Lukah Gilo merupakan kesenian tradisional yang sering dimainkan oleh brakyat dalam berbagai upacara, baik upacara adat maupun acara-acara lainnya. Kesenian ini mirip dengan Jailangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang. istilah Lukah Gilo berasal dari bahasa Minangkabau, dimana Lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan Gilo berarti gila. Sebelum Lukah Gilo dimainkan, ada beberapa tahapan proses pembuatan yang perlu dilakukan hingga Lukah siap dimainkan. Lukah Gilo merupakan ekspresi dari hubungan atau komunikasi antara manusia (bomo) dan kawan-kawannya dengan makhluk gaib untuk masuk ke dalam Lukah, dengan berbagai tujuan keperluan budaya. Bagi suku Bonai, mahkluk halus yang masuk kedalam Lukah tersebut dikategorikan sebagai jin. Beberapa tahapan ritual yang harus dilakukan oleh sang bomo dan orang-orang yang terlibat dalam permainan ini, supaya lukah dipertunjukkan dapat berjalan lancar berikut tahapan pertunjukan lukah gilo ialah:[1]

  1. Merokok. Bertujuan untuk mengumpulkan energi, menenangkan diri, dan berkonsentrasi;
  2. Makan. Bomo dan asisten bomo nmembawa bekal nasi dan lauk-pauk yang mereka masak sendiri dari rumah ketempat pertunjukan;
  3. Minum. Untuk melepas dahaga dan mengumpulkan energi;
  4. Membuka tutup lukah. Merupakan tahapan pertunjukan dimulai. Kain hitam penutup lukah dibuka oleh bomo utama. Bomo memanggil dua orang asistennya untuk memegang lukah, dan lukah pun kembali ditutup dengan menggunakan kain hitam oleh bomo sambil berkata kepada penonton;
  5. Mengambil mayang pinang dan memulai pertunjukan. Tahap ketika bomo duduk dihadapan lukah yang akan siap dimainkan sambil berkata kepada dua asistennya, "Dah siap ompun beduo?", yang artinya, "Apakah sudah siap kamu berdua?" (untuk melakukan lukah gilo sebagai tanda permainan dimulai);
  6. Membaca mantra perlahan dan cepat. Setelah semua lengkap dan bomo mulai menggoyang-goyangkan mayang pinang ke arah kiri dan kanan sambil membaca mantra lukah gilo;
  7. Lukah bergerak dan menggila, asisten bomo yang memegang lukah pun ikut bergerak ke manapun arah lukah digerakkan oleh bomo utama;
  8. Meniup lukah agar lukah berhenti bergerak;
  9. Lukah berhenti bergerak;
  10. Menyerahkan lukah kepada penyelenggara;
  11. Minum setelah pertunjukan

Referensi

  1. ^ Dwi Ratnawati, Lien (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.