Perang Bone (1859)

Revisi sejak 7 Februari 2023 14.49 oleh Jonas Carsten (bicara | kontrib) (Hapus sebagai perang yang melibatkan Indonesia, karena Indonesia belum sebagai Negara sebelum 1945.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Perang Bone (1859) adalah ekspedisi balasan yang dilancarkan oleh KNIL atas Kesultanan Bone di Sulawesi pada tahun 1859.

Serbuan kavaleri ke Bone.

Latar belakang

Belanda pernah melancarkan ekspedisi ke Bone pada tahun 1824 dan 1825, dan pada tahun 1838, perjanjian Bungaya diperbaharui. Pada tahun-tahun setelahnya, kerenggangan mulai bertambah sementara hubungan perdagangan antara Makassar-Singapura mulai berkembang. Di pantai barat Sulawesi, penduduk Bugis yang tinggal di sana mulai membangkang meskipun sudah berulang kali Gubernur Sulawesi dan Taklukannya memprotes; GubJend. Jan Jacob Rochussen mengunjungi Bone pada tahun 1849 namun tidak berhasil mengakhiri ketegangan yang sedang terjadi. Atas hal ini, ia menulis dalam sebuah laporan bahwa perang dengan Bone akan dikumandangkan sebentar lagi karena orang Bone harus menisbatkan politik damai dari pemerintah atas kelemahan itu dan menunjukkan keinginan menguasai suatu tempat di Teluk Bone, agar negeri itu tetap mudah dikendalikan.

Dalam masa-masa setelahnya, wacana melancarkan ekspedisi ke Bone muncul lebih dari sekali namun alasan politis dari berbagai kalangan selalu membuat realisasinya oleh pemerintah gagal. Gagasan ini juga diketahui oleh Sultan Bone, yang setelah itu memperbaharui hubungan lama dengan Kesultanan Soppeng dan Wajo (disebut sebagai Aliansi Tellumpoccoe) dalam masalah serangan gabungan melawan angkatan perang Belanda. Ketika ekspedisi tidak diadakan, orang Bone mengartikannya sebagai kelemahan dan ketakutan. Ekspedisi juga direncanakan oleh GubJend. Charles Ferdinand Pahud pada tahun 1857 namun niat itu tak terlaksana. Di saat yang sama, Sultan Aru Pugi mangkat dan digantikan oleh jandanya Besse Kajuara, yang dalam sebuah surat pendek terhadap pemerintah diketahui bahwa di sana ada upaya pemulihan hubungan kembali dan berharap bahwa kematian sultan yang bermusuhan akan menjadi awal perubahan ke arah yang lebih baik. Di akhir tahun 1857, gubernur memberitahukan bahwa Sultanah Bone memerintahkan pengibaran bendera Belanda terbalik di seluruh kapal dagang; selanjutnya para penguasa membangkang terhadap pemerintah dan di utara Distrik Pemerintahan Maros, para serdadu pribumi yang ditempatkan di gardu dekat Camba didorong untuk desersi.

Ekspedisi

 
Kolonel infanteri Jacobus Antony Waleson.

Pada tanggal 13 November 1858, GubJend. mengundang komandan angkatan darat dan laut untuk menyusun rencana ekspedisi ke sana yang akhirnya dipimpin oleh MayJend. ECC. Steinmetz; jabatan komisaris pemerintahan dilimpahkan kepada PJB. de Perez, wakil ketua Dewan Hindia Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1859, panglima tertinggi berlayar ke sana menaiki kapal Princes Amelia selama seminggu dan mengirim ultimatum kepada sultanah, di mana pernyataan pemerintah dijabarkan dan penyelesaikan diperlukan. Ketika dalam waktu 3 x 24 jam setelah pengiriman dokumen tersebut tak ada balasan, Belanda mengumumkan perang terhadap Bone. Pada tanggal 12 Februari pasukan mendarat, dan kemduian membentuk 3 barisan penyerbu dan menaklukkan kampung Lonrae, Bola-Telu-Telang dan Bajoe.

Selanjutnya terjadi serangkaian ekspedisi pengintaian dan penyebuan dan pada tanggal 18 Februari serangan ditujukan ke ibu kota Bone namun gerakan ini terpecah di tengah jalan karena daerah itu tak dapat ditembus. Steinmetz terkena tembakan di lengan dan komando harus dialihkan ke tangan kolonel infanteri Jacobus Antony Waleson, sementara LetKol. Kellerman diangkat sebagai wakil komandan. Dengan berbagai kesulitan itu, pasukan berjalan ke kampung Lona; berkali-kali serangan ke ibu kota tertunda akibat cuaca buruk namun akhirnya serangan berlalu pada tanggal 28 Februari dan tiba di ibu kota yang sudah dikosongkan oleh penduduknya. Pengintaian daerah itu dilakukan, tetapi tak menemukan musuh dan pasukan kembali ke Bajoe, dan di sini didirikan pertahanan tetap.

Sekarang, bermacam penyakit turut membuat jumlah pasukan Belanda berkurang: pada tanggal 6 Maret ada 161 prajurit yang sakit dan seminggu kemudian jumlah ini membengkak jadi 210; komisaris pemerintahan sipil terserang stroke dan akibatnya meninggal pada tanggal 17 Maret (ia digantikan oleh Gubernur Makassar, Schaap); pada tanggal 29 Maret keadaan begitu gawat karena penyakit sehingga ekspedisi mulai dipertimbangkan untuk dihentikan. Penyakit kolera juga mulai menyerang prajurit; pada tanggal 4 April, benteng dalam keadaan bertahan, di mana pendudukan harus ditinggalkan; di saat bersamaan, angkatan laut harus memblokade pantai. Komandan pasukan menyerukan panglima tertinggi Waleson melalui surat untuk tetap di Bone dan sekarang memanggil dewan perang bersama, yang bersepakat untuk kembali ke Batavia (kini Jakarta) karena keadaan kesehatan yang buruk. Secara keseluruhan, ekspedisi ini gagal karena tidak ada keputusan politik apapun dan para pejuang Bone masih belum terkalahkan. Ekspedisi berikutnya perlu disepakati atas kuasa gubernemen di Bone.

Rujukan

  • Terwogt WA. 1900. Het land van Jan Pieterszoon Coen: Geschiedenis van de Nederlanders in oost-Indië. Hoorn: P. Geerts.
  • Kepper G. 1900. Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger: 1816-1900. Den Haag: M.M. Cuvee.
  • Gerlach AJA. 1876. Nederlandse heldenfeiten in Oost Indië (3 jilid). Den Haag: Gebroeders Belinfante.
  • Perelaer MTH. 1872. De Bonische expedities. Krijgsgebeurtenissen. Celebes in 1859-1860. Volgens officiële bronnen bewerkt (2 jilid). Leiden: Gualth. Kolff.
  • De Rochemont JI. 1860. Tweede Bonische Veldtocht (1859-1860). Enige bladen uit het dagboek van J.I. de Rochemont (eerste luitenant der artillerie); uit te geven ten behoeve van de hulpbehoevende betrekkingen van de vermoorde bemanning van Z.M. Stoomschip ONRUST nagelaten). Surabaya: Gebroeders Grimberg & Co.