KRI Kelabang (826)
KRI Kelabang (826) adalah salah satu dari total empat Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang menjadi unsur kekuatan yang dibawahi oleh Satuan Kapal Patroli (Satrol) Lantamal II. Kapal ini digunakan untuk menunjang segala kegiatan operasi di wilayah kerja Lantamal II, yaitu mulai dari Laut Sibolga hingga Bengkulu. KRI Kelabang (826) diproduksi pada tahun 1971 dan menjadi bagian dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) pada tahun 1995. KRI Kelabang mempunyai ukuran panjang mencapai 56,79 meter dan ukuran lebar mencapai 7,73 meter dengan tinggi mencapai 16,75 meter. Kapal ini dilengkapi dengan persenjataan berupa meriam 25 milimeter di bagian lambung kanan dan lambung kiri serta mempunyai metraliur 12,7 milimeter. Kapal ini terdiri atas 35 personel yang terampil dalam berlayar dan berperang di laut. Saat ini KRI Kelabang (826) dipimpin oleh Mayor Laut (P) Aris Pratikto[1]
Penamaan
Sebelumnya, KRI Kelabang (826) bernama KRI Pulau Rondo (725).[2]. Semua kapal perang milik TNI AL selalu diawali dengan inisial KRI yang menandakan bahwa kapal tersebut merupakan Kapal Perang TNI AL. Di sisi depan kapal akan selalu ditemukan tiga angka yang merupakan kode nomor lambung kapal. Klasifikasi kapal perang TNI AL telah dibagi menjadi nomor satuan 1 hingga 9 sesuai dengan fungsinya masing-masing. Nomor lambung kapal perang TNI AL memiliki tiga digit angka. Tiap nomor lambung mempunyai makna tersendiri. Kapal dengan nomor lambung yang berawalan angka tujuh menandakan kapal tersebut merupakan satuan kapal penyapu ranjau. Kapal ini berfungsi menyapu ranjau yang masih tersisa di laut. Penamaan kapal diperoleh dari nama-nama pulau yang ada dalam wilayah Indonesia. Kapal dengan nomor lambung yang berawalan angka delapan menandakan jenis kapal patroli. Nama kapal patroli TNI AL diperoleh dari nama ikan-ikan yang hidup di perairan Indonesia, termasuk salah satunya adalah KRI Kelabang (826).[3]
Nama KRI Kelabang sendiri pernah digunakan, namun tanpa nomor lambung. Kapal pertama yang menggunakan nama ini merupakan buatan lokal yang diproduksi di kota Surabaya. Pembuatan kapal tersebut cukup lama, yaitu sejak tahun 1966 hingga tahun 1970. Kapal tersebut memilik bobot seberat 150 ton. Panjang kapal maksimal mencapai 39 meter dengan lebar maksimal 5,7 meter. Tinggi kapal maksmimal mencapai 1.8 meter. Kapal tersebut dilengkapi dengan tiga jenis persenjataan berukuran 1 x 40 milimeter, 1 x 20 milimeter, dan 4 x 12.7 milimeter (2 x 2). Kecepatan jelajahnya mencapai 21 knot. Kapal tersebut dipensiunkan pada tahun 1981 dan namanya digunakan kembali oleh KRI Kelabang dengan diberi penambahan nomor lambung 826.[4]
Penamaan KRI Pulau Rondo berasal dari nama Pulau Rondo yang merupakan pulau yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan ujung barat Pulau Weh. Pulau ini merupakan perbatasan negara Indonesia dengan negara India, tepatnya di Kepulauan Nikobar, dan merupakan jalur pelayaran internasional.[5] Penamaan KRI Kelabang diperoleh dari nama hewan bertubuh kecil bernama kelabang atau lipan yang memiliki sepasang kaki di setiap ruas tubuhnya.[6]
Fungsi
Pada periode tahun 1992 -1993, TNI AL menambah kekuatan tempurnya dengan melakukan pengadaan armada kapal perang bekas negara Jerman Timur. TNI AL membeli sebanyak 39 kapal perang berjenis korvet, LST (landing ship tank), serta jenis penyapu ranjau. Setelah reunifikasi Jerman, armada kapal Kondor tidak difungsikan kembali dan dijual ke negara lain, salah satunya ke negara Indonesia. Dari ketiga jenis kapal bekas milik Jerman Timur ini, armada kelas kondor masuk ke dalam Satuan Kapal Penyapu Ranjau (Satran), baik Satran Koarmabar maupun Satran Koarmatim. Kehadiran kapal jenis kondor melengkapi kekuatan kapal Satran yang telah ada sebelumnya. Setelah waktu berlalu cukup lama, kapal kondor telah mengalami penurunan kemampuan dalam menyapu ranjau. Penurunan kemampuan sapu ranjau tersebut menyebabkan dua dari kesembilan kapal mengalami pergantian tugas menjadi armada Satuan Kapal Patroli (Satrol) TNI AL. Kedua kapal itu yaitu KRI Pulau Rondo (725) yang berubah menjadi KRI Kelabang (826), dan KRI Pulau Raibu (728) yang berubah identitas menjadi KRI Kala Hitam (828).[7]
Kelas Kondor
Padwa awal tahun 1970, kapal penyapu ranjau kelas Kondor dirancang sebagai kekuatan pelindung Pakta Warsawa. Fungsi utamanya adalah untuk menyaingi armada kapal perang North Atlantic Treaty Organization (NATO), utamanya dalam tugas anti kapal selam. Kelas kondor diproduksi di galangan VEB Peenewerft, Wolgast pada tahun 1971. Selain berperan sebagai penyapu ranjau, kapal ini mempunyai tugas lain, yaitu sebagai armada kapal patroli. Kapal ini dilengkapi dengan teknologi deteksi sonar MG-11/Tamir-II yang digunakan dalam menjalankan tugas penyapuan ranjau. Penetralisiran ranjau yang berhasil terdeteksi dilakukan dengan menggunakan peralatan Double Oropesa Sweep. Alat ini merupakan Alat Penyapu Ranjau (APR) mekanik yang dihubungkan dengan gunting ledak yang fungsinya menyapu ranjau jangkar. Kegunaannya untuk memotong rantai ranjau jangkar, sehingga bola ranjau jangkar yang tersapu APR ini akan mengapung di permukaan air laut. Bola ranjau tersebut dapat dimatikan oleh Tim EOD (Explosive Ordnance Disposal). Dalam pengoperasiannya APR ini ditunda oleh Kapal Penyapu Ranjau atau Tug Boat Low Magnetic. Kemudian ada Mini Dyad Sweep, yaitu APR yang berupa beberapa batang atau pipa magnetik yang dapat membuat pengaruh medan magnet yang dapat ditunda pemakaiannya oleh Kapal Penyapu Ranjau. Rangkaian Mini Dyad Sweep dilengkapi pula dengan alat pembangkit suara sehingga dapat berperan ganda sebagai APR Akustik dan APR Magnetik. Berdasarkan strukturnya, Kapal jenis kondor dengan kelas kedua memiliki ukuran 56,52 x 7,78 x 2,46 meter. Tenaga disuplai oleh dua unit mesin diesel 2 shaft yang mampu menghasilkan tenaga 4.400 bhp. Pada berat 479 ton, kapal ini dapat melaju dengan kecepatan jelajah 18 knot. Dari sisi persenjataan, kapal ini dilengkapi 2 kanon 2M3 dengan laras ganda kaliber 25 milimeter dan senapan mesin berat kaliber 12,7 milimeter.[8]
Prestasi
Selama beroperasi, KRI Kelabang (826) telah menorehkan beberapa prestasi dalam bidang kemaritiman, di antaranya:
- Menangkap perompak kapal yang ingn merampas kapal MV Lucky Star 8 di perairan Internasional (26 Januari 2011)[9]
- Menyelamatkan para nelayan KM Barokah Jaya GT 2 di perairan Kepulauan Seribu (31 Januari 2016)[10]
- Menangkap Kapal KM Lama Sumber Baru di perairan Selat Malaka (26 September 2017)[11]
- Menangkap Kapal TB JMS I di perairan Selat Sunda (9 Januari 2019)[12]
Referensi
- ^ "Operasi Laut KRI Kelabang-826 – JakartaGreater". Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Ziyadi, A. (2017-09-12). "TNI AL Pilih Frankenthal Class Sebagai Kapal Penyapu Ranjau (Minehunter) Terbaru". MiliterMeter.com. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Liputan6.com (2019-12-09). "Menilik Fungsi Kapal Perang TNI AL dari Nomor Lambung". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Batak, Tarombo. "Daftar kapal perang TNI-AL non-aktif". http://tarombo-batak.automobile.web.id/. Diakses tanggal 13 Januari 2020. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan) - ^ Okezone (2018-02-02). "Pulau Rondo, Pulau Tidak Berpenghuni & Penuh Misteri di Ujung Sumatera : Okezone Lifestyle". lifestyle.okezone.com. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Kompasiana.com. "Waspadai Kelabang disekitar Anda". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Jaya, NKRI (23 Oktober 2014). "CATATAN KECIL MAHLUK HALUS JILID 3 "Ranjau Laut tidak akan memenangkan pertempuran, akan tetapi Ranjau Laut akan menentukan jalannya suatu pertempuran"". patriotgaruda.com/. Diakses tanggal 13 Januari 2020.
- ^ "Kondor Class: Penyapu Ranjau TNI AL dari Era Perang Dingin". Indomiliter.com (dalam bahasa Inggris). 2013-08-27. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ "KRI Kelabang Berhasil Selamatkan "Lucky Star 8" Beserta ABK | Majalah Diving dan Kelautan Indonesia". Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ Okezone (2016-01-31). "TNI Selamatkan ABK Kapal Setelah Sembilan Jam Terapung di Laut : Okezone Nasional". nasional.okezone.com. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ 53788620694 (2017-09-27). "JPNN". www.jpnn.com. Diakses tanggal 2020-01-13.
- ^ "KRI Kelabang-826 Tangkap Kapal Tanpa SIUPAL Di Perairan Selat Sunda". rri.co.id (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2020-01-13.