, pertemuan tingkat tinggi antara Raja Minangkabau dan Belanda yang salah satu solusinya adalah pengakuan terhadap eksistensi Pesisir Selatan sebagai bagian integral wilayah sub kultur Minangkabau.
  • 6 Juni 1701, kemarahan rakyat Pesisir Selatan terhadap tipuan Belanda menawarkan jasa memadamkan huru-hara sebagai mantel praktik imperialism mengarah colonialism, dengan membakar loji VOC di Indrapura.

Kecamatan di Pesisir Selatan

Kabupaten Pesisir Selatan meliputi 15 kecamatan:[2]

  1. Koto XI Tarusan awalnya terdiri dari 11 koto. Sekarang sudah dimekarkan menjadi beberapa Nagari Yaitu: Siguntua, Taratak Sungai Lundang, Barung2 Balantai, Barung2 Belantai Timur, Duku, Duku Utara, Batu hampa, Batu hampa Selatan, Nanggalo, Kapuh Utara, Kapuh, Sungai Tawa Taluak Raya, Kampuang Pansua, Ampang Pulai, Pulau Karam, Carocok Anau, Mandeh, Sungai Nyalo Mudik Aia, Sungai Pinang, dan lain-lain].
  2. Bayang awalnya disebut sebagai nagari Bayang Nan Tujuh karena terdiri dari tujuh koto, kemudian dimekarkan menjadi beberapa nagari sampai sekarang.
  3. Bayang Utara awalnya disebut Koto Nan Salapan, terdiri dari Pulut-pulut, Muaro Air, Pancung Taba, Ngalau Gadang, Limau-limau dan Taratak Nan Tigo (Teleng, Pisang dan Baru).
  4. IV Jurai terdiri dari Lumpo, Sago, Salido dan Painan tetapi sekarang sudah dimekarkan menjadi beberapa nagari. Disini terletaknya pusat pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Painan.
  5. Batang Kapas, merupakan kepala dari Bandar Sepuluh, terdiri dari 5 Nagari Yaitu Nagari IV Koto Hile, Nagari Koto Nan Duo IV Koto Hilie, Nagari Koto Nan Tigo IV Koto Hile, Nagari IV Koto Mudiak, Nagari Taluak.
  6. Sutera, merupakan singkatan dari 3 nagari : Surantih, Taratak dan Ampiang Parak.
  7. Lengayang, terdiri dari dua nagari awal : Kambang dan Lakitan. Kambang merupakan wilayah asal penyebaran dari masyarakat Bandar Sepuluh. Nenek moyang dari Sungai Pagu turun melalui Kambang kemudian menyebar ke utara (Sutera dan Batangkapas) dan sebagian menyebar ke selatan (Ranah Pesisir dan Linggo Sari Baganti).
  8. Ranah Pesisir terdiri dari nagari Palangai (Balai Salasa) dan nagari Punggasan.
  9. Linggo Sari Baganti terdiri dari Punggasan dan Air Haji, merupakan ekor dari Bandar Sepuluh, berbatasan dengan wilayah Indojati.
  10. Pancung Soal, berpusat di Inderapura
  11. Air Pura, juga di wilayah Inderapura yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Pancung Soal
  12. Basa Ampek Balai Tapan, merupakan wilayah tengah dari Indojati. Di Tapan terdapat persimpangan jalan menuju Kerinci, Padang dan Bengkulu.
  13. Ranah Ampek Hulu Tapan, juga di wilayah Tapan, merupakan pemekaran dari Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan
  14. Lunang, tempat berkedudukannya Mande Rubiah. Sebagian wilayah Lunang adalah daerah transmigrasi.
  15. Silaut, sebagian besar wilayahnya merupakan lahan transmigrasi. Silaut adalah daerah paling selatan Kabupaten Pesisir Selatan dan Paling Selatan di Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Batas wilayah

Secara administratif, kabupaten ini memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Utara Kota Padang
Timur Kabupaten Solok, kabupaten Solok Selatan, dan kabupaten Kerinci
Selatan Kabupaten Mukomuko
Barat Samudra Hindia

Perekonomian

Sebagian besar penduduk Pesisir Selatan bergantung pada sektor pertanian tanaman pangan, perikanan dan perdangan. Sementara sumber daya potensial lainnya adalah pertambangan, perkebunan dan pariwisata.

Sektor perkebunan terutama perkebunan sawit mulai berkembang pesat sejak sepuluh tahun terakhir, yang berlokasi di Kecamatan Pancung Soal, Basa Ampek Balai dan Lunang Silaut. Melibatkan beberapa investor nasional dengan pola perkebunan inti dan plasma. Sebuah industri pengota minyak sawit CPO kini sudah berdiri di Kec. Pancung Soal, dengan kapasitas produksi sebesar 4.000 ton per hari.

Masakan khas

Di Pesisir selatan dikenal rendang lokan (sebangsa kerang hijau) bercangkang hitam. Lokan banyak terdapat dimuara sungai Indrapura dengan kedalaman ± 16 m'dan sungai batang Tarusan. Saat pengambilan Lokan penyelam tidak memakai alat bantu sama sekali.[butuh rujukan]

Objek wisata

Pesisir Selatan memiliki panorama alam yang cukup cantik dan mempesona. Kawasan Mandeh misalnya, sekarang kawasaan wisata ini oleh pemerintah pusat masuk dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) mewakili kawasan barat Indonesia.

Kawasan wisata potensial lainnya adalah Jembatan Akar, Water Pall Bayang Sani, Cerocok Beach Painan, Bukit Langkisau, Nyiur Melambai serta sejumlah objek wisata sejarah, seperti Pulau Cingkuak (Cengco), Peninggalan Kerajaan Inderapura dan Rumah Gadang Mandeh Rubiah Lunang.

Bila semua potensi pariwisata Pesisir Selatan tersebut dapat diekelola secara profesional tentu akan jadi sumber PAD andalan daerah pada masa mendatang. Untuk itu pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan membuka diri selebar lebarnya kepada investor yang berminat menanamkan modatnya di daerah ini.

Di Pesisir Selatan banyak terdapat objek wisata baik objek wisata alam maupun wisata sejarah dan budaya. Ada beberapa objek wisata yang terkenal, antara lain:

  1. Mandeh (Koto XI Tarusan)
  2. Bendungan Amping Parak Timur (Teratak Panas)
  3. Pantai Mandeh, Pantai Batu Kalang dan Taluak Sikulo (Tarusan)
  4. Pulau Keong (Batang Kapas)
  5. Pulau Cubadak
  6. Jembatan Akar (Bayang Utara)
  7. Air Terjun Bayang Sani (Bayang)
  8. Puncak Langkisau (Painan)
  9. Pantai Carocok (Painan)
  10. Benteng Portugis di Pulau Cingkuk (Painan)
  11. Bekas pertambangan emas di Salido
  12. Pantai Pasir Putih di Kambang
  13. Puing-puing Istana Kerajaan Inderapura di Muaro Sakai (Inderapura)
  14. Istana Mande Rubiah di Lunang
  15. Sako di Tapan
  16. Air Terjun Telun Berasap di Malepang Tapan
  17. Air Terjun Malaca di Panadah Tapan
  18. Pantai Sembungo Indah di Silaut

Dan banyak tempat wisata lainnya yang bisa dikunjungi.

Pendidikan

  1. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan
  2. Sekolah Tinggi Agama Islam Balai Selasa
  3. Sekolah Tinggi Agama Islam Madrasah Arabiah Bayang
  4. Universitas Terbuka di Tapan dan Lunang
  5. Sekolah Tinggi Agama Islam di Painan

Agama

Semenjak zaman Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman, dakwah Islam sudah menyebar di seantero Pesisir Selatan. Tak lama sesudah berdirinya sebuah surau di Painan oleh seorang Ulama bernama Burhanuddin, berdiri pula sebuah surau di Puluikpuluik, Bayang yang diprakarsai oleh Syekh Buyung Muda asal Puluikpuluik, rekan sesama murid Syekh Abdurrauf asal Aceh.

Begitu pula dengan berubahnya Kerajaan Inderapura menjadi Kesultanan Inderapura berkat usaha para ulama di Inderapura, telah menjadikan kesultanan ini sebagai pusat pengembangan dakwah Islam di bumi Inderapura dan sekitarnya.

Di Balai Selasa dan Salido sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Islam swasta dalam rangka memenuhi tuntutan pendidikan agama Islam di kabupaten ini.

Ulama yang termasyhur diantaranya adalah Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi atau dikenal dengan gelar Syekh Bayang, kelahiran 1864 dan wafat 1923 dan Haji Ilyas Ya'kub, seorang ulama dan pahlawan nasional dari Pesisir Selatan.

Khusus untuk Agama Katolik, walaupun penduduk Katolik di Sumatera Barat adalah minoritas, tetapi Kabupaten Pesisir Selatan ini masuk dalam Keuskupan Padang

Pembangunan

Yang menjadi isu pembangunan di Kecamatan Bayang sampai saat ini adalah pembangunan jalan tembus Bayang (Pasar Baru) - Alahan Panjang (Solok/Solok Selatan) dan Kambang (Lengayang) - Muara Labuh (Solok Selatan) yang terkendala oleh keberadaan hutan lindung Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Jalan tembus ini sudah lama dinantikan masyarakat kedua kabupaten demi kemajuan ekonomi mereka.

Pemekaran Kabupaten

Sejak tahun 2000, masyarakat di tiga kecamatan paling selatan di kabupaten ini telah memperjuangkan sebuah kabupaten baru yang meliputi daerah Renah Indojati yaitu Inderapura, Tapan, Lunang dan Silaut. Usaha pemekaran ini pada awalnya tidak direspon Pemerintah daerah Pesisir Selatan, namun saat ini perjuangan ini telah membuahkan hasil. Pada tahun 2012 ini telah dilaksanakan pemekaran tiga kecamatan di Renah Indojati menyusul pemekaran nagari yang telah dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan administratif sebuah kabupaten baru.

Sebagai kabupaten terluas di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan sangat layak untuk dimekarkan. Hal ini karena masyarakat di ujung selatan kabupaten ini sangat sulit mengakses pusat kabupaten yang jaraknya begitu jauh. Sampai saat ini masyarakat masih berjuang agar Kabupaten Renah Indojati yang diidamkan telah terbentuk. Renah Indojati terdiri atas 6 kecamatan yaitu:

  1. Basa Ampek Balai Tapan
  2. Lunang, perubahan nama dari Kecamatan Lunang Silaut
  3. Pancung Soal
  4. Air Pura, Pemekaran dari Kecamatan Pancung Soal
  5. Ranah Ampek Hulu Tapan, Pemekaran dari Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan
  6. Silaut, Pemekaran dari Kecamatan Lunang Silaut

Perjuangan pemekaran ini telah sampai di meja DPR RI. Masyarakat sangat berharap agar pemerintah pusat segera membentuk Kabupaten Renah Indojati.

Referensi

  1. ^ a b Daniel Dhakidae, ed. (2003). Profil Daerah: Kabupaten dan Kota Jilid 2. Penerbit Buku Kompas. hlm. 122–125. ISBN 979-709-054-x Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  2. ^ Kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan

Pranala luar