Yokosuka K5Y
Cureng atau Yokosuka K5Y adalah pesawat latih bersayap ganda (biplane) dan berkursi dua (julukan Sekutu: "Willow") yang dipergunakan oleh Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) dalam Perang Dunia II. Karena warna catnya yang jingga cerah (digunakan oleh seluruh pesawat latih militer Jepang untuk alasan visibilitas), pesawat ini dijuluki "aka-tombo" alias "capung merah", menurut jenis serangga yang umum dijumpai di seluruh Jepang. Pesawat K5Y dari Korps Serang Khusus Kamikaze Skuadron Ryuko ke-3 (Kamikaze Special Attack Corps 3rd Ryuko Squadron) berperan dalam tenggelamnya kapal perusak Angkatan Laut Amerika Serikat USS Callaghan pada 29 Juli 1945, kapal perang Amerika Serikat terakhir yang tenggelam akibat serangan kamikaze selama Perang Dunia II.
Tipe | Pesawat latih lanjut bersayap ganda dan berkursi dua |
---|---|
Terbang perdana | 1933 |
Diperkenalkan | 1934 |
Status | Tidak aktif |
Pengguna utama | Jepang |
Pengguna lain | TKR Indonesia |
Desain dan Pengembangan
Pesawat ini dibuat berdasarkan desain pesawat latih menengah Angkatan Laut Yokosuka Type 91, tetapi permasalahan stabilitas telah didesain ulang oleh pabrik pesawat Kawanishi pada tahun 1933. Mulai dipergunakan oleh Kaigun pada tahun 1934 sebagai pesawat latih Angkatan Laut Type 93 Intermediate Trainer K5Y1 dengan roda pendarat tetap (fixed tail-skid landing gear), dan tetap dipergunakan selama perang. Pesawat apung (floatplane) tipe K5Y2 dan K5Y3 juga diproduksi. Setelah 60 contoh awal oleh Kawanishi, produksinya dilanjutkan oleh pabrik pesawat Watanabe (556 pesawat), Mitsubishi Mitsubishi (60), Hitachi (1393), First Naval Air Technical Arsenal (75), Nakajima (24), Nippon (2733), and Fuji (896), hingga total 5770 pesawat. Pesawat ini merupakan pesawat latih andalan Kaigun, dan sebagai pesawat latih menengah, pesawat ini mampu melakukan manuver-manuver aerobatik yang diinginkan. Dua versi pesawat darat lainnya, K5Y4 dengan mesin 358 kW (480 hp) Amakaze 21A dan K5Y5 dengan mesin 384 kW (515 hp) Amakaze 15, direncanakan juga namun tidak pernah diproduksi. [1]
Varian
- K5Y1
- Pesawat latih menengah berawak dua orang untuk Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.
- K5Y2
- Versi pesawat air, dengan mesin Amakaze 11.
- K5Y3
- Versi pesawat air, dengan mesin 384 kW (515 hp) Amakaze 21.
- K5Y4
- Versi pesawat darat dengan mesin 358 kW (480 hp) Amakaze 21A. Tidak pernah diproduksi.
- K5Y5
- Versi pesawat darat dengan mesin 384 kW (515 hp) Amakaze 15. Tidak pernah diproduksi.
Operator
- Jepang
- Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang)
Pasca Perang Dunia II
- TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Indonesia mengoperasikan pesawat pesawat-pesawat Yokosuka K5Y yang ditinggalkan tentara pendudukan Jepang pada akhir Perang Dunia II untuk menghadapi pasukan Belanda. Pada 29 Juli 1947, penerbang-penerbang TRI (Tentara Republik Indonesia) - Oedara menerbangkan 2 pesawat Yokosuka K5Y, bersama Guntei dan Hayabusa, dari Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta untuk membom posisi-posisi strategi pasukan Belanda di Ambarawa, Salatiga dan Semarang. Oleh penerbang-penerbang TRI-Oedara, pesawat ini dijuluki Cureng/Churen, dan saat ini dipajang di Museum TNI Satria Mandala di Jakarta.
Spesifikasi
Karakteristik Umum
- Awak: 2 (dua)
- Panjang: 8,05 m (26 kaki 5 inci)
- Bentang Sayap: 11,00 m (36 kaki 1 inci)
- Tinggi: 3.20 m (10 kaki 6 inci)
- Luas Sayap: 27,7 m² (298,2 kaki²)
- Bobot Kosong: 1000 kg (2205 lb)
- Berat Lepas Landas Maksimum: 1500 kg (3307 lb)
- Mesin: 1 mesin radial Hitachi Amakaze 11 9-silinder berpendingin udara, 224 kW (300 DK)
Kemampuan
- Kecepatan Maksimum: 212 km/jam (115 knot, 132 mil/jam)
- Kecepatan Jelajah: 138 km/jam (75 knot, 86 mil/jam)
- Daya Jelajah: 1019 km (550 mil laut, 633 mil)
- Ketinggian Jelajah: 5700 m (18.700 kaki)
- Kecepatan mendaki hingga 3000 m (9845 kaki): 13 menit 32 detik
Persenjataan
- Senapan: 1× fixed, forward-firing 7.7 mm (.303 in) Type 89 machine gun and 1× flexible, rearward-firing 7.7 mm (.303 in) Type 92 machine gun
- Bom: maksimum 100 kg (220 lb) di rak cadangan
Yokosuka K5Y di Indonesia
Pesawat ini dikenal dengan nama Churen dan dipergunakan oleh TNI AU sebagai pesawat latih, pengintai, pengangkut, pembom, pemotretan udara dan palang merah.
Di TNI AU, ia diterbangkan untuk pertama kalinya oleh Agustinus Adisoetjipto dengan tanda merah putih di pangkalan udara Maguwo, Yogyakarta pada tanggal 27 November 1945. Ia diterbangkan untuk kedua kalinya pada 28 Oktober 1945, bertepatan dengan diadakannya rapat raksasa di alun-alun kota. Dan penerbangan tersebut dilakukan sebelum Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Djawatan Penerbangan diresmikan.[2]
Pada tahun 1946, dipergunakan untuk memperluas jaringan udara dari Pangkalan Udara Maguwo hingga ke daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatra. Selain itu pada tahun ini, di 2 September 1946, terjadi kecelakaan dan korban pesawat pertama yang menimpa Opsir Udara II Tarsono Rudjito. Kecelakaan terjadi karena pesawat Churen mendarat darurat di Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan sebelumnya, pada 12 Februari 1946, TNI AU melakukan percobaan penerjunan untuk pertama kalinya di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta dengan mempergunakan parasut. Penerjunan tersebut dilakukan dari ketinggian 2.300 kaki oleh 3 orang penerjun. Operasi percobaan penerjunan ini mempergunakan pesawat Churen yang diterbangkan oleh penerbang Agustinus Adisoetjipto, menerjunkan Amir Hamzah; penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo menerjunkan Pungut.[3] Pada tanggal 12 Mei 1946, dilaksanakan penerbangan dua pesawat Churen menuju Lapangan Udara Pamekasan, Madura dengan tujuan untuk mempersiapkan lapangan udara tersebut agar bisa dipakai untuk operasi penerbangan. Penerbangan itu akhirnya dibatalkan karena ada kerusakan di roda pendaratnya, dimana akhirnya kembali ke Yogyakarta, dengan mendarat darurat di Pangkalan Udara Bugis, Malang.[4]
Tanggal 8 Maret 1947, kembali dilakukan penerjunan dan merupakan penerjunan kedua yang dilaksanakan di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta, bersamaan dengan Wing Day, hari dimana para karbol - kadet penerbangan, diwisuda. Operasi penerjunan ini diawakan oleh penerbang Gunadi dan Agustinus Adisoetjipto, dengan penerjun Muhammad Sujono dan Soekotjo.[5]
Pesawat ini juga dipergunakan untuk operasi pengeboman untuk pertama kalinya pada tanggal 29 Juli 1947 di kota Salatiga dan Ambarawa yang diterbangkan oleh penerbang Sutardjo Sigit dan penerbang Suharnoko. Pesawat Churen tersebut diterbangkan dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta.[6]
. Referensi
Catatan kaki
- ^ Francillon, R.J. Japanese Aircraft of the Pacific War. London: Putnam & Company Ltd., 1970 (2nd edition 1979). ISBN 0-370-30251-6.
- ^ Suryadarma 2017, hlm. 48.
- ^ Suryadarma 2017, hlm. 83.
- ^ Suryadarma 2017, hlm. 87.
- ^ Suryadarma 2017, hlm. 84.
- ^ Suryadarma 2017, hlm. 92.
Daftar pustaka
- Suryadarma, Adityawarman (2017). Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma. Kompas Media Nusantara. ISBN 978-602-412-177-8.
- Collier, Basil. Japanese Aircraft of World War II. London: Sidgwick & Jackson, 1979. ISBN 0-283-98399-X.
- Francillon, R.J. Japanese Aircraft of the Pacific War. London: Putnam & Company Ltd., 1970 (2nd edition 1979). ISBN 0-370-30251-6.
- Mondey, David. The Concise Guide to Axis Aircraft of World War II. London: Chancellor Press, 1996. ISBN 1-85152-966-7.
- Tagaya, Osamu. Imperial Japanese Naval Aviator, 1937-45. Botley, Oxfordshire, UK: Osprey Publishing, 2003. ISBN 1-84176-385-3.