Pulanga merupakan sebuah Upacara Penobatan atau Pemberian Gelar Adat dari Dewan Adat Gorontalo bersama Lembaga Adat 5 Kerajaan kepada "Putra Terbaik Bangsa" yang masih hidup.[1] Adapun Upacara Penobatan atau Pemberian Gelar Adat dari Dewan Adat Gorontalo bersama Lembaga Adat 5 Kerajaan kepada "Putra Terbaik Bangsa" yang telah meninggal disebut Gara'i. Pada upacara adat Pulanga terdapat tahapan prosesi penyampaian Tahuli atau penyampaian Nasehat beserta pesan-pesan penuh hikmah. Proses penyampaian Tahuli dilaksanakan secara bergantian dengan penyampaian Tuja’i. Di tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Republik Indonesia akhirnya menetapkan Pulanga, bersama dengan tujuh budaya Gorontalo lainnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. [2]

Daftar Penerima Gelar Adat Pulanga

  1. Nani Wartabone
  2. H.B. Jassin
  3. B.J. Habibie, dengan gelar adat tertinggi Ilomata atau Karya Utama di bidang Dirgantara
  4. J. A. Katili, dengan gelar adat tertinggi Ilomata atau Karya Utama di bidang Geologi
  5. Alex Sato Biya
  6. Sri Sultan Hamengkubawana X, dengan gelar adat Ti Tulutani Lo Toyunuta[3]
  7. Syafrudin Mosii, dengan gelar adat Ti Molotuleteya Upango Lipu[4]
  8. Rachmat Gobel
  9. Rusli Habibie
  10. Idris Rahim
  11. Winarni Monoarfa
  12. David Bobihoe, dengan gelar adat Tauwa Lo Lahuwa
  13. Udin Hianggio
  14. Fadel Muhammad

Referensi

  1. ^ NUSI, N.A., 2014. TAHULI PADA UPACARA ADAT PULANGA MASYARAKAT GORONTALO (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Gorontalo).
  2. ^ https://humas.gorontaloprov.go.id/8-budaya-gorontalo-ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda/
  3. ^ https://bola.kompas.com/read/2008/10/24/06422754/sultan.terima.gelar.adat.gorontalo
  4. ^ http://www.gorontalo.bpk.go.id/?p=1781