Negeri (Maluku)
Negeri adalah salah satu pembagian administratif keadatan bersifat kekerabatan dan kewilayahan di Maluku yang berkedudukan di bawah kecamatan dan dipimpin oleh seorang raja. Negeri dicirikan dengan masyarakatnya yang memiliki satu asal-usul yang kemungkinan satu nenek moyang, satu adat, dan satu budaya.[1]
Sejarah
Maluku pada mulanya memiliki kesatuan masyarakat bernama hena yang merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh beberapa suku.[2] Beberapa hena bersatu membentuk aman. Ketika Belanda datang ke Maluku, hena dan aman dialihkan menjadi kampung lama yang kemudian diturunkan ke pesisir pantai dan diganti menjadi negeri. Hal ini dipercaya merupakan penerapan dari pendirian nagari di Sumatra Barat. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia mengubah negeri menjadi desa sehingga kekuasaan adat di negeri diubah menjadi kekuasaan administratif.[3] Meskipun demikian, mengikuti penerapan otonomi daerah, Pemerintah Indonesia mengakui lagi keberadaan negeri pada tahun 2004 yang diatur diakui lebih jauh sebagai kesatuan masyarakat hukum adat pada 2005 dan tahun-tahun seterusnya oleh Pemerintah Maluku maupun pemerintah kabupaten dan kota di Maluku.[4][5]
Tata ruang
Pada umumnya, tata ruang negeri memiliki pola kotak-kotak sederhana yang mengikuti pola jalan utama yang sejajar dengan garis pantai. Pusat negeri ditandai dengan keberadaan baileo dan gereja atau masjid serta rumah saniri di seberangnya. Istana raja juga terletak di pusat negeri. Di negeri-negeri Kristen, beberapa istana ada dalam keadaan rusak dikarenakan kurangnya pendanaan dan tenaga kerja gratis seperti pada zaman Belanda. Sementara, di negeri-negeri Islam, keadaan istana beragam, mulai dari rusak hingga cukup baik, berdasarkan seberapa dihormatinya seorang raja di negerinya.[6]
Tata ruang negeri sangat berbeda antara negeri Kristen dan negeri Islam. Kepadatan penduduk negeri Islam lebih tinggi dengan jarak yang kecil antarrumah, sementara negeri Kristen lebih jarang dengan jarak antarrumah yang cukup jauh dan halaman rumah yang lebih luas. Meskipun demikian, ledakan penduduk pasca-Perang Dunia II menyebabkan lebih banyak ruamh dibangun di antara rumah-rumah tua negeri-negeri Kristen sehingga terkesan padat, meski dapat diatasi di kemudian hari dengan membangun negeri satelit untuk menjaga tata ruang lama.[7]
Rujukan
Daftar rujukan
- ^ Pieris 2004, hlm. 144.
- ^ Fitriati et al. 2020, hlm. 79–80.
- ^ Fitriati et al. 2020, hlm. 80.
- ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (PDF). Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 15 Oktober 2004.
- ^ Wiber & Woodman 2011, hlm. 17.
- ^ Bartels 2017, hlm. 154.
- ^ Bartels 2017, hlm. 155.
Daftar pustaka
- Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461-513-7.
- Fitriati, Rachma; Gunawan, Budhi; Irfan, Maulana; Nulhaqim, Soni A. (2020). Merawat Perdamaian: 20 Tahun Konflik Maluku. M&C Gramedia. ISBN 978-602-480-659-0.
- Wiber, Melanie G.; Woodman, Gordon R. (2011). The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law 62/2010 (dalam bahasa Inggris). Münster: LIT Verlag. ISBN 978-3-643-99895-8. ISSN 0732-9113.