Arswendo Atmowiloto

Penulis dan wartawan Indonesia

Templat:Infobox artis indonesia Arswendo Atmowiloto (26 November 1948 – 19 Juli 2019)[1] adalah penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan KOMPAS. Ia menulis cerpen, novel, naskah drama, dan skenario film.[2]

Pendidikan dan karier

Arswendo pernah kuliah di IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang.

Tahun 1979 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.[3]

Ia pernah mengelola tabloid Bintang Indonesia setelah menemui Sudwikatmono, penerbitnya. Arswendo berhasil menghidupkan tabloid itu, tetap dirinya hanya bertahan tiga tahun. Ia kemudian mendirikan perusahaannya sendiri, PT. Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya tiga media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), serta tabloid Pro-TV. Selain aktif menulis, ia juga memiliki sebuah rumah produksi sinetron.

Kontroversi

Pada tahun 1990, ketika menjadi pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia ditahan dan dipenjara karena satu jajak pendapat. Ketika itu, tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat Muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum sampai divonis hukuman 5 tahun penjara.[4]

Kehidupan pribadi

Nama aslinya adalah Sarwendo, dengan nama baptis Paulus. Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang komersial dan pop. Lalu di belakang namanya itu ditambahkan nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang dikenal luas sekarang.

Kakaknya, Satmowi Atmowiloto, adalah seorang kartunis.

Karya

Dalam penulisan tidak jarang dia menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambungnya, Sudesi (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia menggunakan nama Sukmo Sasmito. Untuk Auk yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama Lani Biki, kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain pernah dipakainya adalah Said Saat dan B.M.D Harahap.

Sinetron

  • 1 Kakak 7 Ponakan (RCTI, 1996)
  • Keluarga Cemara (RCTI, 1996–2002)
  • Deru Debu (SCTV, 1994–1996)
  • Jalan Makin Membara II (SCTV, 1995–1996)
  • Jalan Makin Membara III (SCTV, 1996–1997)
  • Imung (SCTV, 1997)
  • Ali Topan Anak Jalanan (SCTV, 1997–1998)

Penghargaan

Tahun 1972 ia memenangkan Hadiah Zakse atas esainya "Buyung -Hok dalam Kreativitas Kompromi". Dramanya, Penantang Tuhan dan Bayiku yang Pertama, memperoleh Hadiah Harapan dan Hadiah Perangsang dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ 1972 dan 1973. Pada tahun 1975 dalam sayembara yang sama dia mendapatkan Hadiah Harapan atas drama Sang Pangeran. Dramanya yang lain, Sang Pemahat, memperoleh Hadiah Harapan I Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-Anak DKJ 1976. Selain itu, karyanya Dua Ibu (1981), Keluarga Bahagia (1985), dan Mendoblang (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K tahun 1981, 1985, dan 1987. Tahun 1987 Arswendo memperoleh Hadiah Sastra Asean.[5]

Wafat

Pada hari Jumat, 19 Juli 2019, Arswendo meninggal dunia di rumahnya pada pukul 17.50, setelah mengalami sakit kanker prostat.[6]

Referensi

  1. ^ "Menyoal Kanker Prostat yang Diderita Arswendo Atmowiloto". CNN Indonesia. Diakses tanggal 19 Juli 2019. 
  2. ^ "Kabar Duka, Sastrawan dan Wartawan Senior Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia". Tabloid Bintang. Diakses tanggal 19 Juli 2019. 
  3. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 84
  4. ^ Jurnalis Arswendo Atmowiloto Wafat, Ini Rekam Jejaknya
  5. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 84
  6. ^ Sastrawan dan Wartawan Senior Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia

Pranala luar