Karma Yoga adalah salah satu macam yoga dalam agama Hindu. Filsafat dan penjelasan mengenai Yoga ini diuraikan pada bab ketiga dalam kitab Bhagawadgita, yaitu bab Karma Yoga. Bab tersebut terdiri dari 43 sloka, berisi kotbah Kresna kepada Arjuna yang menguraikan filsafat Hindu mengenai karma (perbuatan; kewajiban) dan phala (hasil; buah). Bab ini merupakan lanjutan dari bab dua, yaitu Samkhya Yoga.

Karma Yoga dalam Bhagawadgita

Dalam Bhagawadgita diceritakan bahwa Arjuna bingung dengan uraian Kresna sebelumnya (dalam bab kedua, mengenai roh dan kematian). Dalam bab III sloka pertama dan kedua, Arjuna berkata:

O Kresna, kalau engkau menganggap kecerdasan lebih baik daripada tindakan untuk membuahkan hasil, mengapa engkau menganjurkan untuk melakukan perang mengerikan ini? Uraianmu masih membuatku bingung. Mohon beritahu aku dengan pasti, jalan yang dapat kutempuh dan paling bermanfaat.

Dalam kata pengantar Bhagawadgita, banyak jalan berbeda-beda yang dijelaskan dan dikemukakan dengan cara yang tidak sistematis, padahal uraian yang sistematis diperlukan untuk mencapai pengertian. Maka Arjuna ingin meminta penjelasan yang tidak membingungkan orang awam agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.

Menurut Bhagawadgita, "kerja" atau "tindakan" adalah hukum alam. Bekerja dianjurkan dengan rasa tulus dan pengabdian ditujukan kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Tindakan digerakkan oleh hukum alam dan bukan oleh jiwa. Sifat alam menyebabkan amarah dan nafsu yang menyelubungi jiwa sehingga seseorang terikat dengan pahala kerja. Seseorang dianjurkan agar tidak tertipu oleh sifat alam, bukan berhenti bertindak. Berhenti bertindak berarti melawan hukum alam.

Uraian dalam Bhagawadgita

Arjuna berkata :

Jika engkau menganggap bahwa jalan pengertian lebih mulia dari jalan perbuatan, mengapa Engkau mendesak aku untuk melakukan perbuatan yang biadab ini, O Krishna. Rupa – rupanya dengan ucapan yang kabur Engkau kiranya mengacaukan pengertianku. Ajarkanlah dengan tegas kepadaku satu hal saja, dengan mana aku dapat mencapai kebaikan yang termulia. Hidup adalah kerja tanpa mengikatkan diri pada hasilnya.

Sri Bhagawan bersabda :

O, Arjuna, manusia tanpa noda, di dunia ini ada dua jalan hidup yang telah aku ajarkan dari zaman dahulu kala. Jalan ilmu pengetahuan bagi mereka yang mempergunakan pikiran dan yang lain dengan jalan pekerjaan bagi mereka yang aktif. Bukan dengan jalan tiada bekerja orang mencapai kebebasan dari perbuatan. Pun juga tidak hanya dengan melepaskan diri dari pekerjaan orang akan mencapai kesempurnaannya. Sebab siapapun tidak akan dapat tinggal diam, meskipun sekejap mata, tanpa melakukan pekerjaan. Tiap – tiap orang digerakkan oleh dorongan alamnya dengan tidak berdaya apa – apa lagi. Dia yang menahan geraknya indria, tetapi sebenarnya dia terus memikirkan tentang obyek – obyek yang diingini, sifat mana disembunyikan, ia dianggap orang – orang yang bersifat palsu. O Arjuna, akan tetapi ia yang menguasai indrianya dengan kekuatan pikirannya dan tanpa mengingatkan indrianya dalam Karma Yoga, ia pulalah yang lebih agung sifatnya. Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu, karena melakukan perbuatan itu lebih baik sifatnya dari pada tidak melakukan apa – apa, sebagai juga untuk memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja. Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya, O Arjuna, lakukan pekerjaanmu sebagai yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan.

Yadnya – melakukan pekerjaan tanpa mengikatkan diri, dengan ikhlas dan untuk Tuhan.

Pada zaman dahulu kala Prajapati menciptakan menusia dengan yadnya dan bersabda : dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu. Kamadhuk adalah sapi dari Indra yang dapat memenuhi semua keinginan. Dengan ini kamu memelihara para Dewa dan dengan ini pula para Dewa memelihara dirimu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi. Dipelihara oleh yadnya, para Dewa akan memberi kesenangan yang kau ingini. Ia akan menikmati pemberian – pemberian ini, tanpa memberikan balasan kepada-Nya adalah pencuri. Orang – orang yang baik yang makan dengan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. Akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri mereka itu adalah makan dosanya sendiri. Dari makanan, makhluk menjelma, dari hujan lahirnya makanan dan dari yadnya muncullah hujan dan yadnya lahir dari pekerjaan.

Kita mengenal Panca Yadnya.

  1. Dewa yadnya - yadnya pada Tuhan.
  2. Rsi yadnya - mengajar dan membaca kitab suci, sebagai yadnya pada Rsi.
  3. Pitra yadnya - pemberian kepada leluhur.
  4. Manusa yadnya - memberi pertolongan / makanan kepada orang – orang memerlukan bantuan, miskin dsb, serta upacara dari lahir sampai mati.
  5. Bhuta yadnya - memelihara dan memberikan makanan pada binatang – binatang.

Ketahuilah asal mulanya “karma” di dalam Weda dan Brahma muncul dari yang abadi. Dari itu Brahma yang meliputi semuanya selalu berpusat di sekeliling yadnya. Ia yang di dunia ini tidak ikut memutar roda (cakra) yadnya yang timbal balik ini adalah jahat dalam alamnya, puas dengan indrianya dan ia, O Arjuna, hidup sia – sia. Cakra mulai digerakkan oleh Prajapati atas dasar Weda dan Yadnya. Akan tetapi ia yang memusatkan pikirannya hanya kepada Atmanya, dan puas pada Atmanya, dan juga hanya bahagia pada Atmanya, bagi ia tidak ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu pula di dunia ini, ia tidak mempunyai perhatian sama sekali pada hasil dari perbuatannya, yang ia lakukan dan juga kepada apa yang belum diperbuatnya, pun juga ia tidak tergantung kepada segala makhluk untuk kepentingannya sendiri. Dari itu bekerjalah kamu selalu yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya. Janaka sebagai contoh. Hanya dengan perbuatan, Prabu Janaka dan lain – lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kamu harus juga melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. (Prabu Janaka - raja dari Mithila, ayah dari Sita). Lokasamgraha berarti pemeliharaan dunia, kesatuan dunia juga kesatuan masyarakat yang terikat satu dengan yang lainnya. Etika agama adalah pengemudi dari laksana sosial dan juga sebagai dasar. Etika agama akan dapat menghindari dunia dari kehancurannya baik spirituil maupun materiil dan sebaliknya meningkatkan kedudukannya sebagai manusia. Tujuan agama adalah memberi kehidupan spirituil pada masyarakat dengan tujuan untk mendirikan rasa persaudaraan di atas dunia ini. Apa saja yang dilakukan oleh orang besar, itu adalah diikuti oleh lain – lainnya. Apa yang ia lakukan, dunia mengikutinya. Rakyat pada umumnya mengikuti suatu contoh bentuk kehidupan orang – orang yang terkemuka. Gita mengatakan bahwa orang – orang bijaksana ini adalah penunjuk jalan pada masyarakat. Sinar cahaya adalah datangnya melalui perseorangan yang lebih maju di dalam masyarakat dan lalu meluas. O Arjuna, tidak ada suatu pekerjaan di ketiga dunia ini untuk Aku, yang harus Kulakukan, juga tidak ada sesuatu yang harus Aku dapati yang belum pernah Aku tidak dapati, walaupun demikian Aku bekerja juga. Sebab jika Aku tidak selalu bekerja dengan tidak mengenal payah orang – orang akan menuruti jalan-Ku dari segala pihak. Jika Aku berhenti bekerja maka ketiga dunia ini akan hancur lebur dan Aku akan menjadi pencipta dari penghidupan yang tak teratur dan Aku akan merusak rakyat ini. Tuhan tidak berhenti – hentinya menjaga dan memelihara dunia ini, menjaga dari keruntuhannya dan kemusnahannya. Sebagai orang yang tidak terpelajar, bodoh, melaksanakan pekerjaan dengan ikatan demikian juga seharusnya orang terpelajar melaksanakannya, O Arjuna, akan tetapi tanpa ikatan dengan keinginan untuk menuntun dunia. Bekerja sebagai yadnya pada Sang Hyang Widhi / Tuhan, adalah menjadi pusat pembicaraan dari Awatara yang turun ke dunia. Turunnya ke dunia tiada lain untuk mengabdikan diri-Nya pada pembebasan manusia dari kesengsaraannya. Lebih bahagia lagi diri-Nya untuk tinggal di sorga dalam bahagia yang abadi. Tetapi turun ke dunia menjadi pilihannya, meskipun dunia ini serba terbatas dan terikat yang membawa kesenangan dan kesedihan dsb-nya. Turun ke dunia adalah untuk ditiru oleh manusia, untuk membuat orang bahagia meskipun Dia sendiri yang melaksanakan kelihatan dengan jalan penderitaan dan kemiskinan. Penyatuan diri dengan Awatara tiada lain hanya dengan kerja menjauhkan diri dari kemalasan dan bekerja dengan keikhlasan untuk kepentingan dunia. Laksana hendaknya dibangkitkan dijiwai oleh sinar dan Ananda (bahagia) dari Yang Maha Esa. Laksana perbuatan orang yang terpelajar, bijaksana, digerakkan oleh sinar dan kebahagiaan dari Tuhan. Orang yang pandai seharusnya jangan menggongcangkan pengertian orang yang bodoh yang terikat pada pekerjaannya. Orang yang bijaksana melakukan semua pekerjaan dalam jiwa Yoga, harus menyebabkan orang lain juga bekerja. Orang yang pandai bijaksana hendaknya jangan melemahkan rasa kebaktian keagamaan dalam bentuk apapun juga. Unsur – unsur kewajiban, pengorbanan dan kecintaan yang menjadi penggerak ke arah kesempurnaan hidup selalu ada pada tiap – tiap kepercayaan. Dengan menghormati ini Hinduisme dalam penyebarannya menunggalkan diri dengan yang telah ada dan memberi dorongan ke arah tingkat kesempurnaan.

Atma bukan Pelaksana

Segala macam pekerjaan adalah dilakukan oleh Guna dari prakriti. Ia yang jiwanya dibangunkan oleh perasaan Ahamkara, keakuan, berpikir aku pelakunya. Prakriti tersusun dari Tiga Guna yaitu Sattve, Rajas dan Tamas. Ketiga ini akhirnya menjadi suasana keadaan alam. Ia yang tidak menyadari keadaan dirinya (atma) yang sebenarnya menunggalkan diri dengan Prakriti. Dan bila Ahamkara, ego, keseluruhannya dikuasai alam maka ia tidak mempunyai lagi alam kebebasan. Ia yang mengetahui dengan sebenarnya tentang Guna dan Karma dan mengetahui bahwa Guna sebagai indria hanya tergantung kepada Guna sebagai obyek, tidak terikat. Kesadaran akan perbedaan diri pada jiwa (atma) dengan sifat dari alam dan karyanya maka ia akan membebaskan diri. Jiwa empiris tiada lain ialah merupakan hasil dari karya kita. Mereka yang dikaburi oleh Guna dari Prakriti akan terikat pada pekerjaan dari Guna. Akan tetapi ia yang sempurna pengetahuannya dan mengetahui semuanya hendaknya jangan membingungkan pengertian dari orang yang bodoh. Jiwa (atma) pada dasarnya adalah suci, bebas abadi dan mempunyai kesadaran sendiri. Menunggalnya dengan Prakriti menimbulkan kelupaan pada keadaan diri yang sebenarnya yang akhirnya menimbulkan ego, Ahamkara, sebagai bagian dari alam. Ini tiada lain adalah karya dari Prakriti. Keadaan inilah lalu manusia pada umumnya berbuat, berlaksana atas dorongan dari alam. Jiwa dalam kelupaan pada keadaan dirinya yang sebenarnya inilah yang harus mendapat tuntunan perlahan – lahan ke arah kesadaran diri dan pembebasan dari ikatan. Ajaran untuk pembebasan diri dari ikatan Prakriti dengan meniadakan gerak sama sekali, Gita tidak mengikuti ini sebaliknya mengajarkan berlaksana, bekerja, menyerahkan diri pada Tuhan, tidak mengikatkan diri pada keuntungannya. Pelaksanaan demikian inilah yang dapat menuntun ke arah kemerdekaan atau pembebasan diri dari ikatan. Serahkanlah segala pekerjaan kepada-Ku dengan memusatkan pikiran kepada Atma, melepaskan diri dari pengharapan dan perasaan keakuan dan berperanglah kamu, bebas dari pikiran yang susah. Mereka itu yang tidak dengan putus – putusnya menuruti ajaran – ajaran-Ku ini dengan penuh kepercayaan dan terlepas dari perasaan – perasaan iri hati, merekapun juga terlepas dari karma (ikatan dari kerja). Mereka yang menyampingkan ajaran – ajaran-Ku ini dan tidak melakukan, ketahuilah mereka akan menjadi buta, kehilangan, dan tak mempunyai rasa pada ilmu pengetahuan. Sebagai orang bijaksana bergerak menurut alamnya sendiri, maka demikian pula makhluk mengikuti alam. Apakah gunanya penahanan hawa nafsu itu? Ikatan dan keengganan dari indria kepada obyek – obyek yang bersangkutan adalah sudah kodratnya (biasa). Barang siapa juga pun, janganlah membiarkan jiwa ditarik oleh kedua pertentangan ini, sebab ini adalah dua musuhnya. Tiap – tiap perbuatan kita hendaknya berdasarkan budi atau pengertian dan jangan sampai dikuasai oleh getaran nafsu yang akhirnya tidak jauh dengan binatang. Adalah lebih baik Dharma sendiri meskipun kurang caranya melaksanakan, dari pada Dharma orang lain walaupun baik cara melaksanakan. Kalaupun sampai mati dalam melakukan Dharma sendiri adalah lebih baik sebab menuruti bukan Dharma sendiri adalah berbahaya. Keinginan kita ialah untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kita tidak boleh setengah – setengah dalam kewajiban kita. Haruslah benar- benar di dalam pekerjaan sendiri kewajiban adalah “swa – dharma”. Pada penemuan “swa – dharma” sendiri akan terletak kebahagiaan hidup. Pengabdian yang terbesar yang dapat kita lakukan pada masyarakat, atas penemuan dari swa – dharma, kelahiran bakat sendiri. Tiap – tiap orang harus mengerti bakat kelahirannya. Tidak semua orang mempunyai keistimewaan bakat yang sama. Yang penting ialah bahwa tiap – tiap orang harus sungguh – sungguh dapat mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya dengan memuaskan. Tiap – tiap orang harus menjadi patriot di dalam biadangnya masing – masing baik kecil maupun besar. Kebaikan menunjukkan kesempurnaan dari kwalitet. Untuk perkembangan jiwa, kerja adalah penting. Dan kerja sendiri ada selalu di dalam kekuatan kita sendiri. Kerja adalah “puja” yang dapat dipersembahkan oleh manusia pada kekuatan besar yang mengambil bentuk sebagai alam.

Arjuna berkata :

Akan tetapi atas desakan apakah orang berbuat dosa seolah – olah ada kekuatan yang memaksa, meskipun bertentangan dengan kehendaknya. O, Krishna.

Sri Bhagawan berkata :

Kekuatan ini adalah keinginan, adalah kemarahan, yang lahir dari nafsu Rajaguna, inilah yang loba sekali dan berdosa sekali. Ketahuilah bahwa ini adalah musuh di dunia ini. Sebagai api diliputi oleh asap, sebagai kaca oleh abu, sebagai benih diselimuti oleh rahim. Begitulah juga kekuatan diliputi oleh nafsu. Kebijaksanaan kita diselubungi oleh keinginan sebagai api yang tak kunjung padam, ini adalah musuh dari orang yang bijaksana. O, Arjuna. Indria, manas (pikiran) dan budi (intelek) dikatakan adalah tempat musuh ini. Dengan diselubunginya kebijaksanaan oleh hal – hal ini, atma bisa tersulap. Dari itu O, arjuna kekanglah indriamu dari permulaan dan bunuhlah penghacur kebijaksanaan dan pengalaman, penghancur yang penuh dosa. Indria katanya adalah besar, tetapi lebih besar lagi adalah manas (pikiran), lebih besar dari manas adalah budi (intelek), lebih besar dari budi adalah Dia (Atma).

Sloka ini menunjukan “kesadaran” yang dicapai tingkat demi tingkat, dan makin meninggi tingkatan yang dicapai maka kebebasan juga meningkat sampai yang tertinggi yaitu dimana budi menentukan laksana kita disinari oleh Atma yang suci.

Dengan setelah mengetahui Atma itu adalah budi dan dengan mengekang atma dengan Atma maka hancurkanlah musuh yang tak dapat dikuasai itu yaitu keinginan, O, Arjuna. Mengekang atma dengan Atma – dengan atma disini ialah ego sendiri, dan Atma ialah suci yang abadi. Bila kesadaran itu sudah dicapai maka semua laksana akan dituntun hanya oleh sinar jiwa suci, untuk kebahagiaan dunia.

Pranala luar