Siklus fosforus

Revisi sejak 6 Desember 2021 01.46 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: seringkali → sering kali (bentuk baku))

Siklus fosfor adalah siklus biogeokimia yang menggambarkan transformasi dan translokasi fosfor dalam tanah, air, serta bahan organik hidup dan mati.Penambahan fosfor ke tanah terjadi karena penambahan pupuk anorganik dan organik (pupuk kandang) dan degradasi serta dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan hewan),[1] proses ketika fosfor bergerak melalui litosfer, hidrosfer, dan biosfer.[2] Fosfor sangat penting dalam struktur dan fungsi sel tumbuhan dan hewan. Contohnya tanah di Australia yang secara alami memiliki persediaan fosfor yang rendah, sehingga diperlukan nutrisi tambahan dalam sistem peternakan komersialnya.[3] Siklus fosfor merupakan salah satu siklus biogeokimia. Fosfor adalaha unsur kimia yang di temukan di bumi dengan beberapa bentuk seperti ion fosfat, yang terdapat di air, tanah dan sedimen. Umumnya jumlah fosfor di dalam tanah tidak besar dan sering membatasi pertumbuhan tanaman. Karena itulah masyarakat sering mengaplikasikan pupuk fosfat di lahan pertanian. Adapun hewan menyerap fosfat dengan memakan tumbuhan (herbivora). Fosfor memiliki peran penting bagi hewan dan tumbuhan, memiliki peran penting dalam perkembangan sel dan komponen utama dalam penyimpanan energi seperti ATP (Adenisine triphosphate), DNA dan lipid. Kurangnya fosfor yang ada di dalam tanah dapat menyebabkan penurunan hasil panen.[4] Fosfor memiliki fungsi biologis yaitu dibutuhkan dalam pembentukan nukleotida, yang terdiri atas molekul DNA dan RNA, secara khusus DNA dihubungkan dengan ikatan ester fosfat (DNA helix ganda), selain itu kita dapat temui kalsium fosfat yang juga merupakan komponen utama dalam pertumbuhan tulang dan gigi mamalia, eksoskeleton serangga, dan membran sel fosfolipid.[2] Pada dasarnya dari semua elemen yang di daur ulang di biosfer, fosfor adalah yang paling langka sehingga paling membatasi dalam sistem ekologi manapun.[5] Unsur fosfor memiliki dua sifat yaitu fosfor putih yang sangat reaktif, ketika diudara mudah terbakar, bercahaya dan dalam dunia industri digunakan sebagai bahan pembuat asam fosfat; dan fosfor merah yang sifatnya tidak reaktif, dan kadar toksiknya rendah, digunakan sebagai bahan pembuatan korek api.[6]

Siklus Fosfor

Fosfat di lingkungan

Fosfor merupakan nutrien esensial bagi tumbuhan dan hewan yang berupa ion PO43- dan HPO42-. Ini adalah bagian dari molekul DNA, dari molekul yang menyimpan energi (ATP dan ADP) dan lemak dari membran sel, artinya bentuk fosfor seperti fosfat memiliki peran besar dalam pembentukan DNA, energi sel, dan membran sel.[7] Fosfor juga termasuk bahan penyusun tulang dan gigi manusia dan hewan. Fosfor dapat ditemukan di perairan, tanah ataupun sedimen. Berbeda dengan senyawa lainnya, fosfor tidak ditemukan di udara dalam bentuk gas. Hal ini karena fosfor kebanyakan berbentuk cair pada suhu dan tekanan yang normal. Di atmosfer kita dapat menemukan fosfor sebagai partikel debu yang sangat kecil. Fosfor bergerak perlahan dari endapan di darat dan di sedimen, ke organisme hidup, dan jauh lebih lambat lagi ke dalam tanah dan air sedimen. Fosfor paling sering di temukan dalam formasi batuan dan sedimen laut sebagai garam fosfat. Garam fosfat yang dilepaskan dari batuan melalui pelapukan biasanya larut dalam air tanah dan akan diserap tanaman. Karena jumlah fosfor dalam tanah kecil, sering kali menjadi faktor pertumbuhan tanaman. Itu sebabnya banyak masyarakat yang menggunakan pupuk fosfat dalam pertanian. Fosfat juga merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman di ekosistem laut karena tidak larut dalam air. Hewan menyerap fosfat dengan memakan tumbuhan atau herbivora. Siklus fosfor melalui tumbuhan dan hewan jauh lebih cepat daripada melalui batuan dan sedimen. Ketika hewan dan tumbuhan mati, fosfat akan kembali ke tanah atau lautan lagi selama pembusukan. Setelah itu, fosfor akan berakhir di sedimen atau formasi batuan lagi, mengendap selama jutaan tahun dan akhirnya dilepaskan kembali melalui pelapukan dan siklus dimulai kembali.[8]

Fosfor bereaksi dengan kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), besi (Fe3+), dan aluminium (Al3+). Reaksi fosfor di tanah bergantung pada tingkat keasaman, ppada tanah masam, fosfor terlarut dalam larutan tanah bereaksi dengan Fe dan Al membentuk kelarutan rendah Fe dan Al fosfat.[1] Secara Biologis jumlah fosfor yang tersedia di alam relatif kecil sehingga produktivitas di banyak ekosistem darat dan perairan sering dibatasi oleh ketersediaan fosfor. Adanya campur tangan manusia dalam siklus fosfor dapat menimbulkan kerusakan di alam dengan konsekuensi tinggi. Misalnya, polusi fosfor pada badan air oleh limbah dan drainase dari lahan pertanian dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ganggang biru-hijau beracun, kematian biota air, dan penurunan drastis kualitas badan air yang terkena dampak.[9] Ekspor P dari tanah terjadi terutama melalui serapan tanaman. Fosfor juga dapat diekspor dari tanah melalui aliran permukaan dan erosi atau kehilangan permukaan melalui pencucian. Reaksi penyerapan dan desorpsi P terjadi pada permukaan dan tepi hidro oksida, mineral lempung, dan karbonat. Penyerapan umumnya terjadi oleh ikatan kovalen P dengan Fe dan Al di tanah asam dan kalsium karbonat (CaCO3) di tanah basa. Reaksi presipitasi dan pelarutan sangat mempengaruhi ketersediaan P di dalam tanah. Pelarutan mineral P terjadi ketika mineral P larut seiring waktu dan mengisi kembali P dalam larutan tanah. Reaksi ini meningkatkan ketersediaan P. Di sisi lain, pengendapan terjadi ketika mineral P terbentuk dengan menghilangkan P dari larutan tanah. Reaksi ini menurunkan ketersediaan P. Pengendapan dan pelarutan merupakan proses yang sangat lambat. Pelarutan dan pengendapan P juga dapat terjadi karena perubahan potensi lembu merah yang disebabkan oleh genangan air musiman atau berkala dan pengeringan tanah. Siklus mikroba P dari bentuk larut anorganik ke bentuk organik tidak larut dikenal sebagai imobilisasi. Kebalikannya dikenal sebagai mineralisasi. Mineralisasi P dikatalisis oleh enzim fosfatase.[1]

Fungsi ekologis

Fosfor bersama nitrogen diperlukan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Namun, nitrogen dan fosfor yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan alami suatu ekosistem. Dapat terlihat pada sistem akuatik dimana peningkatan nutrisi ini dapat menyebabkan eutofikasi dan pertumbuhan alga yang berlebihan. Meningkatnya nitrogen dan fosfor disebabkan oleh beberapa faktor yaitu buruknya pengelolaan pertanian (penggunaan mineral atau pupuk organik yang tidak tepat). Limbah rumah tangga yang tidak diolah dengan baik dan air limbah industri. Secara tradisional, pupuk kandang menawarkan sumber nitrogen dan fosfor yang murah dan alami. Tetapi ketika pasokan nutrisi ini melebihi kebutuhan pertumbuhan tanaman, kelebihan nitrogen diubah menjadi senyawa yang mudah menguap seperti amonia, atau menjadi nitrat yang dapat dengan mudah mengalir ke air permukaan atau larut ke sistem air tanah. Kelebihan fosfor dapat terakumulasi di dalam tanah dalam bentuk fosfat dan masuk ke sistem air melalui limpasan dan erosi tanah.[10] Pada kasus tertentu seperti di ladang pertanian, fosfor dapat merambat ke permukaan air kemudian menempel pada partikel tanah atau pupuk kandang.[11]

Fungsi biologis

Fosfor ditemukan di bebatuan, tanah, tumbuhan dan jaringan hewan, sediaan fosfor berwarna kuning atau putih. Kandungan fosfor kuning mengandung sedikit fosfor merah. Fosfor merupakan elemen mineral penting. Homeostasis fosfor dalam tubuh dikendalikan oleh sistem kendali hormonal ginjal. Keracunan fosfor dapat terjadi apabila konsumsi berlebih.[12] Secara biologis, fosfor sebagai toksikokinetik yang dapat diserap ke dalam sirkulasi sistemik dari kulit, paru-paru, dan saluran usus. Organ target toksisitas termasuk saluran pencernaan, hati, ginjal, tulang dan sistem kardiovaskular dan saraf pusat. Fosfor merupakan zat pengoksidasi sehingga apabila terkena udara dapat terbakar secara spontan. Jadi, ketika terjadi kontak langsung dengan kulit akan menyebabkan luka bakar termal dan kimiawi. Saat diserap, fosfor bertindak sebagai racun seluler dengan melepaskan fosforilasi oksidatif.[12] Komponen terpenting dalam sel adalah fosfor, unsur ini membentuk asam nukleat, tanpa fosfor sintesis sel tidak akan terjadi. Fosfor tergabung dalam nukleotida, gula, protein, dan lipid. Pada vertebrata hampir semua fosfor bercampur dengan kalsium membentuk hidroksilapatit yang merupakan molekul sentral pembentuk tulang. Dalam lingkungan, fosfor ditemukan hampir selalu dalam bentuk teroksidasi sebagai fosfat terhidrasi. Tidak seperti karbon, nitrogen fosfat atau oksigen, fosfor tidak mengalami reaksi redoks yang dimediasi secara biologis secara signifikan.[13] Pada tumbuhan fosfor memiliki peran penting. Fosfor salah satu dari 17 nutrisi esensial yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh. Fungsi ini tidak bisa digantikan oleh nutrien lain dan suplai fosfor diperlukan untuk optimalisasi pertumbuhan dan reproduksi. Selain itu, fosfor banyak terlibat dalam kegiatan sel seperti transport energi (misalnya: Adenosin trifosfat: ATP), fotosintesis, transformasi gula dan pati, dan transformasi genetik (DNA dan RNA) serta senyawa yaang memberikan dukungan struktural pada organisme dalam bentuk membran (fosfolipid), dan tulang (hidroksipatit biomineral).[14]

Siklus fosfor

 
Siklus Fosfor

Dalam sistem terestrial, fosfor dibagi menjadi tiga yaitu batuan dasar, tanah dan organisme hidup (biomassa). Pelapukan batuan dasar kontinental merupakan sumber utama fosfor di dalam tanah yang mendukung vegetasi benua, dalam hal ini deposisi fosfor tidak terlalu berpengaruh. Fosfor dilapukkan dari batuan dasar dengan melarutkan mineral pembawa fosfor seperti apatit (Ca10(PO4)6(OH, F, Cl)2), pada batuan kerak memiliki mineral fosfor primer yang melimpah, reaksi pelapukan didorong oleh paparan mineral ke asam alami yang berasal dari aktivitas mikroba. Fosfat yang di lepaskan ke tanah dalam bentuk larutan selama pelapukan tersedia langsung untuk tanaman darat dan kembali lagi ke tanah melalui pembusukan. Kosentrasi fosfat larutan tanah dipertahankan pada tingkat paling rendah sebagai akibat dari penyerapan fosfat ke tanah.[14] Dalam organisme tak hidup, fosfor merupakan komponen yang tidak banyak tersedia, produktivitas terestrial meningkat ketika fosfor dalam tanah meningkat, peristiwa pelapukan batuan oleh fosfat akan meningkatkan kandungan fosfat dalam tanah. Misalnya ketika terjadi hujan asam, setelah produsen dalam ekosistem menggabungkan fosfor secara biologis, fosfor akan pindah ke konsumen kemudian fosfor kembali ke tanah ketika konsumen melakukan ekskresi fosfat oleh detritus. Dalam ekosistem, fosfat berikatan dengan humus dan partikel tanah sehingga siklus fosfor terlokalisir. Adapun fosfor ikut terbawa aliran air yang bermuara di laut. Pengurasan fosfat dipercepat dengan terjadinya erosi disamping terjadinya pelapukan. Di lautan, fosfat terkumpul secara perlahan dan mengendap dan tergabung dalam batuan. Saat permukaan air laut menurun, atau dasar laut mengalami peninggian, batuan fosfat akan menjadi bagian dari terestrial, maka dari itu fosfat akan mengalami siklus antara tanah, tumbuhan dan konsumen dalam selang waktu tertentu.[6] Endapan fosfat terbentuk dengan tiga macam cara yaitu: 1) fosfat primer yang terbentuk dari magma alkali yang membeku; 2) fosfat sekunder marine yang terbentuk dari endapan fosfat sedimen di laut dalam; 3) fosfat sekunder darat/guano yaitu hasil dari akumulasi hewan-hewan darat dan bereaksi dengan batu gaping.[15]

Eutrofikasi

Pertumbuhan alga yang tidak terkontrol, zona mati, dan kematian ikan dan biota air merupakan hasil dari eutrofikasi. Terjadi ketika lingkungan kaya akan nutrisi (berlebihan) sehingga meningkatkan jumlah pertumbuhan tanaman dan alga ke muara dan perairan pesisir. Peningkatan jumlah alga menyebabkan hipoksia, pendangkalan dan rendahnya oksigen di air. Banyak dari muara semacam ini mendukung populasi pertumbuhan moluska bivalvia (misalnya tiram, dan kerang) yang secara alami dapat mengurangi nutrisi melalui aktivitas filter-feeding mereka. Selain itu, Eutrofikasi memicu munculnya reaksi berantai di ekosistem dimulai dengan melimpahnya ganggang dan tumbuhan. Alga berlebihan dan materi tanaman yang akhirnya membusuk menghasilkan karbondioksida dalam jumlah yang besar sehingga menurunkan pH air laut, suatu proses yang disebut dengan pengasaman laut. Terjadinya pengasaman menyebabkan lambatnya pertumbuhan ikan dan kerang dan dapat mencegah pembentukan cangkang pada moluska bivalvia. Akhirnya berdampak pada komersial perikanan dan rekreasi.[16]

Pengaruh manusia

 
Phosphorus fertilizer application
 
Phosphorus in manure production

Beberapa dampak manusia terhadap daur fosfor diantaranya: penggunaan pupuk sintesis yang berlebihan. Fosfor sangatlah penting bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme sehingga berdampak pada ekosistem sekitar. Namun, kegiatan manusia yang tidak sesuai dapat mempengaruhi siklus fosfat melalui penambangan fosfor, menjadikan pupuk, dan memproduksi pupuk dalam jumlah besar untuk digunakan di banyak negara. Pengangkutan fosfor dalam makanan dari pertanian ke banyak daerah telah memberikan dampak besar dalam siklus fosfor global. Apabila jumlah nutrisi berlebihan terutama nitrogen dan fosfor maka ekosistem perairan akan rusak. Air yang kaya akan fosfor akibat limpasan pertanian dan dari limbah yang tidak diolah dengan benar sebelum dibuang. Masuknya P akibat aktivitas pertanian dapat mempercepat eutrofikasi.[17] Drainase yang buruk atau di daerah dengan salju yang mencair dapat menyebabkan genagan berkisar 7 - 10 hari, menyebabkan peningkatan signifikan pada fosfor. Selain itu, adanya reduksi tanah menyebabkan pergeseran fosfor, hal ini harus menjadi perhatian khusus dalam pengelolaan lingkungan di suatu wilayah tertentu dan masalah utama terdapat pada pembuangan limbah pertanian.[18]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ a b c "Phosphorus Cycle | Southwest Research and Outreach Center". swroc.cfans.umn.edu. Diakses tanggal 2021-01-14. 
  2. ^ a b Editors, B. D. (2017-06-05). "Phosphorus Cycle". Biology Dictionary (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-12. 
  3. ^ "The phosphorus cycle | Meat & Livestock Australia". MLA Corporate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-14. 
  4. ^ Rossa, Walter (org.); Lopes, Nuno (org.); Gonçalves, Nuno Simão (org.) (2018). "Oficinas de Muhipiti: planeamento estratégico, património, desenvolvimento". doi:10.14195/978-989-26-1556-1. 
  5. ^ "Phosphorus cycle". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-12. 
  6. ^ a b "MANFAAT UNSUR HARA FOSFOR DIDALAM TANAH". Cyber extension. Diakses tanggal 2021-01-15. 
  7. ^ US EPA, OW (2013-11-27). "Indicators: Phosphorus". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-14. 
  8. ^ "Phosphorus cycle". www.lenntech.com. Diakses tanggal 2021-01-14. 
  9. ^ Turner, Benjamin L.; Raboy, Victor (2019). "Phosphorus cycle". Access Science (dalam bahasa Inggris). doi:10.1036/1097-8542.508930. 
  10. ^ "Phosphorus and the environment". www.feedphosphates.org. Diakses tanggal 2021-01-14. 
  11. ^ "Phosphorus Behavior In the Environment — Publications". www.ag.ndsu.edu. Diakses tanggal 2021-01-14. 
  12. ^ a b Robles, H. (2014-01-01). Wexler, Philip, ed. Encyclopedia of Toxicology (Third Edition) (dalam bahasa Inggris). Oxford: Academic Press. hlm. 920. doi:10.1016/b978-0-12-386454-3.00047-6. ISBN 978-0-12-386455-0. 
  13. ^ Falkowski, Paul G. (2001-01-01). Levin, Simon A, ed. Encyclopedia of Biodiversity (Second Edition) (dalam bahasa Inggris). Waltham: Academic Press. hlm. 563. doi:10.1016/b978-0-12-384719-5.00013-7. ISBN 978-0-12-384720-1. 
  14. ^ a b Ruttenberg, K. C. (2019-01-01). Cochran, J. Kirk; Bokuniewicz, Henry J.; Yager, Patricia L., ed. Encyclopedia of Ocean Sciences (Third Edition) (dalam bahasa Inggris). Oxford: Academic Press. hlm. 2. doi:10.1016/b978-0-12-409548-9.10807-3. ISBN 978-0-12-813082-7. 
  15. ^ "Phosphat - Website Pemerintah Kab Blora". www.blorakab.go.id. Diakses tanggal 2021-01-15. 
  16. ^ US Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration. "What is eutrophication?". oceanservice.noaa.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-15. 
  17. ^ Daniel, T. C.; Sharpley, A. N.; Lemunyon, J. L. (1998). "Agricultural Phosphorus and Eutrophication: A Symposium Overview". Journal of Environmental Quality (dalam bahasa Inggris). 27 (2): 251–257. doi:10.2134/jeq1998.00472425002700020002x. ISSN 1537-2537. 
  18. ^ Ajmone-Marsan, F.; Côté, D.; Simard, R. R. (2006-04). "Phosphorus Transformations under Reduction in Long-term Manured Soils". Plant and Soil (dalam bahasa Inggris). 282 (1-2): 249. doi:10.1007/s11104-005-5929-6. ISSN 0032-079X.