Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Kota Pinang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara. Kesultanan ini dikuasai oleh Hindia Belanda pada tahun 1837, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara Indonesia pada tahun 1946.
Kesultanan Kota Pinang
کسلطانن کوتا ڤينڠ | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1630–1946 | |||||||||||
Ibu kota | Kota Pinang | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu | ||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki Kesultanan | ||||||||||
Sultan | |||||||||||
• 1630 | Sultan Batara Sinomba | ||||||||||
• | Sultan Mangkuto Alam | ||||||||||
• | Sultan Syahir Alam | ||||||||||
• 1905-1946 | Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Didirikan | 1630 | ||||||||||
1946 | |||||||||||
| |||||||||||
Sejarah
Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Kesultanan ini didirikan oleh Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Syaifuddin yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung.[1]
Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara Kerajaan Aceh, maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, Sultan Iskandar Muda. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di Kesultanan Asahan, Pannai, dan Bilah.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatera Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatera Timur yang didukung oleh kamu komunis dengan menggerakan para buruh, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.[2]
Sebagian besar keluarga kesultanan  di Sumatera Timur di tangkap, diasingkan bahkan hingga dibunuh, beberapa keluarga kesultanan Asahan berhasil melarikan diri dan mengungsi ke Belanda, namun sebagian lainnya dibunuh termasuk sultan Kesultanan Bilah
Daftar Sultan
- Sultan Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti
- Sultan Mangkuto Alam
- Sultan Syahir Alam
- Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Istana Kerajaan Kota Pinang di MelayuOnline.com