Tionghoa Bangka-Belitung
Tionghoa Bangka-Belitung adalah etnis Tionghoa yang tinggal di wilayah Babel (Bangka Belitung), Indonesia.[1][2] Bangka Belitung merupakan salah satu daerah dengan konsentrasi etnis Tionghoa yang besar di Indonesia selain di Jawa, Riau, Sumatra Timur dan Kalimantan Barat.[3]
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Pulau Bangka, Pulau Belitung, Jakarta | |
Bahasa | |
Hakka, Melayu Bangka, Melayu Belitung, Hokkian | |
Agama | |
Agama tradisional Tionghoa, Buddhisme, Kristen, Islam |
Sejarah
Awal kedatangan dengan skala besar orang Tionghoa di Bangka Belitung terjadi antara tahun 1700-1800-an. Orang Hakka (客家) awalnya didatangkan dari berbagai wilayah di Provinsi Guangdong seperti Meixian, Prefektur Huizhou, Prefektur Chaozhou menjadi tenaga penambang timah.[4]
Sebagian besar etnis Tionghoa di Bangka Belitung didominasi Orang Hakka dengan minoritas Orang Minnan (Hokkian). Berdasarkan sensus pada tahun 1920, Total populasi orang Tionghoa Bangka mencapai 44% dari keseluruhan 154.141 jiwa.
Demografi
Tionghoa di Bangka dan Belitung merupakan yang terbesar kedua setelah Suku Melayu.
Budaya
Budaya Tionghoa di Bangka agak sedikit berbeda dengan Tionghoa di Belitung.[1] Orang Tionghoa di Bangka didatangkan pada awal abad ke-18 ketika pertambangan resmi dibuka. Mereka umumnya tidak membawa istri sehingga menikahi penduduk bumiputera, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar merupakan peranakan yang berbicara Bahasa Hakka yang bercampur Bahasa Melayu.[1]
Tionghoa Belitung dianggap "totok" karena datang pada abad ke-19 membawa istri.[1] Mereka beradaptasi dengan kebudayaan Nusantara antara lain dengan mengganti pakaian mereka dengan pakaian suku Nusantara seperti baju kurung dengan kebaya, celana dengan sarung.[1] Mereka masih berbicara dengan Bahasa Hakka yang asli.[1]
Stereotipe
Di masyarakat, warga Tionghoa Bangka dikenal memiliki etika kesopanan yang rendah (kasar). Bagi yang masih tinggal di kampung pedalaman, etika dalam makan kurang diperhatikan, seperti makan dengan menggunakan piring dan sendok secara beramai-ramai. Namun mereka memiliki rasa kekeluargaan dan persaudaraan (solidaritas) yang sangat tinggi apabila jika dibanding dengan suku etnis Tionghoa lainnya.[4]
Tokoh-tokoh Tionghoa Bangka-belitung
- Lim Tau Kian, tokoh Muslim Tionghoa.
- Lim Boe Sing, pebisnis pada periode Hindia Belanda.
- Tjoeng A-tiam, mayor Tionghoa di Mentok.
- Tan Hong Kwee, kapten Tionghoa di Mentok tahun 1832 – 1839
- Tony Wen, lahir di Sungailiat, salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia.
- Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bupati Belitung Timur dari 3 Agustus 2005 sampai 22 Desember 2006 dan Gubernur DKI Jakarta dari 16 Oktober 2014 sampai sekarang.
- Myra Sidharta, penulis dan sinolog dari Belitung.
- Rudianto Tjen, politikus
- Hidayat Arsani, Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
- Bambang Patijaya, politisi (Anggota DPR RI 2019-sekarang)
-
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, salah satu tokoh Tionghoa Babel.
Referensi
- ^ a b c d e f (Indonesia)Peranakan Tionghoa di Bangka-Belitung, historia.id. 18-10-2016
- ^ (Indonesia)Melayu-Tionghoa Bersaudara Tanpa Sekat, edukasi.kompas.com. 18-10-2016
- ^ (Inggris) Reid, Anthony (1996). Sojourners and Settlers: Histories of Southeast China and the Chinese. University of Hawaii Press.
- ^ a b (Indonesia)9 Sebutan dan Tipe Keturunan Tionghoa di Indonesia, tionghoa.info. 18-10-2016