Wasil bin Atha'
Wasil bin Atha' (700-748) adalah teolog dan filsuf muslim terkemuka pada zaman dinasti Bani Umayyah. Pada mulanya ia belajar pada Abu Hasyim ‘Abdullah bin Muhammad al-Hanafiyah. Selanjutnya, ia banyak menimba ilmu pengetahuan di Mekkah dan mengenal ajaran Syi’ah di Madinah. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Bashrah dan berguru pada Hasan al-Bashri. Dialah pendiri madzhab Mu'tazilah.
Pengikut madzhab ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang paling utama adalah akal. Sedangkan wahyu berfungsi mendukung kebenaran akal. Menurut mereka apabila terjadi pertentangan antara ketetapan akal dan ketentuan wahyu maka yang diutamakan adalah “ketetapan akal”. Adapaun ketentuan wahyu kemudian dita'wilkan sedemikian rupa supaya sesuai dengan ketetapan akal, atas dasar inilah orang berpendapat bahwa timbulnya aliran Mu'tazilah merupakan lahirnya aliran rasionalisme di dalam Islam.
Hal ini menjadikan washil terkenal sebagai sosok yang sangat intelektual dan memiliki pemikiran yang tinggi. Pandangan-pandangannya tentang konsep ketuhanan membawa pengaruh besar terhadap sejarah pemikiran Islam. Bahkan Teologi Mu'tazilah yang didirikannya sempat didukung dan dianut oleh para khalifah selama berabad-abad dan menjadi salah satu aliran kalam terbesar sepanjang sejarah Islam sebelum akhirnya diruntuhkan oleh Imam Asy'ari.
Kejeniusan Washil tercermin secara dramatis ketika dirinya masih menjadi santri. Saat itu ia adalah santri yang paling disayangi oleh para guru di perguruannya karena keshalehan dan kecerdasannya, meski ia adalah seorang yang cadel atau tidak bisa mengucapkan huruf ra. Hal ini mengundang rasa iri di hati kawan-kawannya. Hingga pada suatu ketika, perguruannya menjadi tuan rumah dalam sebuah konferensi ulama sedunia, dan teman-teman yang tidak menyukainya berencana mengerjainya.
Saat acara dimulai, tiba-tiba nama Washil yang dipanggil untuk memberikan khutbah. Washil yang masih berstatus santri tentu sangat terkejut karena ia belum punya persiapan sama sekali. Ditambah lagi ia punya kelemahan, yaitu tidak mampu mengucapkan huruf ra. Semua itu merupakan rencana teman-teman Washil untuk mempermalukannya.
Washil kemudian diam sejenak seolah mencari inspirasi, lalu ia naik ke mimbar, namun yang terjadi sungguh di luar dugaan. Washil berkhutbah cukup panjang dan isi khutbahnya sungguh indah sampai-sampai membuat seluruh ulama yang hadir menangis terharu. Dan uniknya, khutbah itu tidak membuat para tamu tahu bahwa ia cadel, sebab khutbah tersebut sama sekali tidak menggunakan huruf ra dari awal sampai akhir. Washil menghindari setiap kata yang mengandung huruf ra dan menggantinya dengan sinonim yang dapat ia ucapkan.