Infeksi

serangan agen penyebab penyakit pada tubuh organisme

Infeksi atau jangkitan adalah serangan jaringan tubuh organisme oleh agen penyebab penyakit, multiplikasi mereka, dan reaksi jaringan inang terhadap agen tersebut dan racun yang mereka hasilkan.[1][2] Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dihasilkan akibat infeksi. Patogen yang menyebabkan infeksi termasuk:

Infeksi
Gambar mikroskop elektron yang diwarnai menunjukkan sporozoit malaria yang berpindah melalui epitelium usus tikus.
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksi

Individu terinfeksi dapat melawan infeksi menggunakan sistem imun mereka. Mamalia yang terinfeksi bereaksi dengan sistem imun bawaan, yang sering kali melibatkan peradangan, dan kemudian diikuti oleh sistem imun adaptif.[7]

Obat-obatan khusus yang digunakan untuk mengobati infeksi termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, antiprotozoa, dan antelmintik. Penyakit infeksi mengakibatkan 9,2 juta kematian pada tahun 2013 (sekitar 17% dari semua kematian).[8] Cabang kedokteran yang berfokus pada infeksi juga disebut penyakit infeksi.[9]

Klasifikasi

Subklinis (laten) versus klinis (tampak)

Infeksi yang menimbulkan gejala dan tanda yang jelas disebut infeksi klinis, sedangkan infeksi yang aktif tetapi tidak menghasilkan gejala yang nyata dapat disebut infeksi diam atau subklinis. Infeksi yang tidak aktif atau dorman disebut infeksi laten.[10] Contoh infeksi bakteri laten adalah tuberkulosis laten. Beberapa infeksi virus juga bisa bersifat laten, contoh virus laten berasal dari keluarga Herpesviridae.[11]

Kata infeksi dapat menunjukkan adanya patogen tertentu (tidak peduli seberapa sedikit), tetapi juga sering digunakan untuk menyatakan infeksi yang tampak secara klinis (dengan kata lain, kasus penyakit infeksi).[12] Fakta ini kadang-kadang menciptakan beberapa ambiguitas atau mendorong beberapa diskusi penggunaan kata infeksi; untuk menyiasatinya, merupakan hal yang biasa bagi para profesional kesehatan untuk menyebut kolonisasi (bukan infeksi) ketika mereka menyatakan keberadaan patogen, tetapi tak ada infeksi yang tampak secara klinis (tidak ada penyakit).

Istilah berbeda digunakan untuk menggambarkan infeksi. Istilah pertama adalah infeksi akut, yaitu infeksi dengan gejala yang berkembang dengan cepat; jalannya penyakit bisa cepat atau berlarut-larut.[13] Istilah selanjutnya adalah infeksi kronis, ketika gejala penyakit berkembang secara bertahap, selama beberapa minggu atau bulan, dan lambat untuk disembuhkan.[14] Infeksi subakut adalah infeksi dengan gejala yang memakan waktu lebih lama daripada infeksi akut tetapi timbul lebih cepat dibandingkan infeksi kronis. Infeksi laten adalah jenis infeksi yang dapat terjadi setelah fase akut; organisme patogennya ada tetapi gejalanya tidak; setelah beberapa waktu penyakit ini dapat muncul kembali. Infeksi fokal didefinisikan sebagai tempat infeksi awal suatu patogen sebelum mereka menyebar melalui aliran darah ke area lain tubuh.[15]

Primer versus oportunistik

Di antara berbagai mikroorganisme, hanya relatif sedikit yang mengakibatkan penyakit pada orang yang sehat. [16] Penyakit infeksi dihasilkan dari interaksi antara sejumlah patogen dan sistem pertahanan inang yang mereka infeksi. Tampilan dan tingkat keparahan penyakit yang dihasilkan patogen tergantung pada kemampuan patogen tersebut untuk merusak inang dan juga kemampuan inang untuk melawan patogen. Akan tetapi, sistem kekebalan inang juga dapat mengakibatkan kerusakan pada inang itu sendiri dalam upaya untuk mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, dokter mengklasifikasikan mikroorganisme atau mikrob infeksius berdasarkan status pertahanan inang, baik sebagai patogen primer atau sebagai patogen oportunistik:

Patogen primer
Patogen primer menyebabkan penyakit sebagai akibat dari keberadaan atau aktivitas mereka di dalam inang yang normal dan sehat, dan virulensi intrinsiknya (keparahan penyakit yang disebabkannya), sebagian, merupakan konsekuensi dari kebutuhan patogen untuk bereproduksi dan menyebar. Banyak patogen primer manusia yang paling umum hanya menginfeksi manusia, tetapi, banyak penyakit serius diakibatkan oleh organisme yang berasal dari lingkungan atau yang menginfeksi inang nonmanusia.
Patogen oportunistik
Patogen oportunistik dapat mengakibatkan penyakit infeksi pada inang dengan sistem pertahanan yang tertekan (defisiensi imun) atau jika mereka memiliki akses yang tidak biasa ke bagian dalam tubuh (misalnya melalui trauma). Infeksi oportunistik dapat diakibatkan oleh mikrob yang biasanya bersentuhan dengan inang, seperti bakteri atau fungi patogenik di usus atau saluran pernapasan bagian atas, dan mereka juga dapat berasal dari inang lain (seperti pada kolitis akibat Clostridium sulitile) atau dari lingkungan sebagai akibat dari cedera (misalnya infeksi luka pembedahan atau patah tulang). Penyakit oportunistik membutuhkan kerusakan pertahanan inang, yang dapat terjadi sebagai akibat dari cacat genetik (seperti penyakit granuloma kronik), paparan obat antimikrob atau bahan kimia imunosupresif (seperti yang mungkin terjadi setelah keracunan atau kemoterapi), paparan radiasi pengion, atau sebagai akibat dari penyakit infeksi dengan aktivitas imunosupresif (seperti campak, malaria, atau AIDS). Patogen primer juga dapat mengakibatkan penyakit yang lebih parah pada inang dengan imunitas yang tertekan dibandingkan bila terjadi ipada inang yang imunitasnya memadai.[16]
Infeksi primer versus infeksi sekunder
Infeksi primer adalah infeksi yang (atau secara praktis dapat dipandang) menjadi akar penyebab masalah kesehatan saat ini. Sebaliknya, infeksi sekunder adalah sekuela (gejala sisa) atau komplikasi dari penyebab utama. Sebagai contoh, tuberkulosis paru sering merupakan infeksi primer, tetapi infeksi yang terjadi hanya akibat luka bakar atau trauma tajam (sebagai akar penyebab) yang memungkinkan akses patogen ke jaringan dalam, merupakan infeksi sekunder. Patogen primer sering menyebabkan infeksi primer dan juga sering menyebabkan infeksi sekunder. Biasanya, infeksi oportunistik dipandang sebagai infeksi sekunder (karena defisiensi imun atau cedera adalah faktor predisposisinya).

Jenis infeksi lain

Jenis infeksi lain terdiri dari infeksi campuran, iatrogenik, nosokomial, dan infeksi yang didapat dari masyarakat. Infeksi campuran adalah infeksi yang disebabkan oleh dua atau lebih patogen. Contohnya adalah apendisitis, yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan Escherichia coli. Jenis kedua adalah infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang ditularkan dari petugas kesehatan ke pasien. Infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit, juga terjadi pada faslitias layanan kesehatan. Terakhir, infeksi yang didapat dari masyarakat adalah infeksi yang didapat dari seluruh komunitas.[15]

Terpuruknya mekanisme sistem kekebalan

Pada tahapan umum sebuah infeksi, antigen selalu akan memicu sistem kekebalan turunan, dan kemudian sistem kekebalan tiruan pada saat akut. Tetapi lintasan infeksi tidak selalu demikian, sistem kekebalan dapat gagal meredakan infeksi, karena terjadi fokus infeksi berupa:[17]

  • subversi sistem kekebalan oleh patogen
  • kelainan bawaan yang disebabkan gen
  • tidak terkendalinya mekanisme sistem imun

Perambatan perkembangan patogen bergantung pada kemampuan replikasi di dalam inangnya dan kemudian menyebar ke dalam inang yang baru dengan proses infeksi. Untuk itu, patogen diharuskan untuk berkembangbiak tanpa memicu sistem kekebalan, atau dengan kata lain, patogen diharuskan untuk tidak menggerogoti inangnya terlalu cepat.

Patogen yang dapat bertahan hanya patogen yang telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari terpicunya sistem kekebalan.

Variasi serotipe

 

Salah satu cara yang digunakan patogen untuk menghindari sistem kekebalan adalah dengan mengubah struktur permukaan selnya. Banyak patogen ekstraselular mempunyai tipe antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang berbeda. Tipe-tipe tersebut dibedakan berdasarkan uji serologi, sehingga disebut juga serotipe. Infeksi yang dilakukan oleh satu serotipe tertentu dapat memicu sistem kekebalan tiruan terhadapnya, tetapi tidak terhadap infeksi ulang yang dilakukan oleh serotipe yang berbeda, oleh karena sistem kekebalan tiruan melihat satu serotipe sebagai satu jenis organisme yang berbeda. Infeksi akut berulang dari antigen yang sama dapat terjadi karena hal ini.

Penggunaan kapsul pelindung yang mencegah lisis oleh sistem komplemen dan fagosit juga dilakukan Mycobacterium tuberculosis. Spesies bacterioides umumnya bakteri komensal yang berdiam di usus buntu mamalia. Beberapa spesies seperti Bacterioides fragilis adalah patogen oportunistik penyebab infeksi pada lapisan peritoneum. Spesies ini menghindari sistem kekebalan dengan memengaruhi pencerap yang digunakan fagosit untuk menelan bakteri atau dengan menyamar sebagai sel organisme tersebut sehingga sistem kekebalan tidak mengenali mereka sebagai patogen.

Bakteri dan jamur mungkin juga membentuk lapisan bio kompleks, menyediakan perlindungan dari sel dan protein dari sistem kekebalan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lapisan bio muncul di infeksi yang berhasil, termasuk infeksi kronis Pseudomonas aeruginosa dan Burkholderia cenocepacia, ciri utama dari cystic fibrosis.

Mutasi genetik

 
Deteksi trypanosome oleh antibodi akan memicu pergantian gen VSG pada DNA, sehingga dihasilkan protein VSG yang berbeda pula. Tubuh kemudian akan membuat antibodi baru dengan cara yang sama, tetapi setiap antibodi yang baru dibuat mengenali trypanosome, gen VSG akan berubah lagi sebelum sistem kekebalan terpicu. Dengan demikian trypanosome berada satu langkah lebih cepat dari sistem kekebalan, sehingga meskipun berupa protozoa yang berkembangbiak ekstraselular, fokus infeksinya bersifat kronik dan membentuk kompleks imun dan peradangan, hingga berakhir pada kerusakan saraf dan koma. Hal ini yang menyebabkan African trypanosomiasis mendapatkan julukan penyakit "tidur". Malaria adalah contoh lain penyakit yang disebabkan parasit protozoa dengan kemampuan tata-ulang DNA, yang sangat sulit diatasi oleh sistem kekebalan.

Metode kedua yang lebih dinamis ditunjukkan oleh virus influensa. Virus influensa dikenali oleh sistem kekebalan melalui hemaglutinin yang terdapat pada permukaan virus.

  • Mutasi genetik yang pertama disebut antigenic drift yang mengubah notasi gen ekspresi dari hemaglutinin, sebagai respon dari protein yang berada pada permukaan, neuraminidase. Mutasi yang lain mengubah epitop agar tidak dikenali oleh sel T, khususnya yang mempunyai koreseptor CD8.[18]
  • Mutasi genetik yang kedua disebut antigenic shift yang terjadi karena tertukarnya RNA antara virus baru dengan virus yang telah lama berada dalam tubuh inang.
  • Mekanisme ketiga melibatkan tata-ulang DNA terprogram. African trypanosome mempunyai kemampuan untuk mengubah major surface antigen berkali-kali dengan satu kali infeksi. Trypanosome terbungkus oleh sebuah tipe glikoprotein yang disebut variant-specific glycoprotein (VSG), yang dengan mudah dapat dikenali oleh sistem imun. Meskipun demikian, DNA trypanosome mengandung lebih dari 1000 gen VSG dengan ekspresi antigenik yang berlainan.
    • Pada tingkat bakteri, kemampuan tata-ulang DNA juga dijumpai pada Salmonella typhimurium dan Neisseria gonorrhoeae.

Fokus infeksi laten

 

Dalam fisiologi, laten didefinisikan sebagai jedah waktu antara stimulus dan respon yang terpicu di dalam suatu organisme. Virus umumnya segera akan mengkoordinir sintesis protein viral yang dibutuhkan untuk proliferasi, setelah berhasil melakukan infeksi terhadap sebuah sel. Mekanisme semacam ini akan mengakibatkan kondisi akut yang akan segera direspon oleh sistem kekebalan tiruan. Sel T akan dengan mudah memindai fragmen dari protein viral yang tertera pada permukaan molekul MHC dan memadamkan infeksi.

Meskipun demikian, masih terdapat jenis virus yang lain yang mampu menunda proses sintesis protein viral di dalam sel. Kondisi ini disebut kondisi laten, saat tidak terjadi replikasi virus di dalam sel. Infeksi laten tidak menimbulkan penyakit dan keberadaan virus tidak terdeteksi oleh karena tidak terdapat fragmen viral pada molekul MHC. Salah satu contoh adalah virus Herpes Simplex, yang melakukan infeksi epitelia dengan fokus berupa sel saraf di daerah tersebut.

Setelah sistem kekebalan mengatasi infeksi pada epitelia, virus HS tetap berada dalam kondisi laten di dalam neuron saraf. Beberapa faktor seperti sinar matahari, infeksi bakteri dan perubahan hormonal akan mengaktivasi virus ini untuk bermigrasi melalui akson dan melakukan infeksi ulang pada jaringan epitelial. Fokus infeksi berupa neuron memiliki dua keunggulan:

  • peptida viral yang dihasilkan sangat sedikit, menghasilkan fragmen yang tidak menyolok
  • neuron mempunyai molekul MHC kelas I, yang kecil, sehingga sulit dideteksi sel T CD8.

Contoh lain adalah virus Epstein-Barr (EBV), sebuah tipe virus herpes yang lain, memiliki kondisi laten di dalam sel B. Proliferasi sel B akan menghasilkan sel baru dengan EBV di dalamnya.

Evolusi fitur

 

Beberapa bakteri yang biasanya dicerna oleh makrofaga dengan proses fagositosis, telah berevolusi dan berhasil membuat makrofaga sebagai fokus infeksi. Salah satu contoh adalah Mycobacterium tuberculosis yang tertelan oleh makrofaga, akan menghalangi pencairan lisosom ke dalam fagosom dan melindunginya dari sitokina di dalam lisosom.

Listeria monocytogenes, bahkan dapat keluar dari fagosom dan masuk ke dalam sitoplasma dan membuat replikasi di dalamnya. Kemudian menginfeksi sel yang berdekatan, tanpa keluar dari ruang intraselularnya.

Sebuah parasit protozoa toxoplasma gondii, dapat membuat vesikel sendiri yang memisahkannya dari bagian sel yang lain. Hal ini memungkinkan T. gondii untuk membuat peptida dengan fragmen yang tidak termuat pada molekul MHC, sehingga keberadaannya tidak terdeteksi sistem kekebalan.

Perlawanan patogen

 
Staphylococci aureus, salah satu penyebab mastitis pada ternak sapi. Kapsul yang besar melindung organisme ini dari sistem kekebalan sapi, sebagai inangnya. Citra ini diambil dengan 50.000x pembesaran dari substrat replikasi yang kering dan beku.

Respon patogen dalam menghadapi sistem kekebalan juga berlainan. Selain dengan berbagai cara untuk menghindar, beberapa patogen melakukan perlawanan. Staphylococci aureus melepaskan dua macam toksin yaitu staphylococcal enterotoxin dan toxic shock syndrome toxin-1 yang berperan sebagai superantigen.

Superantigen adalah protein yang mengikat sejumlah pencerap antigen dari sel T. Ikatan ini menyebabkan sel T mengalamai apoptosis dengan sangat cepat.

Organisme lain seperti Streptococcus pyogenes, dan Bacillus anthracis memiliki mekanisme untuk membunuh langsung fagosit.

Banyak patogen melakukan perlawanan dalam rentang waktu infeksi akut. Hal merupakan tekanan terhadap sistem kekebalan (bahasa Inggris: immunosuppression) dan menyebabkan tubuh inang menjadi rentan terhadap infeksi susulan oleh patogen jenis lain. Contoh-contoh penting meliputi trauma, luka bakar dan operasi bedah besar. Pasien dengan luka bakar tidak dapat merespon infeksi, sehingga infeksi ringan pun dapat menyebabkan kematian.

Infeksi virus measles juga merupakan salah satu contoh tekanan terhadap sistem kekebalan. Banyak anak-anak yang menderita malagizi menjadi korban, hingga meninggal dunia, karena infeksi susulan pada saat sistem kekebalan tertekan oleh infeksi virus measles. Infeksi susulan biasanya berupa bakteri penyebab pneumonia. Virus measles mempunyai fokus infeksi pada sel dendritik sehingga memengaruhi kinerja sel T dan sel B dalam sistem kekebalan, dan aktivasi makrofaga oleh sel TH1.

Fokus infeksi

Salah satu contoh terbaik dari topik ini adalah fokus infeksi yang dimiliki oleh virus HIV, berupa putusnya mata rantai sistem kekebalan seluler[19] karena hilangnya kemampuan sel T CD4 untuk teraktivasi dan terdiferensiasi menjadi sel T pembantu. Terputusnya mata rantai tersebut terjadi perlahan tanpa memantik sistem imun oleh sebab sifat laten retrovirus. Sejumlah kecil PSK Gambia dan Kenya yang selalu terpapar infeksi HIV selama 5 tahun melalui fluida reproduksi[20][21] justru menunjukkan respon imun adaptifsel T CD8 dan sel TH1[22] yang merespon berbagai macam epitop HIV tanpa disertai respon antibodi.

Selain itu, modus yang digunakan oleh virus HIV adalah pemotongan jalur informasi seluler dengan menempel pada reseptor kemokin CCR5 dan CXCR4, selain pada CD4.[23] Reseptor CCR5 merupakan ekspresi dari sel dendritik, makrofaga dan sel T CD4. Ekspresi CXCR4 adalah reseptor pada sel T CD4 setelah teraktivasi.

Kompetisi pada area reseptor CCR5 oleh sekresi kemokin RANTES, MIP-1α, and MIP-1β menunjukkan respon imun terhadap infeksi HIV.[24]

Referensi

  1. ^ Definition of "infection" from several medical dictionaries – Retrieved on 2012-04-03
  2. ^ "Utilizing antibiotics agents effectively will preserve present day medication". News Ghana. 21 November 2015. Diakses tanggal 21 November 2015. 
  3. ^ "Types of Fungal Diseases | Fungal Diseases | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2019-06-27. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  4. ^ Mada, Pradeep Kumar; Jamil, Radia T.; Alam, Mohammed U. (2019), "Cryptococcus (Cryptococcosis)", StatPearls, StatPearls Publishing, PMID 28613714, diakses tanggal 2019-12-09 
  5. ^ "CDC - Parasites - About Parasites". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2019-02-25. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  6. ^ Brown, Peter J. (1987). "Microparasites and Macroparasites". Cultural Anthropology. 2 (1): 155–171. doi:10.1525/can.1987.2.1.02a00120. JSTOR 656401. 
  7. ^ Alberto Signore (2013). "About inflammation and infection" (PDF). EJNMMI Research. 8 (3). 
  8. ^ GBD 2013 Mortality and Causes of Death, Collaborators (17 December 2014). "Global, regional, and national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of death, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013". Lancet. 385 (9963): 117–71. doi:10.1016/S0140-6736(14)61682-2. PMC 4340604 . PMID 25530442. 
  9. ^ "Infectious Disease, Internal Medicine". Association of American Medical Colleges. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-06. Diakses tanggal 2015-08-20. Infectious disease is the subspecialty of internal medicine dealing with the diagnosis and treatment of communicable diseases of all types, in all organs, and in all ages of patients. 
  10. ^ Kayser, Fritz H; Kurt A Bienz; Johannes Eckert; Rolf M Zinkernagel (2005). Medical microbiology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag. hlm. 398. ISBN 978-3-13-131991-3. 
  11. ^ Grinde, Bjørn (2013-10-25). "Herpesviruses: latency and reactivation – viral strategies and host response". Journal of Oral Microbiology. 5: 22766. doi:10.3402/jom.v5i0.22766. ISSN 0901-8328. PMC 3809354 . PMID 24167660. 
  12. ^ Elsevier, Dorland's Illustrated Medical Dictionary, Elsevier. 
  13. ^ "Acute infections (MPKB)". mpkb.org. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  14. ^ Boldogh, Istvan; Albrecht, Thomas; Porter, David D. (1996), Baron, Samuel, ed., "Persistent Viral Infections", Medical Microbiology (edisi ke-4th), University of Texas Medical Branch at Galveston, ISBN 978-0-9631172-1-2, PMID 21413348, diakses tanggal 2020-01-23 
  15. ^ a b Foster, John (2018). Microbiology. New York: Norton. hlm. 39. ISBN 978-0-393-60257-9. 
  16. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Sherris
  17. ^ (Inggris) "Immunobiology, Chapter 11:Failures of Host Defense Mechanisms". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-15. 
  18. ^ (Inggris) "Immunobiology, Figure 11.2 Two types of variation allow repeated infection with type A influenza virus". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-15. 
  19. ^ (Inggris) "11-26. HIV infection leads to low levels of CD4 T cells, increased susceptibility to opportunistic infection, and eventually to death". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-29.  2nd paragraph.
  20. ^ (Inggris) "11-27. Vaccination against HIV is an attractive solution but poses many difficulties". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-30.  fourth paragraph.
  21. ^ (Inggris) "HIV-specific cytotoxic T-cells in HIV-exposed but uninfected Gambian women". Institute of Molecular Medicine, John Radcliffe Hospital; Rowland-Jones S, Sutton J, et al. Diakses tanggal 2010-03-30. 
  22. ^ (Inggris) "11-25. An immune response controls but does not eliminate HIV". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-30. , second paragraph.
  23. ^ (Inggris) "11-18. HIV is a retrovirus that infects CD4 T cells, dendritic cells, and macrophages". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-30. , second paragraph
  24. ^ (Inggris) "11-19. Genetic deficiency of the macrophage chemokine co-receptor for HIV confers resistance to HIV infection in vivo". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-30.