Pembredelan
Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.[1] Alasan pembredelan biasanya adalah pemberitaan di media yang bersangkutan menjurus kepada hal-hal yang menyinggung penguasa dan atau lapisan masyarakat tertentu. Contoh-contoh pembredelan yang pernah terjadi di Indonesia:
Terbitan Jakarta
- Majalah Panji Masyarakat oleh Sukarno
- Majalah Tempo
- Harian Abadi
- Harian Indonesia Raya
- Harian KAMI
- Harian Pedoman
- Harian Pemuda Indonesia
- Harian Sinar Harapan
- Harian The Jakarta Times
- Harian Wenang
- Majalah Ekspres
- Majalah Tempo
- Tabloid Detik
- Tabloid Monitor
Terbitan Surabaya
- Harian Nusantara
- Harian Suluh Berita
Terbitan Bandung
- Harian Mahasiswa Indonesia
Pembredelan majalah Tempo
Pembredelan majalah Tempo terjadi dalam dua waktu, pertama pada tahun 1982, dan kedua pada tanggal 21 Juni 1994.[2][3][4][5] Pembredelan ini terjadi bersamaan dengan dua media cetak lain yaitu Editor dan Detik[butuh rujukan].
Pembredelan periode pertama
Pada tahun 1982, majalah Tempo dibredel untuk pertama kalinya.[4][5] Pembredelan ini terjadi karena Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya pada masa itu, yaitu partai Golkar.[4][5] Majalah Tempo kemudian diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani sebuah pernyataan diatas kertas segel dengan Menteri Penerangan saat itu, Ali Murtopo.[4][5] Pada masa orde baru, terdapat lembaga bernama Departemen Penerangan yang bertugas mengawasi pers.[5]
Pembredelan periode kedua
Setelah mengalami pembredelan pertama pada 1982, majalah Tempo kembali mengalami pembredelan pada 21 Juni 1994[4][5]. Pembredelan dilakukan pada oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan saat itu, Harmoko[4][5]. Majalah Tempo yang terbit 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur seharga USD 12,7 juta menjadi USD 1,1 miliar.[6] Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pelipatgandaan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.[6]
Atas pemberitaan ini, Tempo dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto tentang pembelian kapal-kapal bekas dari Jerman Timur yang bermasalah.[3][5] Pembelian kapal perang tersebut dilakukan oleh Menteri Riset dan Teknologi pada waktu itu, B.J. Habibie.[4] Sedangkan pemerintah sendiri, dalam hal ini Menteri Keuangan Marie Muhammad, tak pernah merencanakan pembelian tersebut.[4]
Pada pembredelan periode kedua, pihak Tempo melakukan perlawanan dengan mangajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.[4] Selain itu banyak jurnalis yang mengecam sikap Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang mendukung pembredelan majalah Tempo.[4] Para jurnalis ini kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) sebagai bentuk perlawanan terhadap bentuk kontrol informasi dan kontrol organisasi wartawan di tangan pemerintah.[4] Selain itu, demonstrasi juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia terkait pembredelan tersebut.[4]
Terbit kembali
Setelah pemberedelan kedua, Tempo sempat berhenti beroperasi selama empat tahun.[4][5] Akibat dari pembredelan tersebut, banyak karyawan Tempo yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK)[4][5]. Kemudian, saat lengsernya Soeharto dan bangkitnya reformasi di Indonesia pada Mei 1998, Tempo beroperasi dan terbit kembali.[4][5] Kemunculan Tempo yang pertama setelah dibredel ini terjadi pada 12 Oktober 1998.[4][5]
Lihat pula
Referensi
- ^ Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tenatang Pers
- ^ (Indonesia) Academia. "Kebebasan Pers". Diakses tanggal 18-Maret-2015.
- ^ a b (Indonesia) Tempo. "Tempo, Detik, dan Editor peringati 17 tahun Pembredelan". Diakses tanggal 18-Maret-2015.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Indonesia) Tempo. "19 Tahun pembredelan majalah Tempo". Diakses tanggal 18-Maret-2015.
- ^ a b c d e f g h i j k l (Indonesia) Korporat Tempo. "Sejarah Tempo". Diakses tanggal 18-Maret-2015.
- ^ a b (Indonesia) Merdeka. "3 Media dibredel Soeharto karena berita korupsi kapal perang". Diakses tanggal 19-Maret-2015.