Ababi, Abang, Karangasem

desa di Kabupaten Karangasem, Bali

Desa Ababi merupakan salah satu dari dari Desa yang terletak di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali.

Ababi
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenKarangasem
KecamatanAbang
Kode pos
80852
Kode Kemendagri51.07.05.2001 Edit nilai pada Wikidata
Luas10,86 km²
Jumlah penduduk10.393 jiwa (2016)[1] 7.254 jiwa (2010)[2]
Kepadatan668 jiwa/km²
Jumlah KK2.683 KK[3]
Peta
PetaKoordinat: 8°24′14.044″S 115°35′12.430″E / 8.40390111°S 115.58678611°E / -8.40390111; 115.58678611


Penduduk

Penduduk desa Ababi sampai dengan tahun 2016 terdiri dari 5.271 Laki-laki dan 5.122 Perempuan dengan sex ratio 103.[4]

Sejarah

Nama asli Desa Ababi dalam Purana Desa Adat Ababi adalah “Karaman Ihara Babi”. Sejak zaman kerajaan di Bali, sebagian dari lembaran purana tersebut hilang sehingga hanya tersisa tiga lembar. Kini satu di antara tiga lembar purana tersebut telah pecah. Purana merupakan kumpulan cerita kuno yang terkumpul dari kalangan rakyat yang mengisahkan kehidupan para Dewa tentang penciptaan semesta. Purana desa ini terbuat dari tembaga dengan tulisan huruf Bali kuno atau para huruf Bali. Berdasarkan penelitian Dinas Kepurbakalan terhadap purana tersebut pada bulan Agustus 1980, diperkirakan bahwa Desa Adat Ababi telah berdiri sejak zaman pemerintahan Raja Sri Anaka Wungsu di Bali. Mengacu pada Purana Desa Adat Ababi, nama Desa Ababi yakni “Karaman Ihara Babi” memiliki beberapa pengertian yakni:

  • Karaman yang artinya masyarakat atau krama
  • Ihara yang artinya pohon eha (sejenis pohon penghijauan yang tumbuh di lereng-lereng tebing)
  • Babi yang artinya buah pohon eha yang bernama buah babi

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut maka “Karaman Ihara Babi” memiliki arti sebagai masyarakat yang bernaung di bawah pohon eha yang sedang berbuah. Pohon eha ini juga memiliki hubungannya dengan cerita mata air eha yang terdapat di Desa Ababi atau juga terkait dengan pertama kalinya masyarakat Ababi tiba dan bermukim di bawah pohon eha yang sedang berbuah. Asal usul nama Desa Ababi sendiri juga berasal dari tiga kata yaitu “Karaman Ihara Babi”. Karaman yang berarti masyarakat, Hara yang berarti pohon eha, dan Babi yang berarti buah eha, kemudian oleh masyarakat disebut dengan Hara Babi atau Eha Babi yang selanjutnya menjadi Ababi.

Purana Desa Ababi menceritakan bahwa Raja Bali pernah mengutus “pakiran-kiran” (tim peneliti) untuk meneliti laporan Prajuru Desa Adat Ababi yang memohon bebas upeti. Setibanya di Desa Ababi, pakiran-kiran yang dipimpin oleh Dang Acarya Kuturan Lembu Kara langsung mengadakan penelitian dan sesuai dengan laporan Prajuru Desa akhirnya Desa Ababi di bebaskan dari upeti. Raja Bali juga memerintahkan agar masyarakat Desa Ababi tetap berhati-hati dalam bercocok tanam serta tetap melaksanakan pemberantasan hama secara berkala niskala. Desa Adat Ababi hingga saat ini masih melaksanakan perintah Raja Bali tersebut, yaitu mengadakan Upacara Palebon Jero Ketut (pengabenan tikus). Upacara tersebut bertujuan untuk memberantas tikus-tikus dan kemudian tikus tersebut diupacarakan (ngaben) dengan maksud untuk mengembalikan ke alam aslinya.

Selain cerita tersebut di atas, dalam Purana Desa Adat Ababi diceritakan juga bahwa konon pada zaman dahulu kala Dewi kemakmuran yaitu Betara Dewi Dabuh pernah memberikan suatu anugrah suci kepada wong (orang-orang) Desa Ababi setelah sebelumnya Ida Betara melewati beberapa Desa seperti Tianyar, Culik, dan Abang. Dikisahkan dalam perjalanannya, Ida Betara membawa sebungkus air yang dibungkus dengan daun kumbang sejenis daun talas. Setelah tiba di Desa Ababi, sebagian besar air tersebut akan ditumpahkan oleh Ida Betara dengan syarat harus dilakukannya upacara “Bukakak Kebo Metanduk Emas.” Orang-orang Desa Ababi menyetujui serta menyanggupi permintaan Ida Betara tersebut dan seketika itu juga air tersebut ditumpahkan di bawah pohon Eha sehingga sampai saat ini mata air tersebut di beri nama Air Eha.

Sisa dari air yang telah ditumpahkan di Desa Ababi kemudian dibawa oleh Ida Betara ke Desa Jungutan (Desa Adat Sibetan) dan dengan permintaan serta persyaratan yang sama, Ida Betara menumpahkan air yang berasal dari titisan air. Tempat tersebut kemudian diberi nama Telaga Tiista (Telaga Tista). Daun kumbang sebagai pembungkus air tersebut dilemparkan di atas telaga tista dan sampai saat ini disebut kumbang. Desa Ababi sejak dahulu kala telah memiliki akar kebudayaan yang sangat kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya purana dan awig-awig desa. Desa babi juga telah mengalami pemekaran menjadi lima Desa Adat yaitu Kesimpar, Peladung, Kertasari, Tampuangan dan Jasi. Oleh karena Desa Adat tersebut merupakan bekas wilayah Desa Ababi maka hingga saat ini masih terdapat hubungan kerja atau ikatan antara desa-desa tersebut.[5]

Geografis

Desa Ababi merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem yang memiliki luas wilayah sebesar 1.060.535 hektar dan berada pada ketinggian rata-rata ±573 meter di atas permukaan air laut dengan suhu minimum sebesar 290c dan suhu minimum sebesar 350c. Desa Ababi juga memiliki curah hujan sebesar 2887,7 milimeter dengan kelembapan udara sebesar 5 – 15 0c.

Wilayah desa Ababi terdiri dari 12 dusun atau banjar, yaitu:

  1. Banjar Ababi,
  2. Banjar Tanah Lengis,
  3. Banjar Besang,
  4. Banjar Pikat,
  5. Banjar Umanyar,
  6. Banjar Gunaksa,
  7. Banjar Bias,
  8. Banjar Sadimara,
  9. Banjar Kuhun,
  10. Banjar Abianjero,
  11. Banjar Tumpek, dan
  12. Banjar Tukad Bungbung.

Beberapa nama dusun atau banjar tersebut memiliki persamaan nama dengan beberapa tempat di Klungkung. Hal ini mencirikan bahwa Desa Ababi mempunyai hubungan yang erat dengan Kerajaan Klungkung yakni orang-orang Klungkung yang berpindah ke Desa Ababi yang ditugaskan Kerajaan Bali untuk mengamankan desa pada waktu itu. Selain memiliki dua belas banjar, Desa Ababi juga memiliki satu Desa Adat atau Desa Pakraman Ababi yang terdiri dari: lima Banjar Adat Murwa (Ngarep), tiga Banjar Adat Pemade, dua Banjar Adat Pragunung, dan tiga Desa Adat Sasempalan.

Bentuk wilayah desa ini juga berbeda-beda menurut letaknya. Sebelah utara Desa Ababi merupakan daerah dataran tinggi yang berbatasan langsung dengan Desa Pidpid atau Abang. Sebelah timur adalah daerah dengan tanah berbukit kecil yang sebagian besarnya area persawahan dan berbatasan dengan Desa Tiyingtali. Sebelah baratnya adalah daerah datar yang berbatasan dengan Desa Budakeling dan Bhuana Giri. Bagian selatan berbatasan dengan Desa Padangkerta dan merupakan daerah dataran rendah dan sawah. Sedangkan daerah bagian tengah-tengah Desa Ababi berbentuk tanah berbukit kecil (tidak datar). Jarak pusat pemerintahan Desa Ababi dengan ibu kota Karangasem adalah sekitar tujuh kilometer ke arah utara dari pusat kota Amlapura dan jarak dengan ibukota Denpasar adalah 83 kilometer. Sarana transportasi yang digunakan adalah transportasi darat berupa motor, mobil atau bus. Jika menggunakan kendaraan motor atau mobil, lama waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan dari Denpasar ke Amlapura sekitar 1 jam 40 menit dan dari Amlapura ke Ababi sekitar 15 menit. Sedangkan lama waktu perjalanan jika menggunakan bus atau transportasi umum yakni sekitar 3 jam dari Denpasar ke Amlapura dan sekitar 20 menit dari Amlapura ke Desa Ababi.

Demografi

Desa Ababi memiliki jumlah penduduk sebanyak 9138 jiwa yang terdiri atas penduduk laki-laki sejumlah 4474 jiwa dan penduduk perempuan sejumlah 4664 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2553 jiwa. Mata pencaharian utama penduduk Desa Ababi masih bertumpu pada sektor pertanian sawah. Sebanyak 1.838 dan 895 penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Selain itu, terdapat juga penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai peternak dan tukang batu sebesar 1000 orang untuk masing-masing jenis mata pencaharian, sebanyak 900 orang bermata pencaharian sebagai tukang kayu, sebanyak 700 orang bekerja sebagai pedagang, dan sebanyak 1500 orang yang bekerja sebagai pengrajin serta 100 orang bekerja sebagai penjahit. Tidak hanya terbatas pada sektor pertanian dalam arti luas, tetapi juga terdapat sejumlah penduduk Desa Ababi yang bekerja di sektor pemerintahan sebagai sumber mata pencahariannya. Untuk PNS terdapat sebanyak 150 orang yang masih bekerja aktif. Sedangkan penduduk yang terhitung sebagai pensiunan sebanyak 40 orang. Kemudian terdapat juga yang bekerja sebagai TNI/POLRI dan Perangkat Desa. Masing-masing sebanyak 60 orang dan 19 orang.

Referensi

Pranala Luar