Banu Hilal
Banu Hilal (Bahasa Arab: بنو هلال atau الهلاليين) adalah serikat atau persekutuan suku-suku Arab dari wilayah Hijaz dan Najd di Jazirah Arab yang beremigrasi ke Afrika Utara pada abad ke-11. Sebagai tuan di dataran tinggi Najd, mereka memiliki reputasi yang cukup tersohor, mungkin terjadi karena mereka relatif ketinggalan (untuk suku-suku Arab) dalam memeluk Islam serta kegiatan pasukan mereka di perbatasan antara Irak dan Suriah. Bersama-sama gerakan revolusi Qaramitah di Bahrain dan Oman, mereka ikut andil dalam penjarahan di Mekah tahun 930 dalam perlawanan mereka menghadapi Kekhalifahan Fatimiyah. Ketika kekhalifahan menaklukkan Mesir dan mendirikan Kairo pada 969, mereka bergegas membatasi suku Badui yang sulit diatur di selatan sebelum mengirim mereka ke Maghrib.
Asal usul
Menurut Ibnu Khaldun, Banu Hilal hijrah ke Maghrib bersama-sama para istri dan anak-anak mereka. Mereka menetap di Tunisia setelah memenangkan beberapa pertempuran melawan suku Berber, kelak dikemudian hari mereka hidup saling berdampingan.
Ibnu Khaldun menggambarkan silsilah mereka yang terdiri dari dua suku ibu: mereka sendiri dan Banu Sulaym. Di Jazirah Arab, mereka tinggal di Ghazwan dekat Ta'if sementara Banu Sulaym di dekat Madinah, satu sepupu dalam cabang Al Yas dari Quraisy. Pada saat migrasi, Banu Hilal terdiri dari enam kaum keluarga: Athbadj, Riyah, Jochem, Addi, Zughba, dan Rbia. Saat ini, hampir mustahil untuk menelusuri garis keturunan Arab murni karena perkawinan campuran antara orang Arab dan suku Berber, meskipun beberapa sejarawan berusaha untuk melakukannya.
Sejarah
Dari Jazirah Arab, mereka pertama kali hijrah ke selatan Mesir sebelum menuju Maghrib. Abu Zayd al-Hilali memimpin satu juta suku Arab ke Afrika Utara, yang berasimilasi dan menikah dengan masyarakat asli.[1] Fatimiyah menugaskan suku tersebut untuk memerangi Zirid yang sulit dikuasai setelah penaklukan Mesir dan pendirian Kairo. Ketika suku itu menjadi semakin mandiri dan meninggalkan Syiah Islam, mereka dengan mudah menaklukkan dinasti Zirid dan melemahkan dinasti tetangganya Hammadid dan Zenata. Masuknya mereka merupakan faktor utama Arabisasi linguistik, budaya, dan etnis di Maghrib dan dalam penyebaran nomadisme di daerah-daerah di mana pertanian sebelumnya dominan.[2] Ibnu Khaldun mencatat tanah yang dirusak oleh penjajah Banu Hilal telah menjadi gurun yang benar-benar gersang.[3]
Banu Hilal kemudian di bawah kekuasaan berbagai dinasti Berber berikutnya, termasuk Khilafah Almohad, dinasti Hafsiyun, dan dinasti Marin. Karena kehadiran mereka yang tidak dapat ditoleransi, Khilafah Almohad menggulingkan Banu Hilal dan mengusir mereka dari Tunisia dan menetap di Maroko. Setelah kedatangan orang-orang Turki, Banu Hilal bangkit melawan Kesultanan Utsmaniyah bersama Berber di wilayah Aurès dan selatan Aljazair.
Organisasi sosial
Awalnya, Banu Hilal menganut gaya hidup nomaden, memelihara sapi dan domba. Meskipun beberapa suku tinggal di daerah kering dan tandus, mereka menjadi ahli di bidang pertanian. Mereka tidak menganut ideologi tertentu dan tidak konservatif, meskipun mayoritas penduduknya memeluk Islam. Awalnya Syiah, setelah penaklukan Maghrib mayoritas Banu Hilal beralih ke Mazhab Maliki Islam Sunni. Suku-suku lain mengarabkan kaum Berber di Aljazair, di mana seringnya terjadi perkawinan selama sejarah mereka bersama.
Taghribat Banu Hilal
Laporan dan catatan yang dikumpulkan penyair Abdul Rahman al-Abnudi dari para pengawal Mesir Hulu berujung pada Taghribat Banu Hilal, sebuah epos Arab yang menggambarkan perjalanan suku dari Jazirah Arab ke Maghrib. kisahnya dibagi menjadi tiga siklus utama. Dua yang pertama membawakan peristiwa yang terjadi di Arab dan negara-negara lain di timur, sementara yang ketiga, yang disebut Taghriba (berbaris ke barat), menceritakan migrasi Banu Hilal ke Afrika Utara.[4]
Referensi
- ^ Idris El Hareir, Ravane Mbaye. The Spread of Islam Throughout the World. UNESCO. hlm. 409.
- ^ The Great Mosque of Tlemcen, MuslimHeritage.com
- ^ Populations Crises and Population Cycles, Claire Russell and W. M. S. Russell
- ^ Musique et spectacle: Le théâtre lyrique arabe - Esquisse d'un itinéraire... Par Mohamed Garfi, p. 38.