Lin Zexu

Revisi sejak 16 Juni 2021 03.42 oleh 180.244.132.109 (bicara) (Perbaikan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Lin Zexu (Hanzi: 林则徐, 30 Agustus 1785 – 22 November 1851) adalah kepala negara (wakil raja) berintegritas yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing, dia juga adalah seorang filsuf, ahli kaligrafi dan penyair. Ia terkenal akan perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok oleh bangsa-bangsa asing. Melihat negara semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang itu dan kondisi bangsanya yang menyedihkan karena ketergantungan akan opium, Lin bertekad menumpas obat terlarang tersebut. Usahanya ini pada akhirnya memicu Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris.

Lin Zexu
Lin Zexu pada abad ke-19
Raja Muda Liangguang
Masa jabatan
21 Januari 1840 – 3 Oktober 1840
Sebelum
Pendahulu
Deng Tingzhen
Pengganti
Qishan
Sebelum
Raja Muda Shaan-Gan
Masa jabatan
1845
Raja Muda Yun-Gui
Masa jabatan
1848
Raja Mida Huguang
Masa jabatan
1837–1839
Informasi pribadi
Lahir(1785-08-30)30 Agustus 1785
Fuzhou, Fujian
Meninggal22 November 1850(1850-11-22) (umur 65)
Puning, Guangdong
KebangsaanHan
PekerjaanPolitikus
Karier militer
Pertempuran/perangPerang Candu Pertama
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Lin Zexu

Lukisan Lin mengawasi penghancuran candu
Hanzi tradisional: 林則徐
Hanzi sederhana: 林则徐
Courtesy name
Hanzi tradisional: 元撫
Hanzi sederhana: 元抚

Kehidupan awal

Lin dilahirkan di Fuzhou, Provinsi Fujian. Pada masa mudanya, ia membantu ayahnya yang bekerja sebagai pembuat bunga buatan. Dengan bantuan seorang teman ayahnya yang kaya yang belakangan menjadi mertuanya, ia akhirnya bisa bersekolah dan berhasil lulus ujian kerajaan untuk menjadi pejabat. Tahun 1811, ia menerima gelar Jinshi, yaitu gelar kesarjanaan tertinggi saat itu sehingga ditunjuk menjadi juru sensor. Kariernya terus menanjak hingga diangkat sebagai gubernur jenderal untuk Provinsi Hubei dan Hunan pada tahun 1837.

Lin, sebagai seorang negarawan yang berintegritas, sangat prihatin pada kondisi bangsanya yang menyedihkan akibat opium sehingga beberapa kali ia menarik perhatian istana dengan nasihat-nasihatnya mengenai keterpurukan bangsa karena opium, ia menuntut larangan yang ketat terhadap barang haram itu. Berkat usahanya yang gigih, Kaisar Daoguang memanggilnya untuk membahas penerapan larangan terhadap perdagangan obat bius. Di hadapan kaisar, ia menegaskan bahwa opium harus dilarang karena konsumsinya menghabiskan kekayaan negara, jika tidak dikendalikan negara akan berakhir tanpa satupun lelaki yang kuat untuk bertempur di medan perang.

Misi menghancurkan opium

Kaisar mengangkatnya sebagai komisaris tertinggi dan dikirim ke Guangdong untuk mengemban misi menghentikan impor opium dari pedagang-pedagang Inggris. Lin mengetahui bahwa ia mengemban tanggung jawab yang sangat berat. Kepada teman-temannya yang datang berpamitan ia berkata, “Peruntungan baik atau buruk, aku tidak peduli tentang kematian lagi. Sebelum opium dimusnahkan, aku tidak akan pernah kembali ke ibu kota.” Pada bulan Maret 1839, Lin tiba di Guangzhou dan mulai mengadakan perjalanan keliling untuk mempelajari situasi dan kondisi setempat.

Di sana Lin bertemu dengan raja muda Guangdong, Deng Tingzhen dan laksamana angkatan laut Guangdong, Guan Tianpei yang sependapat dengannya. Mereka sepakat untuk menghentikan penyelundupan opium dan meningkatkan pertahanan laut. Penduduk setempat juga membantu pemerintah memeriksa kapal-kapal yang membawa opium dan memberikan daftar nama para pedagang obat bius. Lin sangat terdorong oleh semangat mereka. Ia merekrut para pemuda untuk mengembangkan kekuatan militer. Di mulut Sungai Zhujiang, batang-batang kayu dirantai menjadi satu untuk mencegah kapal perang bangsa barat memasuki perairan Tiongkok.

Sementara itu dia juga banyak menghadapi berbagai tentangan dari pihak bangsa asing dan para pedagang opium lokal yang bekerjasama dengan orang asing merusak bangsanya sendiri. Kepada mereka ia menegaskan, “Selama konsumsi opium berlanjut, saya akan terus disini dan akan melakukan pekerjaan saya hingga tuntas” . Dan ia membuktikan kata-katanya itu dengan perbuatan nyata. Pengumuman ditempatkan di setiap jalan untuk menginformasikan penduduk mengenai larangan keras terhadap obat bius itu. Batas waktu ditentukan untuk menyerahkan opium dan pipa isapnya kepada pihak berwenang. Ia memberi tiga hari pada para pedagang opium untuk menyerahkan persediaan mereka dan kedai-kedai madat mereka disegel. Selain itu, Lin juga mengumpulkan para pedagang asing dan mengultimatum mereka untuk membongkar muatannya dan menyerahkan pada yang berwenang.

Seorang pedagang madat lokal bernama Wu Shaorong pernah datang menghadap Lin secara pribadi dan mencoba menyogoknya, tetapi Lin dengan marah membentak dan mengusirnya. Ia juga menulis sebuah surat peringatan untuk Ratu Victoria yang menyatakan bahwa Tiongkok telah menerapkan kebijakan yang tegas bagi mereka yang memperdagangkan opium baik dari bangsa asing maupun lokal, tetapi sayangnya surat ini tidak sampai ke tangan sang ratu. Kebijakan Lin disambut gembira oleh para penduduk yang juga sudah resah karena merajarelanya opium.

Para imperialis Inggris mencoba mengulur-ulur waktu menaati ultimatum Lin sehingga hal ini membuat Lin mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan larangan perdagangan antara Tiongkok dan Inggris. Ia menutup Perusahaan Hindia Timur Britania dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Angkatan laut dikerahkan untuk memantau setiap gerakan kapal asing dan menekan para pedagang opium asing menyerahkan barang mereka. Dibawah tekanan ini, Charles Elliot, kepala pengawas perdagangan luar negeri Inggris, tidak punya pilihan lain kecuali memberitahu para pedagang Inggris untuk bekerjasama dengan pemerintah Tiongkok. Melihat hal ini para pedagang opium dari negara lain juga bertekuk lutut. Pemerintah menyita lebih dari 20.000 peti opium.

Pemusnahan opium di Humen

Pada tanggal 3 Juni 1839, berpeti-peti opium yang telah disita ditumpuk di pantai Humen untuk dimusnahkan di depan publik. Dua lubang besar digali dan di tengah dibangun sebuah panggung tinggi. Masyarakat berkumpul memenuhi pantai itu untuk menyaksikan peristiwa yang kelak akan tercatat dalam sejarah ini. Ketika waktunya tiba, Lin dengan berwibawa naik ke panggung dan memberi perintah untuk mulai memusnahkan barang haram itu. Orang-orangpun mulai memenuhi lubang itu dengan air laut lalu menceburkan opium ke dalamnya. Opium yang telah dibinasakan ke dalam laut itu seperti lumpur mengalir ke laut terbuka. Gegap gempita yang nyaring membahana di pantai itu. Para penonton bertepuk tangan, bersorak dan menari-nari menyaksikan kemenangan melawan obat bius itu.

Perang Candu

Para imperialis Inggris menolak mengaku kalah, secara tidak jantan mereka mengambil tindakan militer. Mereka mengerahkan kapal-kapal perangnya untuk menyerang Tiongkok. Juni 1840 mereka tiba di Guangdong dan mulai membombardir. Perang meletus antara kedua negara, Guan Tianpei gugur sebagai pahlawan dalam perang itu.

Pemerintah Qing yang korup dan lemah dipaksa untuk mengadakan negosiasi perdamaian. Kaisar Daoguang yang pengecut lebih menuruti mentri korupnya, Qi Shan untuk menandatangani perjanjian yang tidak adil dengan bangsa barat. Lin Zexu dan Deng Tingzhen yang jujur malah dipecat dari jabatannya. Lin diasingkan ke Yili, Xinjiang. Beberapa tahun kemudian, pemerintah mempertimbangkan lagi jasa-jasanya dan memanggilnya kembali untuk menumpas Pemberontakan Taiping, tetapi ia meninggal karena sakit dalam perjalananya ke Guangxi tahun 1851.

Warisan

Lin dianggap sebagai pahlawan besar Tiongkok karena usahanya yang gigih menentang perdagangan opium dan imperialisme Inggris. Ia juga adalah orang pertama pada zaman modern Tiongkok yang mempelajari mengenai dunia luar dan menyusun sebuah buku geografi yang berjudul Catatan Mengenai Empat Benua, buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1844 dalam 50 jilid. Tanggal 3 Juni, tanggal ketika Lin memusnahkan opium kini diperingati sebagai Hari Anti Madat di Taiwan.

Referensi

Ren Changhong, “Famous Chinese Diplomats Through the Ages”, Singapore: Asiapac Books, 2001

Pranala luar