Tanjung Selor, Bulungan

ibu kota Kabupaten Bulungan dan Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia

Tanjung Selor (disingkat: TJS[2]) adalah sebuah kecamatan dan merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kalimantan Utara dan Kabupaten Bulungan, yang terletak di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Tanjung Selor merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Utara. Kota Tanjung Selor terletak di Kabupaten Bulungan, Tanjung Selor bukanlah sebuah Daerah yang berstatus kota tetapi kota Tanjung Selor masih berstatus Kecamatan yang masih dipimpin oleh Camat. Dan mungkin dalam waktu dekat ini status Kota Tanjung Selor sebagai Kecamatan akan dinaikkan statusnya menjadi Kota. Tanjung Selor memiliki luas wilayah 1.277,81 km² dan berdasarkan data BPS Kabupaten Bulungan jumlah penduduk Tanjung Selor sebanyak 42.231 orang pada tahun 2012 dengan rincian jumlah penduduk 22.488 laki-laki dan 19.743 perempuan dengan Angka Sex Ratio sebesar 113,90 persen. Apabila dikaitkan dengan luas wilayah Kota Tanjung Selor dengan jumlah penduduknya yang cukup signifikan maka kepadatan penduduk Kota Tanjung Selor adalah sebesar 33 orang per km² nya[3].

Tanjung Selor
Kota
Tugu Cinta Damai di pusat kota Tanjung Selor
Tugu Cinta Damai di pusat kota Tanjung Selor
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Utara
Berdiri12 Oktober 1790
Ibu kota kabupaten Bulungan11 Oktober 1960
Ibu kota provinsi Kalimantan Utara11 Mei 2015
Pemerintahan1 kecamatan 6 desa dan 3 kelurahan
Pemerintahan
 • BupatiSudjati
 • CamatErrin Wiranda, S.E.
Luas
 • Total1.277,81 km2 (493,37 sq mi)
Populasi
 • Total51,996 jiwa[1]
Zona waktuUTC+8 (Waktu Indonesia Tengah)
Kode area telepon0552
Situs webwww.bulungankab.go.id www.kectgselor.bulungan.go.id

Wilayah Administrasi Pemerintahan

Wilayah administratif pemerintahan Kecamatan Tanjung Selor membawahi 3 (tiga) wilayah pemerintahan Kelurahan yaitu: Tanjung Selor Hulu, Tanjung Selor Hilir dan Tanjung Selor Timur. Membawahi pula 6 (enam) desa, meliputi: Jelarai Selor, Gunung Seriang, Bumi Rahayu, Gunung Sari, Apung dan Tengkapak [4]

Batas wilayah

Batas-batas wilayah kecamatan Tanjung Selor adalah sebagai berikut:

Utara Kecamatan Tanjung Palas Tengah
Timur Kecamatan Tanjung Palas Timur Terdapat Lokasi Bandar Udara Tanjung Harapan
Selatan Kabupaten Berau
Barat Kecamatan Tanjung Palas

Demografi

Budaya

Tanjung Selor adalah ibu kota Kabupaten Bulungan dan merupakan pusat pemerintahan. Masyarakatnya sangat beragam terdiri dari berbagai suku, seperti Melayu, Tidung, Bulungan, Dayak, Bugis, Jawa, dan suku-suku pendatang lainnya. Dengan keragaman suku masyarakat membuat budayanya pun juga cukup beragam, sesuai dengan keradaan suku masyarakatnya. Namun dengan keragaman itulah membuat dinamika budaya pun mengalami proses akulturasi dan saling menghormati antar budaya dan masyarakatnya.

Agama

Berdasarkan data BPS Kabupaten Bulungan 2017 mencatat bahwa mayoritas penduduk Tanjung Selor memeluk agama Islam yakni 78.57%, kemudian Kristen Protestan 16.38%, Katolik 3.68%, Budha 1.23%, Hindu 0.13% dan Konghucu 0.01%.[5]

Sarana ibadah yang ada di wilayah ini terdiri dari masjid 40 buah, langgar 13 buah dan mushalla 28 buah. Kemudian ada 38 buah gereja (33 gereja Protestan dan 5 gereja Katolik), Pura 1 buah, Vihara 1 buah, dan Klenteng 1 buah.

Pendidikan

Sarana Pendidikan: 8 TK, 31 SD/MI, 1 SDLB, 11 SMP/MTs, 7 SMA/MA dan 3 Perguruan Tinggi.

Tanjung Selor Tempo Doeloe

Berkas:Tanjung Selor Tempo Dulu.jpg

Alam sejarah Bulungan, sebuah bandar dagang baru yaitu Tanjung Selor dibangun berseberangan di Tanjung Palas. Tanjung Selor menjadi pusat perdagangan yang ramai, ini disebabkan wilayah Kesultanan Bulungan terletak pada jalur perdagangan internasional pantai timur Kalimantan. Pada masa itu aktivitas perdagangan ramai terjadi di sekitar pantai timur di mana para pedagang dari Singapura, Bwansa (Sulu), Magindanou, Bulungan dan Berau singgah ke bandar Samarinda yang merupakan bandar resmi Kerajaan Kutai yang juga menghubungkan Makassar sehingga otomatis Bulungan masuk dalam jalur pelayaran internasional pada masa itu. Bandar-bandar ini menjadi wilayah berkumpulnya pusat perdagangan setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga jual beli hasil bumi yang dikumpulkan di wilayah hulu sungai seperti sarang burung, lilin, rotan dan lain sebagainya juga diperdagangkan di bandar dagang milik Kesultanan Bulungan ini.

Menurut laporan yang dibuat oleh J. Zweger sekitar tahun 1853 misalnya, mencatat aktivitas dagang yang berkembang pesat saat itu. Munculnya Tanjung Selor, berhadapan dengan Tanjung Palas, Ibu kota Kesultanan Bulungan, memicu lahirnya kedatangan para pendatang yang juga berprofesi sebagai pedagang dari luar Bulungan, sehingga terbentuklah perkampungan baru di seberang Tanjung Palas yaitu di Tanjung Selor. Wilayah itu tidak hanya dihuni para pendatang berkebangsaan keturunan Arab yang kemudian membuat pemukiman yang bernama kampung Arab, tetapi juga diikuti tumbuhnya kantong-kantong pemukiman lain yang menyebar di sekitar tepi sungai di Tanjung Selor. Selain orang-orang keturunan Arab, Tanjung Selor juga dihuni suku bangsa lain seperti orang-orang Tidung, Bugis, Jawa, Melayu (Sumatra), Banjar dan orang Cina. Tumbuhnya kantong-kantong pemukiman di Tanjung Selor ini bukannya disebabkan adanya kegiatan usaha dagang saja, tetapi juga karena adanya migrasi dalam skala yang cukup besar dari tanah asal mereka. Sebagian besar dari mereka masuk dalam kelompok orang-orang Melayu sehingga mudah melakukan pembauran dalam masyarakat. Selain itu pembauran ini juga mempercepat penyebaran agama Islam pada masa itu. Selain kampung Arab, kampong dagang dan tanah seribu, dikenal juga kampung pasar yang kebanyakan dihuni oleh orang-orang Banjar.

Adanya interaksi dagang pada masa itu berkembang menjadi semacam saling tukar menukar keahlian dalam bidang teknik dan perdagangan, contohnya pengetahuan tentang teknik membuat perahu dan kapal, pengetahuan tentang arah mata angin dalam pelayaran, pengetahuan tentang letak suatu wilayah di sepanjang pantai timur Kalimantan (Geografi), pengetahuan tentang Komoditi Ekspor Impor, peredaran mata uang, dan yang paling penting adalah pengetahuan tentang penggunaan tulisan dan bahasa Melayu yang digunakan sebagai Linguafranca (Bahasa Internasional) sebagai bahasa pengantar. Temuan arkeologis berupa kompleks makam-makam raja-raja Bulungan di Tanjung Palas semakin menguatkan adanya unsur-unsur penggunaan bahasa dan tulisan Arab Melayu di lingkungan dalam atau luar istana. Disinyalir para diplomat Kesultanan Bulungan menggunakan tulisan Arab Melayu sebagai perantara dalam bidang perdagangan, politik, maupun urusan diplomasi kenegaraan dengan kerajaan-kerajaan di sekitar wilayah Kesultanan Bulungan[6].

Referensi