M. Kasim Daeng Marala

Revisi sejak 23 September 2020 11.35 oleh Anhar Karim (bicara | kontrib)

Letkol. H. Muhammad Kasim Daeng Marala atau lebih dikenal dengan nama M. Kasim DM adalah bupati Maros yang kelima sejak dilantik 29 Oktober 1965 hingga 1979. Ia menjabat bupati Maros selama tiga periode. Ia telah membangun hubungan sosial kemasyarakatan yang harmonis dengan banyak pihak dan menjadikan pemerintahan yang berwibawa di mata masyarakat.[1]

M. Kasim Daeng Marala
Bupati Maros ke-5
Masa jabatan
1965–1970
PresidenIr. Soekarno
Soeharto
GubernurA. A. Rivai
Sebelum
Pengganti
Drs. H. Malik Hambali
Sebelum
Masa jabatan
1970–1975
PresidenSoeharto
GubernurA. A. Rivai
Achmad Lamo
Sebelum
Pengganti
Drs. H. Malik Hambali
Sebelum
Masa jabatan
1975–1979
PresidenSoeharto
GubernurAchmad Lamo
Andi Oddang
Sebelum
Pengganti
Drs. H. Malik Hambali
Sebelum
Informasi pribadi
LahirHindia Belanda Maros, Sulawesi Selatan
Kebangsaan Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Karier

Semasa menjabat sebagai Bupati Maros, M. Kasim DM telah membawa banyak kemajuan dan perubahan di Kabupaten Maros itu sendiri jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Selatan pada waktu itu. M. Kasim DM pernah mengerjakan "Proyek Masempo", yaitu sebuah proyek jalan dengan jarak panjang dari PLTU/Tello Makassar (pada waktu itu wilayah tersebut masih menjadi bagian daerah Kabupaten Maros) hingga ke perbatasan antara Maros-Pangkep. Bahkan M. Kasim DM rela tidur di jalan dan hampir sebahagian waktunya dia habiskan di jalan untuk mengawasi pekerjaan tersebut.

Tidak sampai disitu saja, selain dari "Proyek Masempo" ada lagi karya usaha M. Kasim DM yang pernah dia torehkan di Kabupaten Maros, yaitu ketika ia ingin membuka sebuah institusi pendidikan di bidang pertanian di Kabupaten Maros, maka dengan modal keberanian ia datang ke Jakarta untuk menemui presiden dan mempromosikan Kabupaten Maros sebagai daerah yang memiliki potensi pengembangan pertanian. Dengan tekad ia sudah bulat untuk memajukan dunia pendidikan dan pertanian maka berangkatlah ia atas restu Gubernur Sulsel pada saat itu dijabat oleh Ahmad Lamo, maka sesampai di Jakarta dan menghadap ke presiden dan setelah mendapat persetujuan maka dibangunlah sebuah kantor Institusi Pertanian Terbesar di Indonesia Timur bernama Balai Penelitian Jagung dan Serealia (BALITJAS).

Di kalangan para petani sendiri M. Kasim DM dikenal sangat dekat dengan mereka, bahkan tanpa segan-segan M. Kasim DM turun langsung sendiri ke sawah untuk menanam padi dan memberinya pupuk bersama dengan masyarakat, bahkan M. Kasim DM pernah mengalami musibah ketika sedang menyemprot beberapa lahan bersama para petani ketika itu salah satu tangan dari M. Kasim DM terkena racun disinpektisida hingga sebagian tangannya melepuh, namun kejadian terbebut tidak meluluhkan niat dia untuk terus berbaur dan membantu masyarakat dalam proses kamajuan dan kemandirian.

M. Kasim DM sempat dengan keras menolak diambilnya Kecamatan Biringkanaya (terdiri dari Desa Sudiang, Bulurokeng, Bira, Daya, dan Tamalanrea. Jumlah penduduk kelima desa tersebut adalah 23.662 jiwa, pada saat itu) oleh Makassar yang pada saat itu akan berubah nama manjadi Ujung Pandang.

Kedekatan M. Kasim DM dengan masyarakat sangatlah erat, itu terbukti pada saat M. Kasim DM akan dipindahkan ke Kabupaten Bone untuk menjadi bupati. Maka tanpa ada komando atau perintah dengan berbondong-bondong masyarakat Maros turun ke jalan berdemonstrasi untuk menolak perpindahan bapak M. Kasim DM menjadi bupati Kabupaten Bone, bahkan masyarakat Maros pada saat itu siap untuk menggelar MPRS Jalanan dan dalam tuntutan mereka pada saat itu berbunyi "Rakjat Maros siap mengadakan MPRS Djalanan besok dan Rakjat Maros rela hancur lebur kalau Pak Kasim diambil dari Maros".

Pengalaman Organisasi

  • Pimpinan Operasi (bersama Hasanuddin Nawing, Muhammad sadiran, dan Raden Endang) di Organisasi Kelaskaran Harimau Indonesia (1946–1947)[2]

Referensi

  1. ^ Pius, Romualdus (10 November 2011). "Mantan Bupati Maros Dijadikan Nama Jalan". Tribun Timur. Diakses tanggal 1 Juni 2020. 
  2. ^ "Monumen Yang Telantar". majalah.tempo.co. 24 April 2017. Diakses tanggal 23 September 2020.