Cornelis Chastelein
Cornelis Chastelein (10 Agustus 1657 – 28 Juni 1714) adalah seorang tuan tanah di daerah Depok pada masa awal kolonisasi VOC di Jawa. Nama Chastelein tidak terpisahkan dari sejarah keberadaan sekelompok orang pribumi Kristen Protestan pertama di Asia, yang dikenal sebagai orang Belanda Depok.
Cornelis lahir dari keluarga keturunan pedagang sebagai bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah seorang Huguenot dari Perancis yang menetap di Belanda dan ibunya adalah anak walikota Dordrecht, bernama Maria Cruydenier.
Pada usia 17 tahun, Cornelis berangkat dengan kapal ’t Huis te Cleeff pada tanggal 24 Januari 1675 ke Batavia, dan tiba 16 Agustus pada tahun yang sama. Di sana ia lalu bekerja sebagai pencatat pembukuan pada Kamer van Zeventien.
Kariernya cukup baik. Pada tahun 1682 ia telah menjadi pengusaha besar dan sejak 1691 ia menjadi ‘Tweede Oppercoopman des Casteels van Batavia’ (Pedagang besar kedua pada Kastil Batavia). Ketika Johan van Hoorn menjadi direktur jenderal VOC, nasibnya semakin membaik karena van Hoorn adalah bosnya dan mereka berteman baik.
Kemudian ia mengundurkan diri dan mendapat hak penguasaan tanah di "Siringsing" (sekarang Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan) sejak 1695, dekat "pal 17", sekitar 25km selatan Batavia. Selanjutnya ia menguasai tanah di Depok, pada "pal 21" dengan membelinya pada 18 Mei 1696. Seluruh komplek tanah yang dijadikan perkebunan olehnya kemudian dinamai "Depok", meskipun mencakup areal yang terletak di Depok, Mampang, Karanganyar, dan dua lahan kecil di tepi Ciliwung antara Batavia dan Buitenzorg.
Pada tahun 1704 Chastelein membeli sebidang lahan yang sudah dikuasai sebelumnya olehnya. Tanah ini diberi nama Weltevreden (sekarang Gambir, Jakarta Pusat). Di sini ia menanam kopi, sebagai percobaan pertama perkebunan kopi yang dilakukan di Indonesia. Lahan di Depok ditanami lada. Untuk membantunya mengurus kebun lada, ia mempekerjakan keluarga budak dari Ambon, seperti Laurens dan Loen. Mengenai kegiatannya ini Chastelein menulis di buku kenangannya "Invallende Gedagten ende aenmerckinge over de Coloniën." (1705).
Budak-budak Chastelein berasal dari berbagai suku di Indonesia: Bali, Ambon, Bugis, dan Sunda. Konon, Chastelein dikenal anti-perbudakan, karena menurut dewan gereja perbudakan bertentangan dengan ajaran Injil, khususnya bila budaknya beragama Kristen. Karena itu, hingga kematiannya pada 1714 tercatat sekitar 200 orang dibebaskan olehnya dari perbudakan setelah memeluk Kristen Protestan. Terdapat 12 keluarga (marga) yang dibebaskan olehnya. Mereka inilah yang kelak populer dengan sebutan "Belanda Depok". Kelompok ini juga diklaim sebagai kelompok protestan pertama di timur.
Pada tahun 1704 Chastelein kembali bekerja di VOC sebagai anggota dewan luar biasa. Baru pada tahun 1708 ia diangkat sebagai anggota biasa hingga akhir hayatnya pada tahun 1714.
Chastelein menikah dengan Catharina van Quaelborg dan memiliki seorang putra, Anthony. Dia diketahui juga memiliki putri angkat berdarah campuran bernama Maria. Sepeninggalnya, lahan seluas 1240ha di Depok dihibahkannya kepada ke-12 famili bekas budaknya sampai keturunan-keturunannya. "Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke", demikian tertulis dalam surat wasiatnya.