Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8). Sarkoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872.[1] Sarkoma Kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an.

Sarkoma kaposi pada mulut dengan infeksi kandidiasis.

Keanekaragaman epidemiologi

Seperti yang dideskripsikan, sarkoma kaposi klasik adalah penyakit yang relatif lamban menyerang orang tua dari wilayah laut Tengah, atau keturunan Eropa Timur.[2][3]

Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan belakangan pada orang Afrika muda, terutama dari Afrika Sub-Sahara, sebagai penyakit yang lebih agresif dan menyerang kulit, terutama anggota badan yang letaknya di bawah. Terdapat catatan bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan infeksi HIV.[4][5]

Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan transplantasi telah dideskripsikan, tetapi jarang terjadi sampai adanya penghambat kalsineurin (seperti siklosporin, yang merupakan penghalang fungsi sel T) untuk transplantasi organ. Pada tahun 1980-an, insiden tersebut berkembang dengan cepat.[6][7]

Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan selama tahun 1980-an sebagai penyakit agresif pada pasien AIDS (HIV juga menyebabkan kerusakan imunitas sel T). Penyakit ini 300 kali lebih mudah menyerang pasien AIDS daripada pada resipien transplantasi ginjal.[8]

Terdapat catatan bahwa HHV-8 menyebabkan berbagai jenis Sarkoma Kaposi.

Fitur klinikal

 
Kulit yang terkena Sarkoma Kaposi.

Lesi Sarkoma Kaposi berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, dan biasanya papular.

Sarkoma Kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi menyebar kemana-mana pada umumnya, terutama apda mulut, saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Perkembangan dapat beragam dari ambat sampai sangat cepat, dan dapat dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang signifikan.[9]

Kulit

Lesi pada kulit biasanya menyerang tubuh bagian bawah, wajah, mulut dan alat kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, tetapi terkadang berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak kaki) atau bahkan menyebabkan kerusakan kulit dengan hasil lesi. Pembengkakan yang berhubungan mungin dapat berasal baik dari peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan oleh lesi). Lesi pada kulit cukup menjelekan penderita, dan menyebabkan lebih banyak patologi psikososial.

Mulut

Pada mulut, Sarkoma Kaposi ikut serta sekitar 30%, dan merupakan situs awal 15% dari Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada mulut, Sarkoma Kaposi paling sering menyerang langit-langit keras, diikuti oleh gusi [10]. Lesi pada mulut dapat dengan mudah rusak dengan menggigit dan berdarah atau menderita infeksi kedua, dan bahkan mengganggu orang makan dan berbicara.

Saluran pencernaan

Sarkoma Karposi pada saluran pencernaan biasanya ada pada orang dengan yang berhubungan dengan transplantasi atau Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat muncul dengan tidak adanya gangguan Sarkoma Kaposi pada kulit. Lesi saluran pencernaan diam dan menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah (baik muntah darah atau mengeluarkannya dengan gerakan isi perut), malabsorpsi, atau gangguan perut.[11]

Saluran pernafasan

Sarkoma Kaposi pada saluran pernafasan dapat hadir dengan adanya sesak nafas, demam, batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau sebagai penemuan insiden pada sinar x tulang rusuk.[12] Diagnosis dikonfirmasi oleh bronkoskopi ketika lesi secara langsung terlihat dan biasanya dibiopsi.

Patofisiologi dan diagnosis

Meskipun namanya adalah Sarkoma Kaposi, namun, Sarkoma Kaposi bukanlah sarkoma yang sebenarnya, yang merupakan tumor yang muncul dari jaringan mesensim. Sarkoma Kaposi muncul sebagai kanker endothelium limfatik dan membentuk jaringan vaskular yang diisi dengan sel darah, memberikan tumor ini karakteristik kemunculan seperti-luka memar.

Lesi Sarkoma Kaposi berisi tumor sel dengan karakteristk bentuk memanjang yang tidak normal dan disebut sel spindle. Tumor ini sangat vaskular, berisi tebal yang tidak normal dan pembuluh darah yang lain, yang membocorkan sel darah merah pada jaringan yang mengelilinginya dan memberikan tumor warna gelapnya. Peradangan disekitar tumor dapat menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.

Walaupun Sarkoma Kaposi dapat diduga dari kemunculan lesi dan fator resiko pasien, diagnosis dapat hanya dibuat oleh biopsi dan pemeriksaan mikrosokop, yang akan menunjukan kehadiran sel spindle. Deteksi protein viral LANA pada sel mengkonfirmasi diagnosis.

Penanganan dan pencegahan

Sarkoma Kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk beberapa tahun dan hal ini adalah tujuan dari perawatan. Pada Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan defisiensi imun atau supresi imun, menangani akibat sistem disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan Sarkoma Kaposi. Pada 40% atau lebih pasien dengan Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS, lesi akan mengecil pada terapi antiretroviral yang sangat aktif (HAART) pertama, namun, pada presentasi pasien, sarkoma Kaposi mungkin dapat tumbuh setelah beberapa tahun dilakukannya HAART, terutama jika HIV tidak sepenuhnya ditekan. Pasien dengan sedikit lesi dapat ditangani dengan ukuran seperti terapi radiasi atau krioterapi. Operasi tidak direkomendasikan karena sarkoma Kaposi dapat muncul pada tepi luka. Penyakit lebih banyak yang menyebar, atau penyakit menyerang organ internal, umumnya ditangani dengan terapi sistemik dengan alpha interferon, liposomal antrasiklin (seperti Doksil) atau paklitaksel.

Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan baru tahun 1990-an, insiden epidemik sarkoma Kaposi juga berkurang, namun, jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat, dan mungkin bahwa jumlah pasien dengan sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat kembali karena pasien tersebut hidup lebih lama dengan infeksi HIV.

Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma Kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada resiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi.

Sejarah dan teori

Penemuan

Penyakit ini dinamai setelah Moritz Kaposi (18371902), seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria yang pertama kali menjelaskan gejala penyakit ini pada tahun 1872. Penelitian selama satu abad menghasilkan bahwa Sarkoma Kaposi, seperti bentuk kanker lainnya, mungkin disebabkan oleh virus atau faktor genetika, tetapi tidak ada akibat yang ditemukan.

Gejala AIDS

Dengan meningkatnya epidemik AIDS, sarkoma Kaposi, sebagai salah satu gejala AIDS yang paling umum, diteliti lebih intensif dan berharap agar dapat menemukan akibat AIDS.

Kemunculan pada pasien AIDS

Dokter San Fransisco melaporkan adanya sarkoma Kaposi pada laki-laki homoseksual. Semua 15 pasien yang sedang pada perawatan adalah penderita HIV jangka panjang yang infeksi HIV telah dikontol oleh obat antiviral. Tidak ada yang berada dalam bahaya. Kasus baru tidak agresif, invasif atau mematikan yang khas pada HIV yang tidak dapat dikontrol selama tahun 1980-an. Lesi tidak dapat terlihat, sulit untuk ditangani dan menaikan pertanyaan tentang respon penuaan imun pengidap HIV.[13]

Virus penyebab sarkoma Kaposi

Pada tahun 1994, Yuan Chang, Patrick S. Moore, dan Ethel Cesarman di Universitas Colombia, New York mengisolasi kepingan genetika virus dari lesi sarkoma Kaposi. Mereka menggunakan analisis perbedaan representasional (metode untuk mengurangi semua DNA manusia dari sampel) untung mengisolasi gen virus. Mereka lalu menggunakan pecahan DNA kecil tersebut sebagai poin permulaan untuk urutan sisa genetika virus tahun 1996. Delapan virus herpes manusia (HHV-8) kini diketahui sebagai virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) telah ditemukan pada semua lesi sarkoma Kaposi yang diuji coba, dan dianggap sebagai akibat penyakit tersebut. KSHV adalah virus tumor manusia uni yang memiliki gen selular gabungan yang menyebabkan tumor pada genetikanya ("pembajakan molekular"). Gen selular yang diambil mungkin menolong virus melarikan diri dari sistem kekebalan, tetapi untuk melakukannya juga menyebabkan sel berkembang biak. Virus ini berhubungan dengan virus Epstein-Barr, virus herpes yang sangat umum yang juga dapat menyebabkan kanker pada manusia.

Faktor yang tidak diketahui

Infeksi KSHV tidak selalu menyebabkan sarkoma Kaposi. Masih tidak jelas faktor lain yang mungkin dibutuhkan, seperti kerusakan sistem imun, atau interaksi spesifik dengan HIV dan virus lainnya, namun, penelitian di Afrika telah menunjukan bahwa meskipun tidak ada HIV/AIDS, sarkoma Kaposi lebih umum pada laki-laki daripada wanita walaupun infeksi KSHV seimbang antar kedua jenis kelain. Hal ini menyebabkan diusulkan bahwa hormon seks mungkin melindungi atau mempengaruhi sarkoma Kaposi pada orang yang terinfeksi dengan virus tersebut.

Kesadaran sarkoma Kaposi

Pada pasien AIDS, sarkoma Kaposi dianggap merupakan infeksi oportunistik, penyakit yang dapat menular pada manusia karena melemahnya sistem kekebalan tubuh. Dengan meningkatnya AIDS di Afrika, tempat KSHV menyebar, sarkoma Kaposi merupakan salah satu kanker yang paling sering dilaporkan di negara seperti Zimbabwe.

Pemimpin grup musik Nigeria Fela Kuti meninggal akibat penyakit tahun 1997.

Sarkoma Kaposi sangat terlihat sehingga lesi eksternal terkadang gejala AIDS yang ada. Sarkoma Kaposi memasuki kesadaran umum dengan dirilisnya film Philadelphia, yang karakter utamanya dipecat setelah karyawannya menemukan bahwa ia positif HIV karena lesi yang dapat terlihat, dengan tidak beruntung, pada waktu lesi sarkoma Kaposi muncul, terlihat bahwa sistem kekebalan tubuh tokoh utama melemah.

Catatan kaki

  1. ^ Kaposi, M (1872). "Idiopathisches multiples Pigmentsarkom der Haut". Arch. Dermatol. Syph. 4: 265–273. 
  2. ^ Iscovich, J (1998). "Classic Kaposi's sarcoma in Jews living in Israel, 1961-1989: a population-based incidence study". AIDS. 12 (15): 2067–72. 
  3. ^ Fenig, E (1998). "Classic Kaposi sarcoma: experience at Rabin Medical Center in Israel". Am J Clin Oncol. 21 (5): 498–500. 
  4. ^ Cook-Mozaffari, P (1998). "The geographical distribution of Kaposi's sarcoma and of lymphomas in Africa before the AIDS epidemic". Br J Cancer. 78 (11): 1521–8. 
  5. ^ Olsen, SJ (1998). "Increasing Kaposi's sarcoma-associated herpesvirus seroprevalence with age in a highly Kaposi's sarcoma endemic region, Zambia in 1985" (PDF). AIDS. 12 (14): 1921–5. 
  6. ^ Qunibi, W (1998). "Serologic association of human herpesvirus eight with posttransplant Kaposi's sarcoma in Saudi Arabia". Transplantation. 65 (4): 583–5. 
  7. ^ Luppi, Mario (2000). "Bone marrow failure associated with human herpesvirus 8 infection after transplantation". N Engl J Med. 343 (19): 1378–85. 
  8. ^ Beral, V (1990). "Kaposi's sarcoma among persons with AIDS: a sexually transmitted infection?". Lancet. 335 (8682): 123–8. 
  9. ^ Dezube, BJ (1996). "Clinical presentation and natural history of AIDS--related Kaposi's sarcoma". Hematol Oncol Clin North Am. 10 (5): 1023–9. 
  10. ^ Nichols, CM (1993). "Treating Kaposi's lesions in the HIV-infected patient". J Am Dent Assoc. 124 (11): 78–84. Diakses tanggal 2007-06-11. 
  11. ^ Danzig, JB (1991). "Gastrointestinal malignancy in patients with AIDS". Am J Gastroenterol. 86 (6): 715–8. Diakses tanggal 2007-06-11. 
  12. ^ Garay, SM (1987). "Pulmonary manifestations of Kaposi's sarcoma". Chest. 91 (1): 39–43. Diakses tanggal 2007-06-11. 
  13. ^ Russell, Sabin (2007-10-11). "Unsettling re-emergence of 'gay cancer'". San Francisco Chronicle. Diakses tanggal 2007-10-12. 

Daftar pustaka

  • Antman K, Chang Y. Kaposi's sarcoma. New Engl J Med 2000;342(14):1027-38
  • Chang Y, Cesarman E, Pessin M, et al. Identification of herpesvirus-like DNA sequences in AIDS-associated Kaposi's sarcoma. Science 1994;266:1865-9.
  • Yarchoan R, Tosato G, Little RF. Therapy insight: AIDS-related malignancies - the influence of antiviral therapy on pathogenesis and management. Nature Clin Prac Oncology 2005;2(8):406-15.

Pranala luar