Kampanye militer Pescadores (1895)
Kampanye militer Pescadores (23–26 Maret 1895) adalah operasi militer terakhir dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama dan pendahuluan yang penting bagi penaklukan Taiwan oleh Jepang.
Kampanye militer Pescadores | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Invasi Jepang ke Taiwan (1895) | |||||||
Peta Pescadores di bawah pendudukan Jepang | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Jepang | Kekaisaran Qing | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Kolonel Hishijima | Tidak diketahui | ||||||
Kekuatan | |||||||
5.500 personel dan beberapa kapal perang | 5.000 personel dan beberapa benteng pantai | ||||||
Korban | |||||||
Minimal 1.500 meninggal karena penyakit | Parah |
Latar belakang
Ketika Perang Tiongkok-Jepang pertama mendekati akhir, Jepang mengambil langkah untuk memastikan bahwa Formosa yang di bawah kekuasaan Qing (Taiwan) dan Pescadores (Penghu) akan diserahkan kepada Jepang di bawah traktat damai nantinya. Meskipun pertempuran-pertempuran di Tiongkok utara berhenti selama perundingan damai yang akhirnya menghasilkan Perjanjian Shimonoseki (April 1895), Taiwan dan Pescadores secara khusus dikeluarkan dari lingkup gencatan senjata, memungkinkan Jepang untuk melancarkan operasi militer terhadap mereka tanpa membahayakan perundingan-perundingan damai.[1] Kunci untuk merebut Taiwan adalah Pescadores, yang terletak di antara Tiongkok daratan dan Taiwan. Pendudukan mereka oleh Jepang akan mencegah bala bantuan Tiongkok lebih lanjut dikirim melalui Selat Taiwan.
Pada 15 Maret 1895, sebuah pasukan ekspedisi Jepang yang terdiri dari 5.500 personel berlayar ke Kepulauan Pescadores. Pasukan ekspedisi ini mendarat di Pulau Pa-chau (八罩嶼; Wang'an saat ini), di sebelah selatan Kepulauan Pescadores utama, pada pagi hari tanggal 23 Maret.
Kampanye
Meskipun Pescadores dilindungi oleh 15 batalion reguler Tiongkok (5.000 personel) dan dipertahankan oleh baterai pertahanan pesisir Hsi-tai yang baru selesai dibangun (dibangun pada akhir tahun 1880-an sebagai tanggapan atas direbutnya Pescadores oleh Prancis selama Perang Tiongkok-Prancis), Jepang menghadapi sangat sedikit perlawanan selama operasi pendaratan karena para prajurit pasukan pertahanan sudah kehilangan semangat juangnya. Jepang hanya butuh tiga hari untuk mengamankan pulau-pulau itu. Setelah pengeboman angkatan laut terhadap benteng-benteng Tiongkok, pasukan Jepang mendarat di Pulau Fisher (漁翁島; Siyu saat ini) dan Pulau Penghu pada 24 Maret, bertempur dalam beberapa aksi singkat dengan pasukan pertahanan Tiongkok, dan merebut baterai Hsi-tai (yang dikenal oleh orang Jepang, dari pelafalan bahasa Jepang untuk aksara Tionghoa, sebagai benteng Kon-peh-tai; kemungkinan 拱北砲臺) dan Makung. Dalam dua hari berikutnya mereka menduduki pulau-pulau utama lainnya dari kelompok Pescadores.[2][3]
Korban
Korban pertempuran di pihak Jepang sangat minim. Namun, wabah kolera segera setelah direbutnya pulau-pulau tersebut merenggut nyawa lebih dari 1.500 tentara Jepang dalam beberapa hari.[4][3]
Catatan
- ^ Paine (2003), hlm. 264.
- ^ Davidson (1903), hlm. 266–268.
- ^ a b Takekoshi (1907), hlm. 82.
- ^ Davidson (1903), hlm. 268.
Lihat juga
Referensi
- Davidson, James W. (1903). The Island of Formosa, Past and Present : history, people, resources, and commercial prospects : tea, camphor, sugar, gold, coal, sulphur, economical plants, and other productions. London and New York: Macmillan. OCLC 1887893. OL 6931635M.
- McAleavy, Henry (1968). Black Flags in Vietnam : The Story of a Chinese Intervention. London: Allen & Unwin. ISBN 978-0049510142.
- Paine, S.C.M. (2003). The Sino-Japanese War of 1894–1895 : Perceptions, Power, and Primacy (edisi ke-Repr.). New York: Cambridge University Press. ISBN 978-0521617451. OL 3254881W.
- Takekoshi, Yosaburō (1907). Japanese rule in Formosa. London, New York, Bombay and Calcutta: Longmans, Green, and co. OCLC 753129. OL 6986981M.