Bulue, Marioriawa, Soppeng
Bulue adalah salah satu desa di Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Indonesia. Di desa ini terdapat hutan lindung.
Bulue | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sulawesi Selatan | ||||
Kabupaten | Soppeng | ||||
Kecamatan | Marioriawa | ||||
Kode Kemendagri | 73.12.05.2006 | ||||
Luas | 124,36 km² | ||||
Jumlah penduduk | 2.718 jiwa | ||||
Kepadatan | 21,8 jiwa/km² | ||||
|
Sejarah Desa Bulue sebelum terbentuk Pemerintahan Kabupaten Soppeng secara definitive. Diawali dengan pernikahan I Mata Esso Datu Marioriawa dengan La Pammase putra Arung Ta (Cucu Pajung Luwu) melahirkan empat bersaudara si ina siama (se ibu se bapak) sebagai berikut:
- La Pateddungi Datu Kajuara kemudian kelak daerah Kajuara menggabungkan diri menjadi bagian dari daerah Marioriawa dan Wilayah Kajuara berubah status menjadi Pabbicara Bulu pada masa Kekuasaan La Pawellangi Datu Marioriawa dan pada masa pemerintahan NKRI Pabbicara BuluE berubah menjadi Desa BuluE
- La Temmupage Datu Marioriawa
- La Darapung Datu Tampaning dan
- Datu Latumpa
berikut Silsilahnya :
- di mulai dari La Deng Datu Soppeng ke 10 menikah dengan I Temmabuleng Malotonge Datu Marioriawa melahirkan beberapa anak diantaranya 1. La Sekati Datu Soppeng.ke 11 2. La Mata Essao Datu Soppeng ke 12
- La Mata Essao Datu Soppeng ke 12menikah dengan We Tenrianiang melahirkan anak bernama We Pawempe
- We Pawempe menikah dengan La Pagemusu Datu Marioriawa melahirkan anak bernama I Mata Essao Datu Marioriawa
- I Mata Essao Datu Marioriawa menikah dengan La Pammase putra Arung Ta (Cucu Pajung Luwu) melahirkan beberapa anak diantaranya 1. La Pateddungi Datu Kajuara. 2. La Temmupage Datu Marioriawa, 3. La Darapung Datu Tampaning, 4. Datu Latumpa
Bukti-bukti dari masa tersebut diperkuat dengan adanya Makam Purbakala La Temmu Page Datu Mario (yang dilestarikan dan dipelihara DinaS Pariwisata Kabupaten Soppeng) yang terletak di Mario dan Makam La Pateddungi Datu Kajuara yang terletak di Kajuara yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh pemerintah maupun masyarakat Desa Bulue dan masih ramai dikunjungi pada musim-musim tertentu seperti pada Hari-hari raya, Pada acara resmi Pesta adat di Kampung dipusatkan di kedua tempat makam tersebut.
Daerah kedatuan Kajuara bergabung dengan daerah Kedatuan Marioriawa pada masa Kekuasaan La Pawellangi Datu Marioriawa dan Wilayah Kajuara berubah status menjadi Pabbicara Bulu dan dipimpin seorang Pabbicara dengan istilah Pabbicara Bulu dan pada masa pemerintahan NKRI Pabbicara BuluE berubah menjadi Desa BuluE
Desa Bulue yang merupakan desa pegunungan dan terluas di Kabupaten Soppeng serta terjauh dari pusat Kabupaten/Kota kira± 8 km dari ibu kota Kecamatan. ±36 km dari ibu kota Kabupaten dan ±212 km dari ibu kota provinsi via Sidrap Pare-Pare mengandung makna tersendiri di mana desa bulue adalah basis para pejuang Veteran di kecamatan Marioriawa terbukti di mana desa Bulue adalah yang terbanyak pejuang Veterannya di Kecamatan Marioriawa.
Desa Bulue secara resmi terbentuk di Kabupaten Soppeng dengan Pemerintahan definitive di Kecamatan Marioriawa yaitu Pada Tahun 1965 yang mana pada saat itu Kecamatan Marioriawa hanya memiliki 4 Wilayah Kelurahan/Desa yaitu ; Desa Manorang Salo, Desa Attang Salo, Desa Panincong dan Desa Bulue, sedangkan pada awal-awal tahun Kemerdekaan sampai dengan tahun 1964
Dan desa Bulue pernah dikuasai oleh DI/TII, pada saat itu desa Bulue dipimpin Oleh seorang KD yang bernama LA TAMBANG dengan pusat pemerintahan Poro salah satu RW yang jauh hanya dapat dijangkau dengan jalan kaki dan naik motor. Pada masa pemerintahan DI/TII ada beberapa sekolah dasar yang dibangun oleh pemerintah yang mengajarkan baca tulis aksara Bugis (Lontara) dan dasar Islam
Masyarakat Desa Bulue yang terdiri dari 3104 Jiwa adalah mayarakat yang hampir dominan Petani yang menurut data bahwa hanya 2 % masyarakat Bulue sebagai Pegawai dan Pengusaha 2 % dan petani sekitar 90 %. Kemudian masyarakat Bulue lebih banyak berdomisili di dalam Kawasan hutan sehingga masyarakat petani tersebut sangat-sangat hati-hati dalam melaksanakan tugas mata pencahariannya, dan telah berdomisili pada kampung tersebut sudah lebih ratusan tahun di mana terbukti dengan adanya bukti sejarah seperti Makam Datu Kajuara di Kajuara, Pekuburan Loci-locie di Wawogalunge, Pekuburan Lacanraka dan Losie di Lejja, Pekuburan Cellengengnge di Gellenge, Pekuburan Matareng dan Pajalele di Datae dan Pekuburan Poro.
Tempat menarik
- Pemandian Air Panas UwaE BebbaE di Lejja
Pemandian air panas Lejja berada di kawasan hutan lindung yang berbukit dengan panorama yang indah, sejuk dan nyaman.Karena kandungan belerang dan zat kimia berguna lainnya, air panas ini memiliki khasiat media. Sumber air panas di kawasan wisata Lejja disebut memiliki khasiat untuk mengobati penyakit rematik dan gatal-gatal.
Destinasi ini juga memiliki empat kolam yang bisa digunakan pengunjung untuk berendam maupun berenang dengan kedalaman dan suhu air berbeda-beda.Selain berendam, tempat wisata ini juga bisa dijadikan spot keren hunting foto bertema alam. Berjalan menyusuri jalan setapak di sebelah kolam, pengunjung akan menemukan sebuah sungai kecil yang beras,
Tradisi menggantung Batu pada dahan pepohonan di area permandian, diawali dengan adanya tradisi masyarakat Marioriawa yang gemar merantau, sebelum merantau biasanya mereka berkunjung dan berziarah pada leluhur biasanya di mulai dari kunjungan ke Makam Petta Jangko Datu Maririawa, di JeraE Madining terletak di pinggir danau Tempe Kelurahan Attang Salo kemudian kunjungan di lanjutkan ke Makam La Temmu Page Datu Marioriawa, di JeraE Panci yang terletak Kaki Gunung Desa Bulue, setelah itu berkunjung ke Makam Datu Kajuara di Jera'E Kajuara yang terletak diatas Gunung,di Desa Bulue dan setelah kembali dari Makam Datu Kajuara biasanya mereka mampir mandi-mandi di sebuah mata Air Panas UwaE BebbaE di Lejja kemudian menggantung sebuah batu di dahan pepohonan, agar kelak di kemudian hari jika berhasil dirantau akan kembali menginjakkan Kaki (bahasa bugis : Lejja) dan membuka Batu yang pernah ia gantungnya, .itulah asal muasal tradisi menggantung batu serta asal penamaan Kampung nama " Lejja" lokasi Pemandian Air Panas UwaE BebbaE
Diera Reformasi,Pemandian Air Panas UwaE BebbaE di Lejja pihak Dinas Prawisata Kabupaten Soppeng di bangun dan di perindah kemudian menjadi obyek wisata yang menarik, tradisi menggatung batupun berubah dengan berbagai varian dan niat, ada yang menggatung batu ada juga botol dll, niatpun juga sudah bermacam-macam, diantaranya masalah jodoh dll.