Agus Salim

pahlawan nasional Indonesia
Revisi sejak 14 Oktober 2019 23.48 oleh Rahmatdenas (bicara | kontrib) (Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh Angga SR) dan mengembalikan revisi 15963851 oleh Urang Kamang)

Haji Agus Salim (lahir dengan nama Masyhudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); 8 Oktober 1884 – 4 November 1954) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961[1].

Agus Salim
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-3
Masa jabatan
3 Juli 1947 – 20 Desember 1949
PresidenSoekarno
Perdana MenteriSutan Syahrir
Sebelum
Pendahulu
Sutan Syahrir
Pengganti
Mohammad Roem
Sebelum
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-1
Masa jabatan
12 Maret 1946 – 3 Juli 1947
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Jabatan Baru
Pengganti
Tamsil
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1884-10-08)8 Oktober 1884
Belanda Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat, Hindia Belanda
Meninggal4 November 1954(1954-11-04) (umur 70)
Indonesia Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Anak8
ProfesiJurnalis, Diplomat
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Latar belakang

Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.

Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.

Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.

Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.

Karya tulis

  • Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia
  • Dari Hal Ilmu Quran
  • Muhammad voor en na de Hijrah
  • Gods Laatste Boodschap
  • Jejak Langkah Haji Agus Salim (Kumpulan karya Agus Salim yang dikompilasi koleganya, Oktober 1954)

Karya terjemahan

Karier politik

Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.

Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:

  • anggota Volksraad (1921-1924)
  • anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
  • Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
  • pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
 
Presiden Sukarno dan Agus Salim dalam tahanan Belanda, 1949.

Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.

Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.

Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.

Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia, Departemen Sosial RI Online, Januari 2010. Diakses 26 Agustus 2012.

Pranala luar

Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Sutan Syahrir
Menteri Luar Negeri Indonesia
19471949
Diteruskan oleh:
Alexander Andries Maramis
Didahului oleh:
Alexander Andries Maramis
Menteri Luar Negeri Indonesia
1949
Diteruskan oleh:
Mohammad Hatta
Didahului oleh:
Jabatan baru
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia
1946-1947
Diteruskan oleh:
Tamsil