Minal 'Aidin wal-Faizin
Minal 'Aidin wal-Faizin adalah tradisi yang biasa diucapkan antara sesama Muslim Indonesia.
Saat merayakan Idulfitri, setelah menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Kalimat tersebut adalah idiom dalam bahasa arab yang dipopulerkan dalam dakwah di Indonesia. Di mana kala itu islam diajarkan tidak hanya dalam bahasa arab tetapi juga dalam Abjad Pegon (arab jawa).
Kalimat ini menjadi doa dengan terjemahan umum "semoga kita semua tergolong orang yang kembali (ke fitrah) dan menunai kemenangan dengan meraih surga ".[1][2]
Makna kembali ke fitrah adalah kembali ke Islam, kembali pada ajaran, akhlak, dan keluhuran budaya Islam. Kembali kepada kesucian. Menjadi titik awal yang baru untuk membenahi diri setelah ditempa dengan ibadah ibadah yang dilakukan di bulan ramadhan.
Asal mula
Ucapan minal 'aidin wal-faizin ini menurut seorang ulama tidaklah berdasarkan dari generasi para sahabat ataupun para ulama setelahnya (Salafus Salih). Perkataan ini mulanya berasal dari seorang penyair pada masa Al-Andalus, yang bernama Shafiyuddin Al-Huli, ketika dia membawakan syair yang konteksnya mengkisahkan dendang wanita di hari raya.[3]
Ucapan Idulfitri sesuai sunnah
Biarpun berbahasa Arab, ucapan minal 'aidin wal-faizin ini tidak akan dimengerti maknanya oleh orang Arab, dan kalimat ini tidak ada dalam kosakata kamus bahasa Arab, dan hanya dapat dijumpai makna kata per katanya saja. Tidak ada dasar-dasar yang jelas tentang ucapan ini, baik berupa hadis, Atsar, atau lainnya.
Menurut Ibnu Taimiyah, ucapan Idulfitri yang sesuai dengan Sunnah, “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘Id, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah Sholat ‘Id yaitu:
- Taqabbalallahu minna wa minkum (Arab: تقبل الله منا ومنكم), artinya: "Semoga Allah menerima amal kami dan kalian" atau
- Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik (Arab: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ, وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك), artinya: "Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu" dan semisalnya.”[4]
Referensi
- ^ Nurcholish Madjid, Prisma Pergeseran Budaya Jawa ke Budaya Indonesia [1]
- ^ Quraish Shihab, Lentera Hati [2]
- ^ Dawawin Asy-Syi’ri Al-’Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182.
- ^ Majmu’ Fatawa, 24/253, lihat juga Ibnu Qudamah di Al Mughni, 3/294.