Soetomo

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
Revisi sejak 15 Februari 2018 03.52 oleh Arissetyoutomo (bicara | kontrib) (Sejarah pertemuan soetomo dengan perawat belanda)
Untuk pahlawan dari Surabaya, lihat: Sutomo

Dr. Soetomo (30 Juli 1888 – 30 Mei 1938) adalah tokoh pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia.

Soetomo
Informasi pribadi
Lahir(1888-07-30)30 Juli 1888
Belanda Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia
Meninggal30 Mei 1938(1938-05-30) (umur 49)
Belanda Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
KebangsaanTemplat:Country data Belanda jonggolIndonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama kawan-kawan dari STOVIA inilah Soetomo mendirikan perkumpulan pergerakan kemerdekaan yang bernama Budi Utomo, pada tahun 1908. Setelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatera. Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Pada tahun 1919 sampai 1923, Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.

Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada tahun 1930 mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935 mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).

Wabah pes yang melanda beberapa tempat di Hindia Belanda pada 1917 membuat dr Soetomo harus pontang-panting. Ia datang ke berbagai lokasi untuk melayani penderita pes. Di tengah penanganan wabah itu, Blora menjadi kota paling berkesan bagi Soetomo.

Ia bertemu dengan perawat de Graff, tenaga medis yang didatangkan pemerintah Hindia Belanda membantu para dokter menangani wabah ini. Soetomo menjemput perawat itu di stasiun. Perempuan yang memiliki nama kecil Everdina Broering itu langsung membuatnya jatuh cinta.

Awalnya hubungan Soetomo-Everdina ditentang oleh kerabat mereka. Namun cinta yang terjalin sudah terlanjur erat. Keduanya menikah di Blora sebelum Soetomo ditugaskan ke Batujajar, Palembang.

Pada 1919, Soetomo berangkat ke Belanda bersama Everdina. Soetomo mendapat beasiswa memperdalam ilmu kedokteran di Universitas Amsterdam. Keberadaan Everdina tak menghalangi studi dan aktivitas Soetomo, bahkan rekan-rekannya sesame aktivis pergerakan sangat menanti masakan Everdina saat bertandang ke rumah mereka.

Pada 1923 keduanya pulang ke Surabaya. Soetomo mendapat tugas menjadi dokter di Rumah Sakit Simpang. Selain itu, pada 31 Juli 1923 ia mendapat tugas tambahan di sekolah kedokteran di Surabaya NIAS (Nederlandsche-Indische Artsen School). Sedangkan sore hari ia meluangkan waktu membuka praktek di rumahnya.

Namun udara Surabaya tak cocok untuk Everdina. Ia menderita penyakit asma akut. Rekan-rekan dokter Soetomo menyarankan agar Everdina tinggal di Malang agar menghirup udara segar kawasan pegunungan. Everdina-pun tinggal di Claket, Malang, tiap dua kali dalam sebulan Soetomo menjenguknya.

Pada 13 Februari 1934 pukul 09.10 pagi Everdina Soetomo menghembuskan nafas terakhir. Koran Algemeen Handlesblad mengumumkan pada 19 Februari 1934 Nyonya Soetomo meninggal dunia akibat penyakit pernafasan. Soetomo melanjutkan hidup tanpa menikah lagi walau tak dikarunia anak.