Kerajaan Moro

Revisi sejak 13 Agustus 2020 01.44 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (Menghapus referensi ganda)

Kerajaan Moro adalah salah satu kerajaan di Maluku yang berdiri pada abad ke-13.[1] Wilayahnya meliputi pantai timur Pulau Halmahera bagian utara dengan pusat pemerintahan berada di Mamuya, Kecamatan Galela.[2] Pada masanya, Kerajaan Moro merupakan salah satu penghasil pangan beras, ikan, sagu dan daging di Maluku.[3] Kerajaan ini berakhir setelah ditaklukkan oleh Kesultanan Ternate.[4]

Wilayah Kekuasaan

Kerajaan Moro menjadi salah satu kerajaan yang berkuasa di Pulau Halmahera bagian utara sejak abad ke-14. Kerajaan ini membentuk aliansi dengan Kerajaan Loloda dan berbagi wilayah kekuasaan.[5] Wilayah Kerajaan Moro meliputi sekeliling pantai timur Pulau Halmahera bagian utara. Batas utara wilayahnya adalah Tanjung Biso, sedangkan batas selatannya adalah Tobelo. Wilayah daratnya disebut Morotia sedangkan wilayah lautnya disebut Morotai. Pusat pemerintahan dari Kerajaan Moro berada di Mamuya, Kecamatan Galela.[2]

Secara keseluruhan, wilayah kekuasaan Kerajaan Moro meliputi Kecamatan Kao, Kecamatan Tobelo dan Kecamatan Galela.[6] Wilayah-wilayah penting dari Kerajaan Moro meliputi Sugala, Pune, Tolo, Cawa, Samafo, Sakita, Mira, Cio, dan Rao. Pada masa kekuasaan Portugis di Maluku, Kerajaan Moro diperintah oleh raja bernama Tioliza. Agama yang dianut oleh para penduduknya adalah Islam, Kristen, dan agama lokal.[7]

Kehidupan Masyarakat

Kerajaan Moro adalah kerajaan yang berkuasa secara tradisional.[8] Penduduknya berasal dari suku Tobelo dan suku Galela.[9] Kerajaan Moro tidak memiliki pengaruh yang besar di Maluku. Keberadaannya tidak diperhitungkan dalam Persekutuan Moti yang disepakati oleh empat kesultanan Maluku atau Moloku Kie Raha.[10]

Kerajaan Moro merupakan salah satu penghasil pangan terbesar di Maluku. Bahan makanan yang dihasilkan berupa beras, ikan, sagu dan daging.[3] Penduduk Kerajaan Moro menggunakan batu lumpang sebagai alat pengupas kulit padi atau penumbuk umbi. Setelah kerajaan ini ditaklukkan oleh Kesultanan Ternate, hasil pangannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Ternate.[4]

Referensi

  1. ^ Rahman, Abd. (2016), hlm. 228."(...) secara umum Kerajaan-kerajaan Maluku termasuk kerajaan Loloda dan Kerajaan Moro berdiri pada abad ke-13."
  2. ^ a b Surbakti, Karyamantha (2015), hlm. 6."Tradisi oral setempat menuturkan bahwa kerajaan Moro terletak di pantai timur Halmahera Utara, yang terbentang dari Tanjung Biso di utara sampai Tobelo. Wilayah Moro yang berada di daratan disebut Moro-tia, sedangkan wilayahnya yang di seberang lautan disebut dengan Moro-tai (Moro lautan). Ibukota kerajaan terletak di Mamuya, yang sekarang termasuk kecamatan Galela."
  3. ^ a b Handoko, Wuri (2017), hlm. 106."Pada masa lampau, Moro merupakan penghasil beras terbesar di Maluku, karenanya menjadi gudang pangan seperti beras, ikan, sagu, daging (...)."
  4. ^ a b Surbakti, Karyamantha (2015), hlm. 9." Batu lumpang merupakan sebuah teknologi pengupas kulit padi atau alat/perkakas penumbuk umbi pada masa itu dan masih digunakan sampai masa kerajaan Moro hingga beberapa periode sesudahnya. Batu lumpang merupakan tinggalan dari masa bercocok tanam yang masih digunakan hingga masa dimana berkembang pesat sebuah kerajaan Moro yang bersifat lokalitas di Halmahera Utara. Faktor hegemoni kekuasaan dari kerajaan Ternate yang menaklukkan kerajaan Moro, memberikan sebuah perjanjian agar kerajaan Moro memenuhi juga kebutuhan pangan di Ternate karena berlimpahnya sumber bahan pangan di Moro."
  5. ^ Surbakti, Karyamantha (2015), hlm. 2."Kekuatan politik dan kekuasaan tradisional di berbagai wilayah di Halmahera Utara sesungguhnya telah terbangun jauh sebelum masuknya pengaruh Ternate dan Tidore serta bangsa barat. Ketika itu kerajaan Loloda dan Moro telah menjalin hubungan dan komunikasi dengan berbagai wilayah di berbagai tempat, termasuk pusat kekuasaan di Maluku saat itu yakni Ternate."
  6. ^ Handoko, Wuri (2017), hlm. 98."(...) wilayah bekas Kerajaan Moro dan sekitarnya, meliputi kecamatan Kao, Tobelo dan Galela."
  7. ^ Handoko, Wuri (2017), hlm. 105."Kota penting kerajaan Moro adalah Mamuya. Selain itu kota penting lainnya adalah Sugala, Pune (Galela), Tolo, Cawa, Samafo (Tobelo), Sakita, Mira, Cio, dan Rao. Penduduknya menganut Islam, sebagian Kristen dan agama lokal. Pada zaman Portugis, kerajaan ini diperintah oleh seorang raja bernama Tioliza."
  8. ^ Mansur, Sofianto, dan Mahzuni (2013), hlm. 65."Di Maluku Utara, kepemimpinan dan kekuasaan tradisional dilembagakan dalam bentuk kerajaan atau kesultanan. Pelembagaan kepemimpinan dan kekuasaan itu telah ada sejak abad ke-13, dengan berdirinya enam kerajaan dengan kelompok-kelompok masyarakatnya. Enam kerajaan itu adalah Loloda, Moro, Jailolo, Bacan, Tidore, dan Ternate."
  9. ^ Handoko, Wuri (2017), hlm. 105–106."Secara etnografis, kerajaan ini terdiri dari etnis Tobelo dan Galela."
  10. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 231."Perjanjian Moti sangat sarat dengan kepentingan politis dari masing-masing kerajaan di Moloku Kie Raha. Pertemuan yang diadakan dengan mengundang raja-raja untuk membicarakan satu bentuk struktur pemerintahan yang seragam, menjadi sebuah pelimpahan wewenang kekuasaan dari masing-masing kerajaan. Hal itu terbukti dengan tidak diakomodirnya kepentingan atau peran-peran dari kerajaan lain seperti kerajaan Loloda dan Morotai (Moro)."

Daftar Pustak

  • Handoko, Wuri (2017). "Ekspansi Kekuasaan Islam Kesultanan Ternate di Pesisir Timur Halmahera Utara". Kapata Arekologi. 13 (1): 95–108. ISSN 2503-0876. 
  • Junaidi, Muhammad (2009). "Sejarah Konflik dan Perdamaian di Maluku Utara (Refleksi Terhadap Sejarah Moloku Kie Raha)". Academica. 1 (2): 222–247. 
  • Mansur, M., Sofianto K., dan Mahzuni D. (2013). "Otoritas dan Legitimasi Kedudukan Pemimpin Tradisional di Loloda Maluku-Utara (1808-1958)". Sosiohumaniora. 15 (1): 64–72. 
  • Rahman, Abd. (2016). "Identitas Historis Orang Loloda di Pesisir Halmahera hingga Pasca Era Reformasi Indonesia 1999-2010". Al-Turas. 12 (2): 223–237. ISSN 0853-1692. 
  • Surbakti, Karyamantha (2015). "Tinggalan Batu Lumpang di Desa Ruko, Kecamatan Tobelo: Tinjauan atas Konteks Sejarah dan Sosial Budaya Kerajaan-Kerajaan Lokal di Halmahera Utara". Kapata Arkeologi. 11 (1): 1–10.