Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh Bala Arizalu (Kontrib • Log) 1985 hari 597 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen (ZSS) atau Staatstramwegen op Zuid-Sumatra (SZS) adalah divisi dari Staatsspoorwegen yang mengoperasikan kereta api di Sumatra Selatan dan Lampung. Perusahaan ini mengoperasikan jalur-jalur kereta api untuk mengangkut penumpang, hasil bumi, dan batu bara di wilayah Sumatra Selatan dan Lampung. Saat ini jalur-jalurnya termasuk dalam Divisi Regional III Palembang dan IV Tanjungkarang.
Ikhtisar | |
---|---|
Kantor pusat | Kota Bandar Lampung, Hindia Belanda |
Lokal | Sumatra Selatan dan Lampung |
Tanggal beroperasi | 1914–1950 |
Penerus | Kereta Api Indonesia (Divisi Regional III Palembang dan IV Tanjungkarang) |
Teknis | |
Lebar sepur | 1.067 mm (3 ft 6 in) |
Panjang jalur | 529 kilometer |
Sejarah
Untuk mendukung pengembangan daerah-daerah terpencil di wilayah Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Lampung, pada tahun 1903 diajukan sebuah konsesi pembangunan jalur kereta api di wilayah tersebut. Proposal konsesi itu diberi judul Rapport der Spoorwegwerken Midden in Zuid Sumatra, diusulkan oleh Ir. K.J.A. Ligtvoet. Konsesi ini mengharuskan keterlibatan Pemerintah Kolonial dalam pengembangannya.[1]
Untuk mewujudkannya, pemerintah membentuk divisi dari Staatsspoorwegen yang diberi nama Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen. Jalur pertamanya adalah Pelabuhan Panjang menuju Tanjungkarang (pusat kota Bandar Lampung) pada tanggal 3 Agustus 1914. Selanjutnya pembangunan diarahkan ke Kota Palembang, dengan dibagi menjadi dua wilayah kerja yaitu Lampung dan Palembang. Pada tanggal 22 Februari 1927 Palembang dan Bandar Lampung akhirnya bisa terhubung, dengan ditandainya peresmian segmen ke arah Blambangan Umpu oleh Kepala Jawatan SS.[2][3]
Perpanjang menuju Tanjung Enim juga dibangun untuk pengangkutan batu bara. Segmen pertamanya adalah segmen Prabumulih menuju Gunung Megang yang diresmikan pada tanggal 1 Desember 1916. Kemudian diresmikan perpanjangannya ke arah Muara Enim pada tanggal 2 April 1917, dan terakhir sampai di Tanjung Enim pada tanggal 1 September 1919.[2] Selanjutnya, pada awal dekade 1930-an jalur ini diperpanjang hingga Stasiun Lubuklinggau dan diresmikan pada pertengahan tahun 1933.[4]
Belanda pada awalnya tidak begitu tertarik menghubungkan seluruh Sumatra dengan kereta api. Belanda pun membagi wilayah Sumatra menjadi dua bagian: Pantai Barat dan Pantai Selatan, ditinjau dari budaya, bentang alam, dan komposisi sosial masyarakatnya. Justru yang mempersatukan seluruh Sumatra adalah Jalan Raya Lintas Sumatra yang digagas pada tahun 1916. Bahkan, dengan adanya hubungan jalan raya ini, praktis pengangkutan hasil-hasil perkebunan di Sumatra terutama kelapa sawit dan karet menjadi semakin lancar dan menyebabkan harga-harganya di pasar melambung. Selain itu, justru impor mobil pribadi dan truk juga meningkat tajam; tercatat pada tahun 1924–1926 jumlah mobil pribadi yang diimpor naik dari 539 menjadi 3.059 unit. Adapun truk yang diimpor meningkat tajam dari 94 menjadi 1.172 unit.[5]
Kesuksesan yang diraih SS menginspirasi perusahaan ini pernah menyusun masterplan agar seluruh Sumatra terhubung dengan rel kereta api, namun Depresi Besar (zaman malaise) yang terjadi di akhir dekade 1920-an menyebabkan rencana ini gagal.[6]
Jalur yang dibangun
Jalur | Segmentasi lintas | Waktu Pembukaan | Panjang Lintasan Rel (km) | Keterangan |
---|---|---|---|---|
Jalur kereta api Panjang–Martapura | Panjang–Tanjung Karang | 3 Agustus 1914 | 12 | |
Tanjung Karang–Labuanratu | 1 Maret 1915 | 5 | ||
Labuanratu–Tegineneng | 1 November 1915 | 22 | ||
Tegineneng–Hajipemangilan | 1 Februari 1917 | 24 | ||
Hajipemangilan–Blambangan | 1 Februari 1918 | 14 | ||
Blambangan–Kutabumi | 2 Januari 1921 | 20 | ||
Kutabumi–Cempaka | 1 Juni 1923 | 8 | ||
Cempaka–Martapura | ? | 90 | ||
Telokbetong–Garuntang | Telokbetong–Garuntang | 27 Mei 1921 | 4 | |
Kertapati–Prabumulih | Kertapati–Prabumulih | 1 November 1915 | 78 | |
Prabumulih–Tanjung | Prabumulih–Gunung Megang | 1 Desember 1916 | 44 | |
Gunung Megang–Muara Enim | 2 April 1917 | 29 | ||
Muara Enim–Tanjung | 1 September 1919 | 13 | ||
Prabumulih–Martapura | Prabumulih–Peninjawan | 15 September 1922 | 56 | |
Peninjawan–Baturaja | 1 Juli 1923 | 38 | ||
Baturaja–Martapura | 16 November 1926 | 33 | ||
Lahat–Tebingtinggi–Muara Saling | Lahat–Tebingtinggi–Muara Saling | ? | 120 |
Referensi
- ^ Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1978). Sejarah Daerah Bengkulu. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 147.
- ^ a b Staatsspoorwegen (1924). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken.
- ^ Nusantara., Tim Telaga Bakti; Indonesia., Asosiasi Perkeretaapian (1997). Sejarah perkeretaapian Indonesia (edisi ke-Cet. 1). Bandung: Angkasa. ISBN 9796651688. OCLC 38139980.
- ^ Kop, Jan (2004). Bouwen in de Archipel: burgerlijke openbare werken in Nederlands-Indië 1800-2000. Walburg Pers.
- ^ Anthony., Reid, (2011). Menuju sejarah Sumatra : antara Indonesia dan dunia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794617755. OCLC 949742193.
- ^ Media, Kompas Cyber. "Sejarah Jalur KA Lampung-Palembang - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-02-26.