Masjid Raya Sultan Ahmadsyah
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah adalah salah satu masjid peninggalan monumental Kesultanan Negeri Asahan yang masih ada sampai saat ini. Masjid ini terletak di kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatra Utara [1] . Sesuai dengan namanya, Masjid Ini didirikan oleh Sultan Ahmadsyah dari Kesultann Asahan pada saat itu. Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1883. Masjid ini dahulunya juga di jadikan sebagai bagian dari kerajaan dan sekarang menjadi cagar budaya.[2]
Sejarah
Awal pembangunan Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ini dimulai pada tahun 1884. Proses pembangunannya menghabiskan waktu selama 2 tahun, yang pada akhirnya pembangunan masjid tersebut selesai pada 1886. Pembangunan masjid ini gagas oleh Sultan Ahmadsyah atau juga dikenal dengan gelar Marhum Maharaja Indrasakti yang memerintah Kesultanan Asahan dari tahun 1854 hingga 1888. Masjid Raya Sultan Akhmadsyah juga merupakan masjid yang lebih tua dari dua masjid tua lain yang berada di provinsi sumatera utara, yaitunya Masjid Raya Al-Mahsun yang berdiri tahun 1909 di Kota Medan, dan Masjid Raya Sulimaniya yang berdiri tahun 1894 di Kabupaten Serdang Bedagai. Masjid ini dulunya tidak hanya difungsikan sebagai tempat sholat jamaah saja, namun juga difungsikan sebagai tempat pengembangan diri bagi masyarakat sekitar dan tempat penyusunan strategi penyebaran agama islam diwilayah tersebut. Bangunan masjid ini juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang sumatera utara dalam mengobarkan semangat untuk melawan para penjajah.[3]
Aristektur
Untuk bagian Arsitekturnya, masjid ini memiliki ciri khas masjid Melayu, dimana bangunannya berbentuk persegi panjang, kemudian pinggiran atapnya memiliki khas bangunan melayu yaitu memiliki pahatan Pucuk Rebung. Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dalam bentuk bangunannya yang mana tidak adanya tonggak atau pilar penyangga loteng yang berada ditengah bangunan masjid. Struktur bangunan masjid yang demikian mempunyai makna bahawa Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri. Selain itu makna yang lainya ialah agar shaf sholat tidak terhalang atau terputus oleh tonggak atau tiang tersebut.[1]
Keunikan lainnya dari arsitektur Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ialah pondasi dari masjid ini tidak dibuat dengan menggunakan semen melainkan hanya menggunakan pasir, tanah liat dan batu bata. Hal tersebut sampai sekarang masih kokoh dan membuat masjid tersebut masih tetap berdiri. Kemudian tata letak kubah masjid ini juga berbeda dengan kebanyakan masjid lainnya
Pengembangan kota sejak tahun 1970-an telah mengubah kedudukan Masjid Sultan Ahmadsyah dalam tata ruang kota Tanjung Balai. Semula masjid ini dibangun di atas Tanah seluas 8.455 M persegi menjadi satu-satunya peninggalan monumental Kesultanan Negeri Asahan yang masih berdiri. Dan sepeti kebanyakann masjid lama di Sumatera Timur, pada Kompleks Masjid Raya Sultan Asahan Tanjung Balai terdapat kompleks pemakaman keluarga diraja Asahan. Makam yang ditandai beragam bentuk nisan ini dapat menjadi tolak ukur untuk menilai usia masjid atau keberadaan pertapakannya.[1]
Referensi
- ^ a b c https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/mesjid-raya-sultan-ahmadsyah-tanjung-balai/
- ^ GRC, Kubah. "Masjid Raya Sultan Akhmadsyah – Tanjung Balai Asahan". Kubah GRC (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-16.
- ^ "Mesjid Raya Sultan Akhmadsyah Sumatera Utara". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2018-02-06. Diakses tanggal 2020-05-16.