Qadariyah

salah satu mazhab akidah Islam Sunni
Revisi sejak 10 Juni 2019 08.31 oleh LaninBot (bicara | kontrib) (namun (di tengah kalimat) → tetapi)

Qadariyah (bahasa Arab: قدرية) adalah sebuah ideologi dan sekte bid'ah di dalam akidah Islam yang muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah.[1][2]

Ideologi

Ideologi Qadariyah murni adalah mengingkari takdir. Yakni tidak ada takdir, semua perkara yang ada merupakan sesuatu yang baru (terjadi seketika), di luar takdir dan ilmu Allah. Allah baru mengetahuinya setelah perkara itu terjadi.[3]

Namun paham Qadariyah yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi masih bisa dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini bahwa perbuatan makhluk adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu sendiri, meskipun kini menetapkan bahwa Allah sudah mengetahui segala perbuatan hamba tersebut sebelum terjadinya. Imam Al-Qurthubi berkata, “Ideologi ini telah sirna, dan kami tidak mengetahui salah seorang dari muta’akhirin (orang sekarang) yang berpaham dengannya. Adapun Al-Qadariyyah pada hari ini, mereka semua sepakat bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba sebelum terjadi, tetapi mereka menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan menyatakan bahwa perbuatan hamba adalah hasil kemampuan dan ciptaan hamba itu sendiri.”[4]

Sejarah

Pelopornya sekte ini adalah Ma'bad al-Juhani, seorang penduduk kota Bashrah dan muridnya Ghailan ad-Dimasyqi. Paham bid'ah ini tersebar di Bashrah dan mempengaruhi banyak penduduknya ketika tokoh kota tersebut, ‘Amr bin ‘Ubaid mengikuti paham ini.

Imam Al-Auza'i mengatakan, “Yang pertama kali mencetuskan paham mengingkari takdir adalah Susan, seorang penduduk Irak. Ia awalnya adalah seorang Nasrani yang masuk Islam, (namun) kemudian kembali kepada agamanya semula. Ma’bad al-Juhani menimba (paham ini) darinya, kemudian Ghailan bin Muslim ad-Dimasyqi menimbanya dari Ma’bad.”[5] Imam Muslim meriwayatkan dalam Kitab Shahih-nya dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Yang pertama kali memelopori (menyebarkan) paham ingkar takdir di Bashrah adalah Ma’bad al-Juhani.” “Penduduk Bashrah banyak yang terpengaruh dengan paham sesat ini setelah melihat ‘Amr bin ‘Ubaid mengikutinya.” [6]

Lihat pula

Catatan kaki

Rujukan
  1. ^ http://www.fatwaislam.com/fis/index.cfm?scn=fd&ID=1357
  2. ^ http://islamqa.info/en/158488
  3. ^ lihat kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam an-Nawawi, 1/138
  4. ^ Fathul Bari, karya al-Hafizh Ibnu Hajar, 1/145
  5. ^ Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnati wal Jama’ah, karya Al-Lalika'i, 4/827
  6. ^ lihat perkataan Al-Imam as-Sam’ani dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam An-Nawawi, 1/137.